JAKARTA, HUMAS MKRI - Partai Golongan Karya (Golkar) mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) DPR dan DPRD 2019 di Daerah Pemilihan (Dapil) Provinsi Papua. Di dalam permohonan yang diregistrasi Kepaniteraan MK dengan Nomor 170-04-33/ARPK-DPR-DPRD/PAN.MK/07/2019 itu, beberapa Calon Anggota DPR dan DPRD dari Partai Golkar memersoalkan perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku Termohon.
Kuasa hukum Partai Golkar Aan Sukirman mengungkapkan jumlah suara yang seharusnya diraih oleh beberapa Calon Anggota DPR dan DPRD dari Partai Golkar. Aan misalnya menyandingkan perolehan suara Calon Anggota DPR Paskalis Kossay versus perolehan suara yang ditetapkan oleh KPU (Termohon).
“Menurut Termohon, Paskalis memperoleh 66.947 suara. Sementara menurut Paskalis, dia memperoleh 216.946 suara. Terdapat selisih sebesar 149.999 suara,” kata Aan dalam sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan PHPU DPR-DPRD Provinsi Papua, pukul 10.30 WIB untuk Sesi 2 pada Selasa (9/7/2019).
Sidang Panel 2 sesi 2 ini dilaksanakan Panel Hakim Konstitusi Aswanto (Ketua Panel) didampingi dua Anggota Panel, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul. Persidangan juga memeriksa permohonan yang diajukan oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Dapil Provinsi Papua. Permohonan PKB diregistrasi oleh Kepaniteraan MK dengan Nomor 20-01-33/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019.
Kuasa hukum PKB Syarif Hidayatullah menjelaskan Calon Anggota DPR dari PKB Dapil Papua telah dirugikan dengan rekapitulasi penghitungan suara yang ditetapkan KPU. “Pemohon telah kehilangan suara di Kabupaten Mimika dan Kabupaten Tolikara,” tegas Syarif.
Panel Hakim MK juga memeriksa permohonan PHPU DPR-DPRD lainnya, yakni permohonan Nomor 42-13-33/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan oleh Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Nomor 243-06-33/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2019 yang diajukan oleh Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda). Dalil-dalil yang disampaikan para Pemohon pun hampir sama, mulai dari persoalan penggelembungan suara dan kesalahan rekapitulasi penghitungan suara oleh KPU (Termohon) hingga praktik politik uang yang terjadi secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM). (Nano Tresna Arfana/NRA)