JAKARTA, HUMAS MKRI - Sebanyak 56 Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (14/3/2019). Kunjungan dilakukan untuk mempelajari lebih dalam terkait lembaga ini. Dalam kunjungan tersebut, mereka diterima langsung Peneliti MK Irfan Nur Rachman di Aula MK.
Dalam diskusi awal, Irfan menjelaskan berdirinya MK karena dinamika negara. Sebelum 1998, Indonesia hidup dalam suasana yang tidak demokratis. Dia menyebutkan kekuasaan presiden begitu kuat. Di sisi lain, produk UU dari parlemen tidak dapat dikoreksi dan dibatalkan.
“Presiden saat orde baru tidak dibatasi masa jabatannya. Dalam UUD 1945 sebelum amandemen tidak mengatur pembatasan jabatan presiden,” jelasnya. Namun setelah amandemen, kata dia, jabatan presiden adalah maksimal dua periode.
Setelah era reformasi, lanjut Irfan, barulah terjadi perubahan fundamental ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan amendemen ketiga UUD 1945, lahirlah MK. Fungsi paling vital adalah dapat menguji konstitusionalitas suatu UU. “”Ini mengubah negara yang sebelumnya adalah supremasi parlemen menjadi supremasi konstitusi,” tegasnya.
Secara garis besar, kata Irfan, MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban berdasar UUD 1945. Kewenangan MK, antara lain menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden. “Dari tugas yang tertera, MK belum pernah menerima kasus terkait pembubaran partai politik serta pemakzulan presiden,” jelasnya. Di sisi lain, dirinya menyebut MK memiliki tugas sebagai penjaga ideologi negara serta pelindung hak konstitusional warga negara.
Irfan menyatakan model MK di Indonesia adalah menganut mazhab kelsenian merujuk pada MK yang berdiri pertama kali di Austria. Model ini adalah lembaga penguji UU atas Konstitusi bersifat tunggal dan terpisah dari kekuasaan Mahkamah Agung (MA).
Selesai pemaparan, seorang mahasiswa bertanya cara MK untuk memberi edukasi pada siswa atau mahasiswa untuk lebih paham terkait lembaganya dan juga sadar konstitusi. Irfan menyatakan MK memiliki laman yang menampilkan info kelembagaan secara utuh. Begitu juga ada aplikasi Click MK yang dapat diunduh melalui ponsel. “Dari MK juga menyediakan pembicara semisal publik ingin mengundang dalam acara diskusi. Semuanya gratis dan tidak dipungut biaya,” jelasnya. (Arif S/LA)