Jakarta (www.hukumonline.com) - Setelah mentok di Depkumham, Dephut melemparkan kembali RUU Illegal Loging ke tangan DPR untuk menjadi RUU inisiatif DPR.
Kekayaan hutan Indonesia semakin hari semakin tergerus oleh aksi pembalakan liar (illegal logging), namun dasar hukum yang bisa dijadikan senjata untuk memberantas kejahatan tersebut tidak kunjung jelas proses pembentukannya. Niat positif ke arah sana sebenarnya sudah dirintis beberapa tahun lalu. Sayangnya, realisasi niat itu beberapa kali tertahan oleh birokrasi legislasi yang panjang.
Kabar kurang sedap itu disampaikan oleh Menteri Kehutanan MS Kaban. Ditemui sesuai pemeriksaan di KPK (7/4), Kaban menyatakan pemerintah akan kembali mengalihkan inisiatif RUU Illegal Loging kepada DPR. âSaat ini masih dalam telaahan Departemen Kehutanan,â ujar Politisi dari Partai Bulan Bintang ini.
Anehnya, ketika dimintai konfirmasinya (8/4), Direktur Harmonisasi Perundang-undangan Depkumham Wicipto Setiadi mengaku belum mendapat pemberitahuan mengenai hal ini. âSaya tidak tahu itu,â tukasnya.
Meski menyangkal, indikasi pengalihan inisiatif RUU Illegal Logging sebenarnya sudah lama terendus di Depkumham. Salah satu indikatornya, proses harmonisasi di Direktorat Harmonisasi Perundang-undangan sempat berkali-kali mengalami kebuntuan. Alhasil, Agustus tahun lalu Depkumham pun mengembalikan naskah RUU versi Dephut itu untuk direvisi ulang.
Wicipto mengatakan saat ini RUU Illegal Loging masih berkutat pada proses harmonisasi di Depkumham. Proses itu sedikit tertunda karena hingga kini pihak Dephut belum menyampaikan naskah perbaikan. âKami sudah mengingatkan agar segera menyampaikan perbaikan hasil harmonisasi. Tapi belum ada jawaban,â kata pria bergelar Doktor itu.
Hasil harmonisasi tahun lalu, kata Wicipto, disepakati bahwa RUU Illegal Loging akan lebih difokuskan pada upaya pencegahan (preventif). Sementara, upaya represif tetap didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang sudah ada yaitu KUHP dan UU Kehutanan. âSebab yang jadi masalah adalah penegakan hukum, bukan instrumen hukumnya,â ujar Wicipto.
Dihubungi terpisah (8/4), Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR Illegal Logging Azis Syamsuddin juga mengaku belum mengetahui informasi seputar pengalihan kembali inisiatif RUU Illegal Logging. Azis mengatakan awalnya RUU ini memang dijadikan inisiatif DPR namun pada perkembangannya dioper ke pemerintah. âKalau sekarang kembali dialihkan ke DPR lagi, saya belum dengar itu,â tambahnya.
Anggota Komisi III ini justru mengaku heran atas adanya informasi tersebut, karena jika memang benar dialihkan ke DPR seharusnya diketahui oleh Panja dan Komisi III yang membawahi bidang penegakan hukum. Sesuai aturan yang berlaku di DPR, apabila sebuah RUU dijadikan inisiatif DPR maka pertama kali pembahasannya akan ditangani oleh Badan Legislatif DPR. âSetelah itu, diserahkan ke Panja atau Komisi terkait,â ujarnya.
Hukuman maksimal
Berbeda pendapat dengan Wicipto, Kaban mengatakan pemberantasan illegal logging tidak cukup apabila hanya didasarkan pada KUHP. Menurut Kaban, KUHP tidak cukup untuk memberantas illegal logging karena ukuran hukuman maksimalnya tidak efektif. âSeharusnya ada hukuman minimal sehingga hakimnya tidak bisa bernegosiasi,â tukasnya.
Mantan Anggota Komisi IX DPR itu menyatakan karena UU Kehutanan sifatnya lex spesialis maka harus ada kekhususan dalam penanganan illegal loging, termasuk pengadilan dan aparat penyidik. âAgar perannya lebih optimal,â imbuhnya. Kekhususan itu, lanjut Kaban, agar tidak terjadi beda pemahaman terhadap peraturan-peraturan terkait Kehutanan dan RUU Illegal Loging.
harapan Kaban telah diakomodir oleh RUU Illegal Loging yang memperkenalkan sebuah pengadilan khusus bernama Pengadilan Khusus Pembalakan Liar. Walaupun bersifat khusus, pengadilan ini tetap berada dalam lingkungan peradilan umum. Untuk pertama kalinya pengadilan itu akan dibentuk di Jakarta Pusat, Makasar, Pontianak dan Medan.
Selain itu juga diusulkan pembentukan Unit Khusus Pemberantasan Pembalakan Liar (UKPPL). Rencananya, badan tersebut terdiri dari unsur kepolisian, kejaksaan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan instansi lain yang terkait.
Melalui UKPPL, nantinya kasus pembalakan atau illegal loging akan menjadi satu atap. Mulai dari penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ditangani oleh UKPPL. Namun, unit khusus ini berlaku khusus terhadap kasus yang merugikan negara lebih dari Rp1 miliar. Selain itu, tindak pidana pembabatan hutan itu melibatkan aparat penegak hukum dan TNI, serta menimbulkan keresahan di masyarakat. (Mon/Rzk)
Sumber www.hukumonline.com (09/04/08)
Foto http://warta.unair.ac.id/artikel/index.php?id=47