JAKARTA, HUMAS MKRI - Pengujian Materiil Pasal 24 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat (1) dan ayat (4), Pasal 75 huruf a, dan Pasal 79 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dinyatakan tidak dapat diterima Mahkamah Konstitusi (MK) dan ditolak untuk selebihnya. Demikian amar Putusan Nomor 22/PUU-XVII/2019 yang dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman pada Rabu (20/5/2019) siang.
Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 22/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Guntoro. Pemohon merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 24 UU Jabatan Notaris karena sebagian substansi pasal tersebut dibatasi oleh peraturan di bawah Undang-Undang yang mulai berlaku sejak 20 April 2016. Akibat adanya pembatasan tersebut, Pemohon tidak dapat mengajukan Peninjauan Kembali (PK) menurut Pasal 24 UU Jabatan Notaris, padahal telah terjadi putusan praperadilan yang menyimpang secara fundamental dan fair trial dilanggar. Menurut Pemohon, ini mengakibatkan kerugian konstitusional selain Pemohon, seluruh warga negara turut dirugikan dalam hal hak untuk mendapat keamanan, kedamaian dan ketentraman hidup. Menurut Pemohon, hasil revisi Pasal 66 ayat (1) UU No. 2/2014 tetap bertentangan dengan konstitusi karena hanya merubah frasa “Majelis Pengawas Daerah menjadi Majelis Kehormatan Notaris”. Sebab substansi pokoknya justru malah makin telak menyulitkan tugas penyidik, penuntut umum, atau hakim, utamanya di seluruh daerah luar kota provinsi. MKN tersebut hanya terdapat di ibukota provinsi, selain di ibukota negara. Dalam kenyataannya, MKN selain tidak berkenan membuat surat persetujuan memeriksa notaris dan yang terjadi malah saling tunjuk menunjuk ke Majelis Pengawas Notaris Pusat (MPPN). Sedangkan Ketua MPPN tidak mengambil langkah konkret terhadap tidak dibuatnya putusan oleh MPW Jabar meski sidang etik telah diselenggarakan sejak 5 Juni 2018, Sekretaris MPW Jabar saling tunjuk ke KPK pula karena terkait Operasi Tangkat Tangan (OTT) terhadap Kalapas Sukamiskin sehingga Ketua MPW Jabar yang merangkap Kakanwil Jabar turut dicopot.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul, Mahkamah tidak menemukan adanya alasan sama sekali khusus mengenai permohonan tersebut yang berkaitan dengan petitum Pemohon. Dalam hal ini, Pemohon tidak menguraikan dengan jelas mengenai alasan yang menjadi dasar mengapa Pemohon beranggapan Pasal 75 huruf a dan Pasal 79 UU Jabatan Notaris bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian Mahkamah tidak dapat menemukan keterkaitan antara alasan-alasan permohonan (posita) dengan hal-hal yang dimohonkan untuk diputus oleh Mahkamah (petitum).
“Berdasarkan uraian di atas, telah terang bagi Mahkamah bahwa Pemohon tidak dapat menerangkan alasan yang menjadi dasar bahwa norma Pasal 75 huruf a dan Pasal 79 UU Jabatan Notaris bertentangan dengan UUD 1945, sehingga uraian Pemohon dalam menerangkan alasan pengujian norma a quo adalah kabur (obscuur),” jelas Manahan.
Sementara terkait dalil Pemohon yang menganggap bahwa Pasal 66 ayat (4) UU Jabatan Notaris bersifat redundant, karena secara substansi dianggap Pemohon sama dengan Pasal 66 ayat (3), menurut Mahkamah tidak tepat. Menurut Mahkamah, Pasal 66 ayat (4) UU Jabatan Notaris justru merupakan penegasan bahwa MKN tidak dapat menghalangi kewenangan penyidik, penuntut umum atau hakim dalam melakukan kewenangannya untuk kepentingan proses peradilan sebagaimana diatur dalam Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris. “Terlebih lagi ketentuan pasal a quo dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada notaris sebagai pejabat publik dalam melaksanakan tugasnya, khususnya melindungi keberadaan minuta sebagai dokumen negara yang bersifat rahasia,” ujar Manahan.
Terhadap permohonan Pemohon yang menginginkan agar Pasal 66 ayat (4) UU Jabatan Notaris dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, sebagaimana pertimbangan Mahkamah di atas, justru menurut Mahkamah Pasal 66 ayat (4) sangat diperlukan dalam menciptakan kepastian hukum yang adil terhadap batas kewenangan MKN memberikan persetujuan bagi penyidik, penuntut umum dan hakim dalam melakukan pemanggilan terhadap notaris ataupun memeriksa berkas-berkas lain untuk keperluan peradilan sebagaimana dimaksud Pasal 66 ayat (1) UU Jabatan Notaris. “Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dalil Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 66 ayat (1) dan ayat (4) UU Jabatan Notaris adalah tidak beralasan menurut hukum,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)