JAKARTA, HUMAS MKRI - Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu melakukan uji materiil Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), Senin (29/4/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Mereka meminta agar pejabat BUMN khususnya Pertamina tak dapat dikenakan sanksi pidana jika melakukan tindakan yang dapat merugikan keuangan negara.
Arie Gumilar serta Dicky Firmansyah selaku ketua dan sekjen dari Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu menjadi Pemohon Perkara Nomor 32/PUU-XVII/2019 tersebut. Mereka mempermasalahkan frasa “Setiap Orang” dan “Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. Pasal 3 menyatakan, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
Janses E Sihaloho selaku kuasa hukum menyinggung tentang business judgement rule yakni sebuah doktrin bahwa keputusan seorang direksi tidak dapat diganggu gugat. Meskipun keputusan tersebut dapat mengakibatkan perseroan mengalami kerugian.
“Keputusan direksi yang optimal tentu menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Namun jika tidak memperoleh hasil sebagaimana mestinya, maka hal tersebut dipandang sebagai resiko bisnis,” tegasnya.
Selain itu, Janses menyebut jika BUMN menjalankan usaha sama seperti badan usaha lainnya yakni berupaya untuk mencari profit. Jika ditinjau dari aspek hukum perusahaan, direksi diberi kewenangan untuk mengambil langkah untuk membuat keputusan bisnis.
“Kewenangan tersebut dilindungi hukum tak dapat diganggu gugat. Dimana putusan tersebut diambil dengan itikad baik, sesuai ketentuan yang berlaku, rasional, dan tak mengalami benturan kepentingan,” jelasnya.
Lebih lanjut, kata Janses, aksi korporasi yang dilakukan pejabat Pertamina tergolong bersifat Perdata. Sehingga tidak dapat dilakukan pengenaan tindak pidana.
Melihat Permohonan
Hakim Konstitusi Saldi Isra meminta Pemohon untuk mempelajari beberapa putusan MK. Hal ini untuk mengecek apakah perkara serupa sudah pernah diputus MK ataukah belum. “Ini bisa untuk memperkuat Permohonan yang diajukan Pemohon,” jelasnya.
Adapun jika sudah ada perkara serupa, kata dia, maka Pemohon mesti memperhatikan beberapa hal, di antaranya Pemohon mesti menjelaskan perbedaan tentang dasar pengujian dibandingkan perkara sebelumnya.
Di sisi lain, Saldi juga mengkritisi hal lainnya terkait permintaan pengecualian tidak dapat dipidana bagi Pejabat BUMN. “Bisa-bisa nanti profesi lain meminta hal yang sama misal Pegawai Negeri Sipil (PNS). Aturan yang ada nanti bisa kehilangan sifat erga omnes,” tegasnya.
Tak lupa, Saldi juga meminta bagian kesimpulan dihapus. Sebab dalam format baku permohonan MK tidak ada bagian ini. Hal ini, kata dia, bisa dimasukan dalam rangkaian Posita. Sementara Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul meminta bagian fakta hukum dihapus saja karena tidak diperlukan.
Terakhir, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan norma dalam UU sifatnya berlaku umum. Tidak bisa penerapannya dibuat untuk individual konkret. “Saudara meminta aturan ini dikecualikan spesifik untuk BUMN Pertamina. Mestinya yang dipermasalahkan adalah apa ada persoalan konstitusionalnya. Bukan justru membawa kasus konkret,” tandasnya. (Arif Satriantoro/LA)