JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan tidak berwenang mengadili Sengketa Kewenangan Lembaga Negara (SKLN) yang dimohonkan Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Farouk Muhammad (Pemohon I) yang menjabat sebagai Wakil Ketua DPD RI Periode 2014 – 2019 serta Nurmawati Dewi Bantilan (Pemohon II) yang menjabat sebagai Anggota DPD RI Periode 2014 – 2019. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Putusan Nomor 1/SKLN-XVII/2019 ini yang dibacakan pada Selasa (30/4/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pembacaan ketetapan perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman membacakan bahwa para Pemohon bukanlah lembaga negara, melainkan adalah pimpinan DPD yang melaksanakan kewenangan DPD Periode 2014-2019. Adapun Termohon (Pimpinan DPD RI Periode April 2017 – September 2019) juga bukan merupakan lembaga negara, melainkan adalah pimpinan DPD yang melaksanakan kewenangan DPD Periode 2017-2019. Di samping itu, objek yang dipersengketakan juga bukan merupakan hal yang terkait dengan kewenangan DPD yang diberikan oleh UUD 1945, yang diambil alih oleh lembaga negara lain. Melainkan sengketa internal mengenai pemberhentian Pemohon I dan Pemohon II sebagai Wakil Ketua DPD yang tidak dapat dilepaskan dari dimensi personal antarpihak yang bertikai.
Menurut Mahkamah, lanjut Anwar, dalam pertimbangan hukum bahwa permohonan para Pemohon tidak termasuk ke dalam sengketa kewenangan lembaga negara, yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Pasal 61 UU MK, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 04/SKLN-IV/2006. Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, terhadap permohonan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 48A ayat (1) huruf 7 a UU MK, Mahkamah tidak berwenang mengadili permohonan para Pemohon a quo sehingga sesuai dengan Pasal 48 ayat (2) UU MK Mahkamah menerbitkan Ketetapan. “Menetapkan, menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili permohonan para Pemohon,” ucap Anwar dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Sebelumnya, para Pemohon menjelaskan bawa Termohon telah mengambil dan merugikan kewenangan konstitusional para Pemohon yang diberikan Pasal 22C ayat (3); Pasal 22D ayat (1), ayat (2), dan ayat (3); Pasal 23 ayat (2); Pasal 23E ayat (2); dan Pasal 23F ayat (1) UUD 1945 yang sedang dijalankan sejak 4 April 2017. DPD RI merupakan lembaga negara yang terdiri dari unsur anggota DPD RI yang telah dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Melalui proses pemilihan umum tersebut kemudian anggota DPD RI yang terpilih dari tiap provinsi melakukan pemilihan ketua pimpinan dengan mengikuti masa jabatan keanggotaannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPD RI Nomor 1 Tahun 2014 yang diperkuat dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 20P/HUM/2017. Selanjutnya, dibentuklah alat kelengkapan lain guna mendukung kinerja pimpinan dalam menjalankan lembaga selama lima tahun. Sedangkan Termohon adalah lembaga DPD dengan pimpinan baru dengan masa jabatan 2,5 tahun, yakni April 2017 – September 2019 dan hal tersebut ditetapkan tanggal 4 April 2017 sebagai pimpinan setelah dikeluarkannya Putusan MA 20P/HUM/2017. Artinya, hal inilah merupakan indikator sederhana telah terjadinya pengambilalihan kewenangan kekuasaan secara tidak sah.
Selanjutnya, para Pemohon juga menilai pengambilalihan ini terkait dengan tidak dapat terpisahkannya antara pimpinan dengan kelembagaan, selama pimpinan belum ditetapkan secara sah, maka lembaga DPD RI pun belum dapat melaksanakan kewenangan konstitusionalnya. Sebagai pimpinan lembaga majemuk, unsur mutlak yang harus dipenuhi adalah pimpinan yang sah secara hukum. Hal ini dikarenakan pimpinan merupakan satu-satunya alat kelengkapan yang bisa memimpin sidang DPD RI dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan serta menyampaikan laporan kinerja dalam sidang paripurna DPD RI sesuai Pasal 261 UU MD3. Akibat munculnya Termohon, telah terjadi dua lembaga negara atau kloning sehingga berujung pada sengketa dalam melaksanakan kewenangan antara Termohon dan para Pemohon.
Berdasarkan dalil yang dimohonkan, pada petitum, para Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan sah para Pemohon sebagai Pimpinan DPD RI Periode 2014 – 2019. Selain itu, Pemohon meminta agar Mahkamah memulihkan hak-hak para Pemohon selaku ketua dan anggota dalam kedudukan dan harkat martabatnya dalam keadaan semula. (Sri Pujianti/LA)