Terdakwa diduga telah menghendaki pemilihan kantor akuntan publik tertentu untuk menjalankan audit investigasi tenaga kerja asing.
Seperti telah menjadi hukum tidak tertulis di Pengadilan Tipikor, setiap pembacaan rekuisitor, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak membacakan seluruh isi surat tuntutan. Yang paling ditekankan dan dibacakan adalah analisis yuridis yang melahirkan tuntutan. Umumnya, majelis hakim dan penasihat hukum terdakwa pun tidak berkeberatan.
Tetapi ada pemandangan lain dalam persidangan Marudin Saur Marulitua Simanihuruk dan Suseno Tjipto Mantoro. Sebelum membacakan tuntutan terhadap kedua terdakwa, jaksa M. Rum memohon pada majelis hakim untuk tidak membacakan seluruh isi tuntutan. Ketua majelis hakim mengiyakan. Namun penasihat hukum Manihuruk Daniel Pandjaitan mengajukan pendapat berbeda.
Daniel minta diberikan akses melihat isi tuntutan terlebih dahulu sebelum dibacakan jaksa. Bagaimana jika tuntutan diperlihatkan lebih dulu supaya kita bisa mengikuti pembacaan tuntutan. Apa bedanya mendengar tuntutan duluan atau belakangan. Nanti juga dibagikan, tandasnya di Pengadilan Tipikor, Selasa (8/4). Ini adalah kelanjutan sidang kasus audit penggunaan tenaga kerja asing di 46 dinas provinsi dan kabupaten/kota.
Martini Mardja, ketua majelis hakim menolak usulan Daniel. Prosedur yang baku, dibacakan dulu baru dibagikan, ujarnya.
Daniel tak menyanggah, sehingga jaksa membacakan tuntutan. Jaksa M Rum menyimpulkan MSM Simanihuruk (mantan Dirjen Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan) dan Suseno Tjipto (Direktur Pengawasan Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi) terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Perbuatan kedua terdakwa telah memenuhi unsur dakwaan primer jaksa, yaitu Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Meski sama-sama bersalah, jaksa menuntut hukuman berbeda terhadap keduanya. Selaku pleger (orang yang melakukan) Manihuruk dituntut hukuman lebih tinggi. Mantan guru Sekolah Teknik Menengah (STM) itu dituntut hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 350 juta, subsidair empat bulan kurungan.
Sementara, Suseno dituntut hukuman dua tahun lebih rendah alias hukuman minimal dari pasal 2 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di Depnakertrans itu dituntut hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, subsidair dua bulan kurungan.
Tuntutan pembayaran uang pengganti juga berbeda. Uang pengganti yang harus dibayar Manihuruk lebih besar dibanding Suseno. Pasalnya, disesuaikan dengan jumlah keuntungan yang diduga dinikmati masing-masing terdakwa.
Menurut jaksa, Manihuruk menikmati uang senilai Rp 1,460 miliar dari proyek audit investigasi senilai Rp 9,297 miliar. Namun jaksa juga membebani keuntungan yang dinikmati orang lain sehingga total uang yang harus dikembalikan sebesar Rp 5,867 miliar. Karena yang diutamakan adalah pengembalian uang negara, kata jaksa Riyono. Saat pemeriksaan terdakwa, pekan lalu, Manihuruk sempat membantah tuduhan penerimaan keuntungan itu.
Tuntutan pembayaran uang pengganti kepada Suseno jauh di bawah koleganya. Ia hanya diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 3 juta. Tuntutan itu sudah dikompensasikan dengan uang yang telah dikembalikan Suseno saat penyidikan di KPK.
Selaku pleger, Manihuruk punya peran besar dalam proyek yang menggandeng Kantor Akuntan Publik (KAP) Johan Barus. Jaksa meyakini bahwa sejak awal Manihuruk telah mengusulkan untuk menunjuk langsung KAP Johan Barus. Hal itu dibuktikan dengan nota dinas Manihuruk tanggal 23 November 2004 kepada Menakertrans (kala itu) Fahmi Idris. Sehari setelah pengiriman nota dinas tersebut, Manihuruk kembali mengirimkan surat permohonan izin prinsip penunjukan langsung. Terdakwa I sejak semula telah menghendaki untuk menunjuk KAP Johan Barus, kata jaksa M. Rum.
Padahal prosedur itu tidak dapat dibenarkan sesuai amanat pasal 9 ayat (3) huruf d Keppres pengadaan barang dan jasa di instansi Pemerintah. Penentuan metode pengadaan barang dan jasa adalah kewenangan dari pengguna barang atau pimpinan proyek atas usulan dari panitia pengadaan. Bukan ditentukan oleh Dirjen. Bahkan saat itu panitia pengadaan belum terbentuk.
Kesalahan prosedur juga dilakukan dalam pencairan anggaran. Jaksa juga menilai seluruh dokumen pengadaan audit investigasi adalah fiktif. Hanya untuk formalitas kelengkapan pencairan anggaran Desember 2004. Salah satunya adalah kontrak yang ditandatangani Suseno. Pekerjaan audit itu sendiri baru dilaksanakan pada tahun 2005. Pencairan tanpa izin itu bertentangan dengan 16 ayat (1) Keppres No. 42/2002 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Apalagi dari dana yang dicairkan sebesar Rp 7,817 miliar hanya digunakan sebesar Rp 1,617 miliar. Sisanya mengalir ke beberapa pihak, antara lain ke tangan Nurhadi Jazuli, mantan Deputi Kerja Sama Antar Lembaga Badan Intelijen Negara (BIN) sebesar Rp 205 juta. Akibatnya kesalahan prosedur itu negara dirugikan sebesar Rp6,199 miliar.
Menanggapi tuntutan tersebut, terdakwa Manihuruk menyatakan jaksa mempertahankan citra KPK sebagai lembaga penghukum. Yang saya ungkap justru saat ini belum berbuah, tandasnya. Dalam persidangan beberapa waktu lalu, Manihuruk menyatakan audit invetigasi tenaga kerja asing itu berhasil membongkar korupsi senilai sebesar Rp 163,232 miliar.
Terdakwa Suseno hanya berujar singkat menanggapi tuntutan jaksa. Ngaco nih, tandasnya. Penasihat hukum Suseno, Rufinus Hotmaulana menyatakan tuntutan jaksa berlebihan. Sebab Suseno hanya melakukan perintah Manihuruk sehingga tidak bisa dikatakan bersama-sama melakukan tindak pidana. Dia (Suseno) hanya korban. Tanyakan saja di Depnakertrans, tidak akan ada yang berani menolak perintah Dirjen (Manihuruk), tandas rufinus. Seharusnya kata Rufinus, KPK juga menarik pihak-pihak yang menerima uang lebih banyak dibanding Suseno.
Menanggapi hal itu, jaksa Riyono menyatakan Suseno selaku atasan langsung bendahara bertanggung jawab baik secara administratif, fisik dan finansial atas suatu proyek. Meskipun ia hanya berperan menandatangani dokumen-dokumen pengadaan. Karena bertindak atas nama orang lain, ia melengkapi terjadinya tindak pidana. Tanpa tanda tangannya (Suseno -red), anggaran tidak bisa dicairkan, tegas Riyono.
Sumber www.hukumonline.com
Foto http://www.google.go.id