JAKARTA(SINDO) â Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan mengkritik DPR atas pengalihan sengketa pilkada dari MA ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Bagir menilai undang-undang (UU) yang dihasilkan DPR tidak maksimal dan mereka kerap melakukan perubahan tanpa pertimbangan matang.Kekecewaan Bagir atas perubahan dalam UU Pemerintahan Daerah (Pemda) hasil revisi terbatas di DPR dilontarkan saat memberikan kata sambutan dalam acara hari ulang tahun Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) di Gedung MA Jakarta kemarin.
âAda kecenderungan pembuat UU menyerahkan semuanya kepada MA.Kalau tidak senang, mereka cabut lagi UU itu,â kata Bagir. Bagir pun mencontohkan perubahan lembaga yang menangani sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada). Sebelumnya, MA adalah lembaga yang berhak mengadili sengketa pilkada.Namun, setelah revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemda, kewenangan itu diserahkan ke MK.
âSebenarnya kita tidak keberatan untuk dipindahkan (diserahkan ke MK). Saya hanya mempersoalkan rendahnya kehatian-hatian pembuat UU,â tandasnya. Setelah selesai acara,Bagir memastikan kepada wartawan bahwa dirinya memang bermaksud menyindir DPR yang menurutnya tidak punya pola dan contoh dalam membuat UU.
Dia menilai pengalihan penyelesaian sengketa pilkada dari MA ke MK dilakukan tanpa alasan yang jelas. âPelaksanaan konsisten, itu asas. Ini setiap tahun diubah,âcetus Bagir. Menurutnya, jika DPR hendak membuat atau mengubah UU, harus dengan segala pertimbangan matang. Hal yang sama terkait penanganan sengketa pilkada.
Bagir mengingatkan, salah satu asas negara hukum adalah tidak boleh banyak mengubah peraturan. Dengan demikian, warga negara mempunyai kepastian hukum. Di tanya mengenai kapan perkara sengketa pilkada bisa masuk ke MK,Bagir berpendapat sesuai kesiapan MK.
Setiap perkara baru sudah bisa didaftarkan di MK. Adapun sisa perkara yang belum selesai di MA,menurut Bagir, harus diselesaikan terlebih dahulu. Menanggapi kritikan Bagir, Wakil Ketua Komisi II DPR Fachruddin mengatakan, kinerja DPR tidak semuanya dilakukan tanpa pertimbangan. Dalam perubahan UU 32/2004 tentang pemerintahan daerah, DPR justru konsisten dalam melaksanakan instruksi sesuai perundang- undangan yang berlaku.
âKita melakukan perubahan terbatas atas UU 32/2004 atas instruksi dari MK terkait calon independen. Jadi kita justru konsisten,â kata Fachruddin. Perihal pembahasan revisi terbatas yang melebar, menurutnya hal itu implikasi dari perubahan yang dilakukan atas satu pasal.âYakalau kemudian melebar, itu imbas dari perubahan tersebut karena setiap perubahan akan berkaitan dengan pasal-pasal yang lain,â tandas Fachruddin.
Pengalihan sengketa pilkada dari MA ke MK, menurut dia, juga bentuk ko n s i s t e n s i DPR. Saat ini, rezim pilkada adalah pemilu sehingga sesuai dengan amanat UUD 45, setiap sengketa pemilu dialihkan ke MK.
âJadi bentuk inkonsistensinya di mana,â tanya Fachruddin. Mekanisme perubahan UU tidak atas dasar keinginan politik.UU diubah setelah melalui evaluasi dengan tenggang waktu yang lama. Jika memang UU sudah tidak sesuai, kata Fachruddin, sudah seharusnya diubah. Seperti diketahui, DPR telah mengesahkan revisi terbatas UU Pemda beberapa waktu lalu.
Sejumlah kalangan menyambut baik hasil revisi tersebut terutama dibukanya peluang calon independen ikut pilkada. Selainitu, calon incumbent yang akan maju dalam pilkada juga harus mundur dari jabatannya. Aturan lain, DPR menyepakati pengisian kekosongan jabatan wakil kepala daerah serta menyerahkan penyelesaian sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi. (rijan irnando purba/sofian dwi)
Sumber www.seputar-indonesia.com
Foto http://www.geocities.com/arry_musman/Arry_M_Fachry_Ramadhany_Monas_2005.htm