JAKARTA â Dewan Pers menolak pengesahan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang sudah gol digodok di parlemen pada 25 Maret silam. Alasannya, beberapa pasal akan membelenggu kebebasan pers, khususnya media online.
Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara mencontohkan, pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 dapat diartikan pers yang mendistribusikan karya jumalistik memuat penghinaan dan pencemaran nama baik dalam wujud informasi elektronik dan dokumen elektronik. Ancamannya, penjara paling lama enam tahun dan/atau denda sampai Rp 1 miliar.
Ia pun mengkritik regulator yang tak mengajak Dewan Pers dalam pembahasan. "Kalau undang-undang ini juga akan mengatur pers, kenapa kami tak diundang?" katanya seusai pertemuan dengan Departemen Komunikasi dan Informatika merespons Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik kemarin di gedung Dewan Pers, Jakarta.
Leo menganggap undang-undang baru penuh kerancuan yang bisa menyudutkan pers. Itu sebabnya, Dewan Pers segera mengirimkan surat kepada Presiden agar menunda pengesahannya.
Lembaga pengawas pers ini mendesak pembuatan peraturan pemerintah yang menjelaskan dan mengatur pelaksanaan undang-undang itu dikaitkan dengan pers. Dewan Pers juga akan berdialog dengan kepolisian dan kejaksaan untuk menghindari perkara akibat salah mengartikan isi undang-undang. Selanjutnya Dewan Pers menemui Mahkamah Konstitusi untuk membahas judicial review karena undang-undang itu mengkriminalisasi pers.
Departemen Komunikasi dan Informatika, diwakili Staf Ahli Hukum Edmon Makarim, menyatakan undang-undang yang tinggal menunggu pengesahan oleh Presiden ini tak bisa direvisi. "Kalau direvisi lagi, DPR yang akan marah, dong," ujarnya.
Edmon, yang dalam pertemuarn dihujani banyak pertanyaan dan kritik, menyesalkan sikap Dewan Pers. Menunut dia, undang-undang sama sekali tak menyebut "pers" atau "berita yang disiarkan oleh pers melalui jaringan Internet". Ia pun membantah undang-undang bermuatan politis. Aturan baru ini untuk melindungi masyarakat dari kejahatan-kejahatan melalui jaringan Internet atau ketika bertransaksi elektronik.
Undang-undang ini tak ditujukan kepada pers. Edmon meminta Dewan Pers jangan memandang hanya dari perspektif kekhawatiran, termasuk khawatir kepolisian atau kejaksaan akan memiliki persepsi berbeda. "Kami telah membahas ini di DPR."
Leo mengkritik bantahan Edmon bahwa undang-undang tak menyebutkan kata "pers" atau "berita". Menurut dia, berita-berita koran atau majalah juga disiarkan online melalui Internet. Ia mencontohkan tulisan "Ada Tomy di Tenabang?" di majalah Tempo. Benita yang kemudian dipersoalkan di pengadilan ini juga dimuat online di Tempointeraktif.[]WIDI NUGROHO
Sumber: HU Koran Tempo / Selasa, 8 April 2008
Foto: http://akuinginhijau.files.wordpress.com/2007/04/atm-online.jpg