JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan organisasi Reformed Center For Religion and Society, pada Kamis (23/5/2019). Mereka memberi pernyataan dukungan bagi MK dalam menghadapi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Legislatif (PHPU Pileg) dan Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (PHPU Pilpres) 2019.
Hal ini dikemukakan oleh Ketua Reformed Center For Religion and Society Benyamin Intan saat memberi kata sambutan dalam kunjungan tersebut. Pihaknya memberi dukungan moral serta doa yang tulus agar MK dapat menghadapi momen ini secara lancar. “MK akan mengambil putusan signifikan bagi bangsa. Agar dikuatkan saat mengambil keputusan oleh Tuhan YME,” jelasnya di Ruang Delegasi MK.
Benyamin menyebut Pemilu 2019 sangatlah menguras emosi karena tensi dan hubungan sesama anak bangsa menjadi panas. Harapannya, MK sebagai pemutus final hasil pemilu dapat berperan maksimal dan menjadi solusi bagi situasi ini, yakni dengan putusan yang adil bagi semua pihak.
Sementara Ketua MK Anwar Usman yang menyambut rombongan mengucapkan terima kasih atas dukungan tersebut. Hal ini jelas sangat berarti bagi MK karena menambah semangat untuk bekerja secara optimal. “Pekerjaan yang dilakukan MK tentu sangat berat. Namun ini adalah tugas dan kewajiban kami yang mesti dijalankan dengan amanah,” ujarnya. Artinya, kata dia, kehadiran teman-teman di sini sangat tepat. Menjadi penambah semangat yang signifikan.
Dia pun berharap nantinya proses sengketa di MK berjalan lancar juga tidak ada permasalahan yang berarti. “Kami berharap MK dapat menjadi perekat bangsa,” jelasnya.
Sesi Materi
Dalam agenda tersebut terdapat juga sesi diskusi dengan Hakim MK Manahan MP Sitompul. Dirinya membawakan materi terkait peranan MK dalam ketatanegaraan Indonesia. Manahan menyebut MK memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban berdasar UUD 1945. Kewenangan MK, antara lain menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Adapun kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Sebelum 1998, Indonesia berada dalam suasana yang tidak demokratis. Manahan menyebutkan kekuasaan presiden begitu kuat. Di sisi lain, produk UU dari parlemen tidak dapat dikoreksi dan dibatalkan. “Setelah era reformasi barulah terjadi perubahan fundamental ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan amendemen ketiga UUD 1945, lahirlah MK. Fungsi paling vital adalah dapat menguji konstitusionalitas suatu UU,” jelasnya.
Dalam kunjungan tersebut, peserta rombongan sempat berkeliling melihat ruang sidang dan kondisi tempat penerimaan perkara pemilu. Selain itu, mereka juga singgah di Pusat Konstitusi (Puskon) untuk melihat sejarah Indonesia. (Arif Satriantoro/LA)