JAKARTA, HUMAS MKRI - Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPP) Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Kabupaten Melawi Kalimantan Barat, Supriadi melalui kuasa hukum Yuventus melengkapi berkas permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (28/5/2019) malam.“Hari ini kita lengkapi berkas permohonan Pemohon berupa bukti formulir C1, bukti Putusan Bawaslu, Surat Keputusan KPU Nasional, formulir DA1 dan formulir DAA1,” ungkap Yuventus.
Sebelumnya, Pemohon yang merupakan Caleg Perindo No. 1 untuk Dapil 4 Kecamatan Belimbing dan Belimbing Hulu Kabupaten Melawi merasa dirugikan dengan indikasi perubahan perolehan suara yang sebelumnya suara Perindo di atas perolehan suara Partai Golkar. Ternyata setelah pleno di kecamatan keadaan berbanding terbalik.
“Apa yang kami perjuangkan di kabupaten setelah kami mendapat putusan tidak terakomodir. Artinya melalui mekanisme undang-undang bahwa sengketa hasil pemilu, kewenangannya ada di Mahkamah Konstitusi. Oleh sebab itu klien memutuskan untuk mencari keadilan. Karena antara Pihak Terkait dengan Pemohon selisihnya hanya 35 suara. Kalau berdasarkan hasil situng, kalau kita jumlahkan, Perindo yang menang dengan 35 suara. Tetapi saat pleno di tingkat kecamatan, berbalik. Golkar yang menang dengan selisih 35 suara. Dugaan kami, ada permainan di tingkat kecamatan,” papar Yuventus.
Pada Selasa (28/5/2019) malam, MK juga kehadiran Ben Kogoya yang mewakili Kepala Suku Lapago Provinsi Papua Paus Kogoya. Kedatangan Ben bertujuan mencetak Akta Permohonan Belum Lengkap (APBL) karena menganggap permohonan yang diajukan belum begitu lengkap. Misalnya, berkas surat kuasa, penggandaan yang dibumbui materai, tidak ada alat bukti dan daftar alat bukti, dan lainnya. Selain itu Pemohon tidak memiliki rekomendasi dari DPP parpol. Pemohon hanya mendapat rekomendasi dari kepala suku.
Dalam gugatannya, Pemohon menilai Pemilu 2019 banyak kekurangan, hak-hak rakyat untuk dipilih tidak dilaksanakan. Panitia Pemungutan Daerah yang ambil-alih dan memenangkan hanya partai politik tertentu. Hak-hak rakyat yang seharusnya memilih, tidak diberi kesempatan untuk memilih.
“Sistem noken tidak dijalankan dengan baik. Karena semua surat suara dan kotak suara dibawa oleh Panitia Pemungutan Daerah sebelum mereka sampai di masing-masing TPS. Pada pemilu 17 April 2019 surat suara dan kotak suara hanya diperuntukkan bagi Kabupaten saja. Sedangkan untuk Provinsi DPR, DPD dan Presiden mereka tahan. Setelah itu kami tidak tahu kapan mereka coblos. Kebanyakan Panitia Pemungutan Daerah tidak melaksanakan pleno di tingkat distrik,” urai Ben.
Sebagaimana diketahui, Kepala Suku Lapago mengajukan permohonan pembatalan Keputusan KPU No. 23/SK.KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Anggota DPR dan DPRD secara nasional dalam Pemilu 2019 bertanggal 22 Mei 2019. Menurut Pemohon, proses pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara rakyat yang salah telah berpengaruh pada perolehan kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD di 6 Kabupaten Wilayah Adat Lapago.
“Hak-hak rakyat yang tidak diberi kesempatan dari penyelenggara itu yang kami kejar. Rakyat tidak memilih, hanya penyelenggara yang memilih,” ujar Ben yang menegaskan Pemilu 2019 bermasalah terjadi di Jayawijaya, Yahukimo, Mamberamo Tengah, Lani Jaya, Tolikara dan Puncak Jaya. (Nano Tresna Arfana/LA)