JAKARTA, HUMAS MKRI - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (7/5/2019). Sebanyak delapan peserta rombongan melakukan studi banding terkait implementasi Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD). Mereka disambut langsung oleh Sekjen Mahkamah Konstitusi (MK) M. Guntur Hamzah beserta jajarannya di Ruang Rapat MK. Di awal diskusi, Guntur secara langsung memberikan pemaparan terkait SIKD.
SIKD, kata Guntur, merupakan pengelolaan dokumen atau arsip sejak penciptaan hingga penyusunan arsip dilaksanakan dengan memakai teknologi informasi dan komunikasi. Jenis dokumen dalam SIKD, yakni semua naskah dinas yang tercetak serta dokumen elektronik seperti surat elektronik dan naskah dinas dari laman MK.
Guntur menyebut tujuan SIKD untuk menjamin terwujudnya informasi pengelolaan arsip yang andal. Di sisi lain, SIKD juga menjamin keselamatan dan keamanan arsip lembaga. “Yang paling penting juga untuk meningkatkan pelayanan administrasi umum,” tegasnya.
Dengan penerapan SIKD, jelas Guntur, diharapkan ada perubahan yang fundamental. Misal tanda tangan basah menjadi tanda tangan digital, dokumen hardcopy menjadi softcopy, waktu kerja terbatas menjadi tidak terbatas, serta limited space menjadi borderless.
Guntur menyebut latar belakang MK menerapkan SIKD yakni mengikuti perkembangan zaman dimana teknologi informasi berkembang sangat cepat. Hal ini juga sejalan dengan program Nawacita Pemerintah, yakni membangun tata kelola pemerintah yang bersih, efektif, demokratis, serta terpercaya. “Selain itu, juga sejalan dengan reformasi birokrasi. Dimana mendorong peningkatan transparansi akuntabilitas dan pengembang system pemerintah berbasis elektronik,” jelasnya.
SIKD, kata Guntur, adalah bagian dari penerapan electronic office (e-Office) yang sudah mulai digagas sejak 2008. Saat itu, bernama Sistem Informasi Disposisi Elektronik (SIMDOK). Namun pada 2012, diberhentikan sebab belum maksimal. Selanjutnya, baru pada 2016, MK menerapkan program SIKD dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan diimplementasikan pada 2017. “SIKD yang ada di MK bersifat open source dan tidak berbayar,” jelasnya.
Guntur menyatakan implementasi SIKD dilakukan bertahap di MK. Pertama, adalah penyesuaian pada 2016. Selanjutnya, instalasi, pelatihan administrator, sosialisasi, uji coba terbatas, penyusunan modul operasional, pelatihan serta penggunaan ke user, implementasi awal, dan terakhir monitoring juga evaluasi penggunaan aplikasi.
Ke depan, Guntur menyebut akan ada beberapa penyempurnaan sistem ini. Saat ini sedang dikembangkan aplikasi dengan modul naskah dinas bertanda tangan elektronik. (Arif Satriantoro/LA)