JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pertama uji materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI di Ruang sidang Panel MK pada Senin (29/4/2019). Perkara yang teregistrasi Nomor 33/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan Marsudi yang merupakan pensiunan BUMN yang menyatakan Pasal 36 ayat (1) huruf g UU Ombudsman bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo, Pemohon menyatakan Pasal 36 ayat (1) huruf g UU Ombudsman yang berbunyi “Ombudsman menolak laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dalam hal: ... tidak ditemukannya mal administrasi,” merugikan hak konstitusionalnya.
Marsudi yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum, menyampaikan pada kasus konkret bahwa sebagian tanah Pemohon dijadikan fasilitas umum sesuai dengan Pasal 6 UU Pokok Agraria (UUPA). Dalam UU tersebut, jelas Marsudi, dinyatakan semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, namun untuk tanah hak milik juga harus dikenakan Pasal 18 UUPA bahwa apabila digunakan untuk kepentingan umum hak atas tanah tersebut dapat dicabut dengan ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang. Namun, pada kenyataannya, dirinya selaku salah satu ahli waris terhadap sebidang tanah yang telah digunakan untuk fasilitas umum, tidak mendapatkan ganti rugi.
Terhadap kerugian tersebut, Marsudi melaporkan pada Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta dengan diperoleh Surat Lembaga Ombudsman Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 15/L/LODDIY/I/2013 tanggal 9 Januari 2013, yang menyatakan telah terjadi mal administrasi. Akan tetapi, Laporan dari Surat Keputusan Ombudsman RI Nomor 133/SRT/0167.2018/AA116/Tim4/11/2019 tanggal 11 Februari 2019 menyatakan tidak terjadi mal administrasi, yang dipedomani atas Laporan BPN Kota Yogyakarta yang menyebutkan berkas Pemohon atas sebidang tanah yang disengketakan tersebut ke BPN Yogyakarta tidak dilengkapi Akta Pembagian Hak Bersama (APHB) sebagai sarana pemecahan sertifikat.
“Saya merasa ditipu, saat di PPAT saat mengurus surat tanah ternyata berkasnya berlaku pribadi. Saya laporkan ke ombudsman daerah, dikatakan telah terjadi maladministrasi, tapi dari Ombudsman RI malah tidak ada mal administrasi, padahal saya membayar pajak atas tanah itu dan saya tidak dapat ganti rugi atas penggunaan fasilitas umum, tapi saya tidak bisa memperjuangkan hak saya atas tanah itu,” jelas Marsudi.
Untuk itu, melalui petitumnya, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan materi muatan Pasal 36 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI bertentangan dengan UUD 1945.
Sistematika Permohonan
Terhadap permohan ini, Enny menyampaikan perlu Pemohon mempelajari lebih lanjut sistematika dari permohonan yang diajukan ke Mahkamah. Mulai dari format sampai pada pertentangan norma yang diujikan dengan UUD 1945. “Tolong sesuaikan formatnya karena di MK harus jelas pertentangan normanya. Apabila yang diajukan kasus konkret, maka bukan kewenangan MK. Oleh karena itu, harus jelas sekali, apa anggapan kerugian hak konstitusional, apakah kemudian aktual atau potensial dialami pemohon,” jelas Enny.
Hakim Konstitusi Suhartoyo mempertanyakan kasus konkret yang dialami Pemohon yang sebenarnya dapat saja diupayakan ke pengadilan negeri. Mengingat tidak ditemukannya pertentangan norma dengan hak konstitusional Pemohon. Sedangkan Wahiduddin mengingatkan Pemohon untuk benar-benar memahami sebuah perkara diuji di MK karena adanya pertentangan dengan UU-nya dengan UUD 1945. “Kalau mengenai Ombudsman RI dikenakan denda atas apa yang diputuskannya, itu bukan perkara yang bisa diajukan ke MK,” jelas Wahiduddin.
Sebelum mengakhiri persidangan, Enny mengingatkan agar Pemohon menyempurnakan permohonan dan menyerahkan selambat-lambatnya pada Senin, 13 Mei 2019 pukul 11.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (Sri Pujianti/LA)