indopos.co.id - Di tengah gugatan Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto- Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap penetapan rekapitulasi hasil penghitungan dan perolehan suara tingkat nasional untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2019, di media sosial (medsos) beredar foto Ketua MK Anwar Usman bersalaman dengan Presiden Joko Widodo. Untuk memperjelas foto tersebut, INDOPOS melakukan penelusuran. Foto itu ternyata jepretan Staf Biro Pers, Media, dan Informasi, Sekretariat Presiden yang masih tayang di web presidenri.go.id.
Foto tersebut merupakan momen Presiden Jokowi menghadiri pengucapan sumpah atau janji Hakim Konstitusi Dr H Anwar Usman SH MH di Istana Negara, Jakarta pada Kamis, 7 April 2016. Tampak Jokowi bersalaman dengan Anwar dan memberikan ucapan selamat.
Anwar yang merupakan hakim konstitusi dari unsur Mahkamah Agung (MA) telah menuntaskan masa jabatan periode pertamanya pada 6 April 2016. MA lalu memperpanjang jabatan Anwar untuk periode keduanya, yakni 2016-2021 sebagai hakim konstitusi. Kemudian pada 2 April 2018, Anwar resmi menjabat sebagai Ketua MK periode 2018-2020. Dalam sengketa Pilpres 2019 yang ajukan Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi pada Jumat (24/5/2019) lalu, Anwar bakal memimpin sidang tersebut bersama delapan hakim konstitusi lainnya.
Lantas bagaimana ahli menganalisis foto Ketua MK dan Jokowi? Handoko Gani, instruktur Analisis Emosi (Human Lie Detector) yang memiliki sertifikasi operator alat sejenis Poligraf, Layered Voice Analysis (LVA) yang biasa dipakai intelijen, militer, antiteror, polisi, kehakiman, perusahaan keamanan di dunia menjelaskan, perihal foto jabat tangan tersebut.
Dalam paparannya yang disampaikan kepada INDOPOS, Senin (27/5/2019), Handoko berpesan agar tulisannya dimuat secara utuh agar menghindari salah penafsiran.
Tentang Jabat Tangan. Menurut dia, jabat tangan sendiri juga merupakan salah satu jenis yang sering sekali ‘dicitrakan’ manusia di seluruh dunia. Seorang pelamar kerja belajar cara berjabat tangan agar memberi kesan ‘ia seorang yang gigih, berkemauan kuat, dan sebagainya’. Seorang Donald Trump, presiden Amerika Serikat (AS) dengan gaya jabat tangannya yang khas memberi kesan kuat bahwa ia seorang yang perhatian dan siap mendukung presiden negara lainnya, asal mereka ada di pihaknya.
”Analisis jabat tangan adalah salah satu jenis analisis yang melihat maksud seseorang dari caranya berjabat tangan. Analisis ini dilakukan sekalipun dengan asumsi pejabat tangan sedang mencitrakan dirinya,” jelasnya.
Kemudian ‘Do and Don't’. Handoko menerangkan, analisis jabat tangan ‘jangan disamakan’ dengan analisis karakter seseorang berdasarkan cara jabat tangannya. Ini karena cara jabat tangan seseorang bisa jadi adalah pencitraannya. ”Dan Analisis karakter seseorang berdasarkan cara jabat tangannya adalah ibarat lukisan yang sangat-sangat abstrak, yang terkadang hanya pembuat analis saja yang bisa melakukannya,” ujarnya.
Lalu Presiden Jokowi. Handoko mengatakan, cara jabat tangan Jokowi disebut Tipe ‘Politician’ atau Politisi, dimana tangan kiri digunakan utk menepuk punggung telapak tangan lawan bicaranya. ”Tipe ini dikenal sebagai cara seseorang mencitrakan diri sebagai orang yang ‘perhatian atau memikirkan kepentingan orang lain,” ungkapnya.
Terakhir Ketua MK Anwar Usman. Handoko menganalisis, cara Ketua MK itu berjabat tangan juga merupakan sebuah budaya ‘santun atau segan atau hormat’ dan ‘rasa terima kasih’ mungkin atas ucapan atau perlakukan presiden. ”Soal pencitraan diri atau tidak, sekali lagi saya katakan, pencitraan diri dalam sebuah acara sosial, di hadapan seorang presiden, yang menggunakan cara jabat tangan ‘simpatik’ ala ‘politician handshake’ adalah sebuah hal yang normal,” ujarnya.
”Sama sekali tidak boleh melakukan analisis karakter dengan gestur Ketua MK tersebut. Apalagi meramal bahwa Anwar akan tunduk kepada pejabat (tinggi, Red) melalui jabatan tangan. Itu analisis yang ngawur 1.000 persen. Bahkan, fitnah terhadap pribadi dan atau institusi MK,” tegasnya.
Kepada INDOPOS, Juru Bicara (Jubir) MK Fajar Laksono kembali menegaskan, hakim MK akan menjaga independensi dan imparsialitas serta transparan dan akuntabel dalam seluruh rangkaian proses penanganan perkara. "Pasti. Independensi menjadi kemutlakan. Integritas dalam level tertinggi terus dijaga hakim konstitusi. Terkait dengan perilaku, ada Dewan Etik Hakim Konstitusi yang menjaga," ujarnya, Senin (27/5/2019).
Fajar menambahkan, MK akan menangani hasil pilpres sesuai aturan. "Penilaian orang banyak bisa saja subyektif dan berbeda-beda mengenai MK. Yang pasti, MK akan bekerja sesuai kewenangan konstitusionalnya. Semua permohonan itu akan diperiksa. Fakta yang ada itu bagaimana, alat bukti, itu yang akan dipertimbangkan hakim dalam memutuskan," tuturnya
Beberapa waktu lalu, Ketua MK Anwar Usman juga sudah menjamin independensi seluruh hakim konstitusi yang akan mengadili dan memutus perkara-perkara sengketa hasil Pemilu 2019. "Yang jelas independensi itu dijamin 100 persen, dari sembilan hakim konstitusi independensinya bisa dijamin," ujarnya di Gedung MK Jakarta, Kamis (23/5/2019) lalu.
Meskipun ada pihak yang akan mencoba mengganggu independensi para hakim, Anwar meyakini seluruh hakim konstitusi tidak akan terganggu. "Kami tidak terpengaruh oleh situasi di luar, yang jelas kami masing-masing bersembilan sudah berkomitmen untuk mempertahankan independensi," tandasnya.
Menurut Anwar, independensi para hakim sudah terbukti dari perkara-perkara yang diputus oleh MK. "Bisa dilihat bagaimana pendapat dan putusan kami dalam perkara-perkara yang sudah diputus," ujarnya.
Di medsos juga beredar video pidato Anwar saat mengucapkan sumpah jabatan di Gedung MK, Jakarta pada 2 April 2018. Dalam video berdurasi 13 menit itu, Anwar mengawali sambutan dengan kalimat ‘Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun’ atau ‘Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali’. Alasan Anwar mengawali pidato dengan kalimat itu karena meyakini bahwa suatu jabatan pada hakikatnya merupakan ujian dari Tuhan yang diberikan kepada hambanya.
Tak Bisa Diintervensi
Di tempat terpisah, Hamdan Zoelva, pakar hukum konstitusi menegaskan bahwa MK tidak dapat diintervensi oleh siapapun. Ini karena kedudukannya setara dengan lembaga-lembaga tinggi serta kepresidenan. "MK tidak dapat diintervensi siapapun,termasuk lembaga negara, aksi massa dan LSM-LSM. MK itu bekerja independen dan independensi ini adalah hak rakyat," ungkapnya kepada wartawan, Senin (27/5/2019).
Mantan Ketua MK itu mengungkapkan, tidak ada satu pun pemimpin lembaga negara yang mampu menekan lembaga konstitusi. "MK itu bebas. MK independen. Saya jamin dan garansi sebagai mantan hakim MK," tegasnya.
Hamdan juga menyatakan, MK juga sudah tidak terkait dengan partai politik tertentu. "Sejak saya dilantik, sudah tidak ada lagi yang berafiliasi dengan partai politik," imbuhnya.
Menurut Hamdan, dalam memutuskan perkara di MK, hakim konstitusi membuat putusan berdasarkan fakta. "MK itu independen, putusan sesuai fakta, tidak lihat siapa yang datang, tetapi apa persoalan," tandasnya.
Senada dengan Pakar Hukum dari Universitas Kristen Indonesia (UKI) Maruarar Siahaan. Mantan hakim MK itu juga mengatakan, MK menjaga independensi, integritas, dan martabat. Namun dia memprotes Ketua Tim Hukum Prabowo –Sandi, Bambang Widjojanto (BW) yang berharap MK tidak menjadi bagian dari pemerintah korup. "Walaupun tidak akan terintervensi, tapi ini berbahaya sekali. Dia (BW, Red) mau membangun opini apabila MK menolak gugatan kubu 02, lembaga ini korup dan bagian dari pemilu curang," katanya kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Rektor UKI itu mengatakan, framing opini sejenis juga terus-menerus digaungkan kubu 02 sejak sebelum pencoblosan 17 April, yakni 'hanya kecurangan yang bisa mengalahkan Prabowo-Sandi'. "Berbahaya sekali ini. Saya protes itu. Janganlah dibangun opini demikian," tegas Maruarar.
Dia meminta agar semua pihak tidak lagi membuat pernyataan yang justru bisa membuat akar rumput tidak kondusif hanya karena saat ini berkepentingan sebagai bagian dari kubu 02. "Pernyataan BW itu justru memanas-manasi akar rumput. Situasi begini berbahaya sekali," tandasnya.
Karena itu, Maruarar meminta BW dan semua pihak untuk menghormati MK. Terlepas dari kasus hukum yang pernah menjerat beberapa hakimnya, Maruarar meyakini MK saat ini sama sekali tidak bisa diintervensi, termasuk oleh pemerintah. "Jangan mengecilkan MK. Lembaga ini memiliki independensi dan integritas yang tinggi," tandasnya.
Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari menilai langkah BPN Prabowo-Sandi untuk memenangkan sengketa hasil pemilu di MK tidaklah mudah. Sebab, BPN perlu bukti yang cukup untuk meyakinkan majelis hakim atas dalil mereka. Sementara, saat mendaftarkan gugatan sengketa hanya membawa 51 alat bukti. "Hanya dengan menghadirkan 51 alat bukti yang itu tentu sangat kecil sekali ya," katanya saat dihubungi, Senin (27/5/2019).
Jika BPN menggunakan dalil yang berkaitan dengan perolehan suara, sambung Feri, maka untuk dapat mengubah pemenang pemilu, Prabowo-Sandi harus mampu membuktikan bahwa perolehan suara mereka lebih banyak dari suara Jokowi-Ma'ruf. Sementara berdasar hasil pemilu yang ditetapkan KPU, Jokowi-Ma'ruf unggul dengan 85.607.362 suara, perolehan suara Prabowo-Sandi 68.650.239. Selisih suara keduanya yaitu 16.957.123. Perbedaan perolehan suara itu dinilai cukup tinggi. Sehingga, tidak mudah bagi paslon nomor urut 02 mengubah hasil pemenang pemilu.
"Inikan membuktikannya tidak mudah karena setidak-tidaknya, menurut perhitungan matematika pemilu saya, akan dibutuhkan 100 ribu-200 ribu TPS yang masing-masing TPS membutuhkan 100 suara yang harus dialihkan ke kubu Prabowo, sehingga akan ada beralihnya 10 juta lebih suara dari kubu Jokowi menuju kubu Prabowo," paparnya Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas itu.
Melihat jumlah alat bukti yang dibawa BPN, Feri menduga dalil yang digunakan Prabowo-Sandi berkaitan dengan kecurangan pemilu terstruktur, masif, dan sistematis (TSM). "Ini juga tidak akan gampang, karena memang menjelaskan keterlibatan aparat penyelenggara pemilu, penyelenggara negara lainnya, sehingga menguntungkan pihak 01, itu juga tidak mudah. Kalau ada pun, belum tentukan jumlahnya itu akan memengaruhi hasil," katanya.
"Termasuk juga sistematis, apakah ini betul-betul terencana dari pusat hingga ke daerah-daerah, lalu dalam jumlah masif yang sebarannya akan luar biasa besar," sambungnya.
Masih Berkompeten
Sejatinya hakim harus mampu menunjukkan integritas dan keberanian dalam memutus perkara. Ini karena konteks penegakan hukum sebagai unsur kestabilan masyarakat dan negara tentu paling berat tanggung jawabnya. Terlebih hukum, hakim, dan keadilan merupakan trilogi yang tidak dapat dipisahkan dalam teori maupun praktiknya.
Dalam riwayat hadis Buraidah r.a. menceritakan Rasulullah SAW bersabda, ada tiga golongan hakim dua dari padanya akan masuk neraka dan yang satu akan masuk surga. Ialah hakim yang mengetahui mana yang benar dan memutuskan hukuman dengannya, maka akan masuk surga.
Namun hakim yang mengetahui mana yang benar, tidak menjatuhkan hukuman itu atas dasar kebenaran itu, maka akan masuk neraka, dan hakim yang tidak mengetahui mana yang benar, lalu menjatuhkan hukuman atas dasar tidak tahu maka akan masuk neraka pula. (H.R. Arba’ah).
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Karlie menilai kinerja hakim di Indonesia berdasar hadis tersebut. Hadis tersebut tidak dimaknai sebagai jumlah atau persentase, tapi mengenai tipologi. Ada tiga tipe hakim. Tipe pertama hakim masuk surga, dan tipe lainnya masuk neraka.
"Tipologi hakim yang masuk surga adalah sosok hakim yang memiliki kompetensi atau kapabel (dari pelbagai aspek, terutama aspek keilmuan, Red) dan mengaplikasikan pengetahuannya dalam setiap putusannya," ujarnya di Jakarta, Senin (27/5/2019).
Sementara tipe pertama yang masuk neraka adalah hakim yang memiliki kompetensi secara keilmuan hukum, tapi tidak memutuskan berdasarkan pengetahuannya. "Ini hakim curang. Sedangkan tipe kedua yang masuk neraka adalah hakim yang tidak kompeten dan kredibel. Dia tidak memiliki pengetahuan dan akibat ketidaktahuannya dia memutuskan secara salah," jelasnya.
Ia menjelaskan, pemahaman hadis itu bukan dari tiga hakim hanya satu yang masuk surga. Tapi dari tiga tipologi tadi yang masuk surga hanya satu tipe, yakni hakim yang kompeten dan kredibel. Lalu, hakim yang menguasai pengetahuan hukum/peraturan/peruuan (mumpuni) dan memutuskan secara jujur dan adil berdasarkan hukum dan peraturan yang ada.
"Hadis ini sejatinya menggambarkan kondisi dunia peradilan dari masa ke masa. Akan selalu ada ketiga tipologi ini. Hanya saja setiap daerah atau tempat berbeda-beda, ada yang lebih banyak tipe pertama, atau tipe kedua, atau ketiga," terangnya.
Seperti halnya di Indonesia, ketiga tipe hakim itu tentu ada. Hanya saja ia tidak bisa menyebutkan seberapa banyak atau mana tipe yang dominan di negeri ini, karena belum ada riset komprehensif atau menyeluruh terhadap semua hakim di Indonesia. "Yang ada praduga atau berdasarkan sejumlah kasus penyimpangan yang dilakukan oknum hakim. Ini tidak bisa menjadi dasar justifikasi bahwa hakim di Indonesia dominan tipe 1, atau 2, atau 3," bebernya.
Kendati demikian, ia meyakini bahwa hakim di Indonesia kredibel dan berkompeten. Di negara yang benar-benar negara hukum sebagai landasan ketertiban masyarakat tidak seorang pun yang kebal hukum. Begitu pula kekuasaan pemerintah dibatasi oleh norma-norma hukum dan diawasi oleh masyarakat.
"Saya yakin di Indonesia masih dominan tipe satu. Hakim yang kredibel dan kompeten. Kalau dibandingkan hakim tipe tiga masih lebih banyak tipe dua. Tapi kalau dibandingkan tipe satu maka lebih banyak tipe satu," ungkapnya.
Mengenai pernyataan Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto yang menyebut MK jangan menjadi mahkamah kalkulator. Ini mewanti-wanti agar MK tetap menjadi mahkamah keadilan dan mahkamah kejujuran. "Itu sekadar harapan saja. Buka meragukan majelis hakim MK. Warning saja agar lebih hati-hati, karena ekspektasi publik sangat besar," tuturnya.
TKN Konsultasi
Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra menyambangi Gedung MK, Senin (27/5/2019) untuk berkonsultasi mengenai teknis surat kuasa serta mekanisme menjadi pihak terkait dalam perkara sengketa hasil Pilpres 2019. "Saya selaku kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf tadi melakukan konsultasi terhadap panitera MK, apa yang dikonsultasikan sama sekali tidak masuk ke materi perkara. Tapi hanya menyangkut masalah teknis mengenai surat kuasa, mengenai kapan menyerahkan keterangan, dan apakah kami masih merasa perlu memohon untuk dijadikan sebagai pihak terkait," ujarnya.
Yusril mengatakan, tujuan dari konsultasi tersebut untuk memperlancar jalannya sidang perkara sengketa hasil Pemilu 2019 di MK. Terkait dengan keterangan yang akan diberikan pihak Jokowi-Ma'ruf dalam persidangan sengketa hasil Pemilu nanti, Yusril mengatakan, pihaknya masih menunggu hasil perbaikan permohonan yang sudah disampaikan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi. "Kalau sekarang belum bisa kami tanggapi karena kami sadar permohonan itu masih disempurnakan oleh beliau (Tim Hukum Prabowo-Sandi, Red)," ujarnya.
Yusril menambahkan, pihaknya akan melakukan telaah terlebih dahulu, dan apabila perbaikan permohonan dari pihak Prabowo-Sandi sudah dilakukan, maka draft keterangan pihak Jokowi-Ma'ruf baru akan disusun. Yusril bersama dengan perwakilan dari TKN Jokowi-Ma'ruf di antaranya Arsul Sani, Ade Irfan Pulungan, dan Juri Ardiantoro tiba di Gedung MK pada pukul 12.00 WIB.
Direktur Hukum dan Advokasi TKN Ade Irfan Pulungan mengatakan, tim hukum TKN yang akan menjadi pihak terkait dalam gugatan Prabowo–Sandi di MK sudah mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan untuk membantah gugatan. "Untuk bukti-bukti yang akan kami sampaikan ke dalam keterangan kami sebagai pihak terkait kami sudah identifikasi. Ini juga bukti-bukti mana saja yang nanti relevan terhadap jawaban kami sebagai pihak terkait untuk membantah bukti-bukti yang disampaikan oleh pihak pemohon dalam hal ini BPN 02," paparnya kepada wartawan di Gedung MK, Senin (27/5/2019).
BPN Mengacu Peristiwa
Sementara Anggota Dewan Pengarah BPN Prabowo-Sandi, Fadli Zon mengatakan, bukti dugaan kecurangan yang disampaikan BPN ke MK tetap mengacu pada sebuah peristiwa, bukan berita di media massa. "Berita di media itu mungkin hanya menunjukkan indikator dan laporan saja, bukan menjadi bukti. Bukti tetap mengacu pada apa yang sebenarnya terjadi," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, kemarin.
Dia menegaskan bahwa peristiwa adanya dugaan kecurangan dalam Pemilu merupakan bukti untuk disampaikan ke MK. Namun Fadli enggan merinci bukti-bukti apa saja yang disampaikan BPN dalam sidang gugatan hasil Pilpres 2019 di MK karena biarkan Tim Advokasi BPN yang membeberkannya. "Tim Advokasi BPN merupakan para ahli hukum yang mengenal dan mengetahui secara mendalam persoalan yang bersifat konstitusional," jelasnya.
Selain itu, Fadli enggan menanggapi pernyataan TKN Jokowi-Ma'ruf bahwa bukti yang disampaikan BPN tidak cukup, karena itu merupakan domain MK melakukan penilaian. Dia menyakini semua yang disampaikan Tim Advokasi BPN sudah melalui pertimbangan untuk membangun argumentasi yang kokoh untuk membuktikan apa yang disampaikan dalam pelaporan di MK. "Ini adalah jalan yang ditempuh dalam rangka mengurai apa yang menjadi konsentrasi banyak orang terkait dengan dugaan kecurangan sebelum, ketika, dan setelah Pemilu," ujarnya.
Dalam gugatan ke MK, Tim Hukum BPN menyerahkan 51 daftar bukti. Tim Hukum BPN Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) mengatakan, pelanggaran Pilpres 2019 hampir terjadi di seluruh wilayah, tapi ada beberapa konsentrasi di beberapa provinsi tertentu. Sebagaimana diketahui, hasil rekapitulasi KPU pada 22 Mei lalu mencatat Jokowi-Ma'ruf Amin menang di 21 provinsi, sedangkan Prabowo-Sandi menang di 13 provinsi. Ke-21 provinsi antara lain Gorontalo, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Bangka Belitung, Bali, Sulawesi Barat, Yogyakarta, Kalimantan Timur, Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, NTT, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Papua Barat, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Maluku, dan Papua.
Adapun 13 provinsi lain yang dikuasai Prabowo-Sandi, yakni Bengkulu, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Sumatera Barat, Banten, Aceh, NTB, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Riau. "Tim BPN sudah membunyikan (kecurangan terstruktur, Red), tapi mudah-mudahan Hakim (MK, Red) bisa membuktikan itu," kata BW.
Terkait dengan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU, mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mengatakan, KPU secara sadar meyakinkan dinyatakan bersalah melanggar prosedur. "Hari ini udah diubah belum? Hari ini belum dieksekusi. Kalau sudah dieksekusi siapa yang bisa mengontrol? Nah kalau KPU terlibat kecurangan apa yang bisa dipertanggunjawabkan?" tandasnya.
Ketika wartawan bertanya apakah BPN punya akses untuk melihat re-entry data? "Saya lawyer, saya bukan BPN. Justru kami ingin tahu. Kan kami sudah ajukan. Bahkan kami sudah menggunakan international expert untuk menguji itu," ujar BW.
Untuk gugatan sengketa ini, Bambang mengatakan, ada delapan kuasa hukum yang ditunjuk Prabowo dan Sandi untuk mengawal gugatan di MK ini. Namun dia belum bisa membeberkan argumentasi yang akan disampaikan. "Ada beberapa argumen penting yang kami ajukan yang belum diberitahukan. Mudah-mudahan jika sudah diregister bisa diakses publik," tegas pria yang pernah memimpin Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) ini.
"Inti permohonan itu misalnya, pertama, kami mencoba merumuskan apa benar terjadi satu tindakan kecurangan yang bisa dikualifikasi sebagai (dugaan kecurangan, Red) terstruktur, sistematis, dan masif (TSM)," katanya. Dugaan kecurangan TSM ini pernah diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), tapi tak diterima.
BW mengatakan, ada berbagai argumen dan alat bukti yang jadi pendukung untuk menjelaskan hal tersebut. Pihaknya juga mendorong agar MK bisa bekerja beyond the law atau di luar hukum. (wok/yah/dan/aen/ant)