JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus tidak dapat menerima uji materiil Pasal 326 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), Selasa (21/5). Permohonan Perkara Nomor 71/PUU-XVI/2018 dinilai kabur oleh MK. “Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima,” jelas Ketua MK Anwar Usman didamping delapan hakim lainnya.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 71/PUU-XVI/2018 ini diajukan oleh Dorel Almir sebagai Pemohon I, Abda Khair Mufti sebagai Pemohon II, dan Muhammad Hafidz sebagai Pemohon III. Pemohon mempermasalahkan terkait UU Pemilu yang tidak mengatur pembatasan besaran sumbangan dana kampanye yang berasal dari salah seorang atau pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bersangkutan, maupun yang berasal dari partai politik kepada salah seorang atau pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkannya.
Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul saat membaca pertimbangan hukum, menyebut Mahkamah tidak memahami apa sesungguhnya yang dimohonkan oleh para Pemohon. Sebab petitum para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 326 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Dana Kampanye untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c UU 7/2017 yang berasal dari pasangan calon, partai politik dan/atau gabungan partai politik pengusul pasangan calon, atau pihak lain yang berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah, berupa pemberian atau sumbangan yang sah menurut hukum serta bersifat tidak mengikat”.
Petitum Pemohon ini, kata Manahan, justru sangat berkaitan erat tidak hanya dengan norma Pasal 325 UU 7/2017 sebagai rujukan pokoknya, melainkan juga dengan norma Pasal 327, Pasal 328, Paragraf 4 (Pasal 334 sampai dengan Pasal 339) mengenai Laporan Dana Kampanye, dan Ketentuan Pidana UU Pemilu.
“Jikapun permohonan Pemohon dianggap benar sehingga kemudian dikabulkan, ,permohonan demikian justru akan merusak konstruksi pengaturan mengenai dana kampanye, sehingga seharusnya permohonan para Pemohon dinyatakan tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.
Ditambah lagi, kata Manahan, Mahkamah memeriksa dan menemukan tidak ada relevansi antara alasan-alasan permohonan (posita) dan hal yang dimohonkan untuk diputus oleh Mahkamah (petitum). Dengan demikian, permohonan Pemohon adalah tidak jelas atau kabur. (Arif Satriantoro/LA)