CISARUA, HUMAS MKRI - Pers merupakan kekuatan keempat dari pilar demokrasi setelah eksekutif, legislatif, yudikatif. Hal ini dikarenakan pers merupakan kekuatan penyeimbang dari tiga ranah kekuasaan dan menjadi kanal-kanal atau saluran bagi rakyat dalam menyampaikan aspirasinya. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Kurniasih Panti Rahayu dalam penutupan Sosialisai Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga negara Bagi Wartawan Se-Indonesia, pada Kamis (25/4/2019) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor.
Kurniasih menyebut kegiatan ini, MK mengambil inisiatif untuk memperkuat kompetensi pemahaman wartawan sebagai salah satu modal sosial bangsa Indonesia untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang beraih, konstruktif dan inovatif.
“Diharapakan profesi wartawan mampu menciptakan framing media yang menggiring opini yang positif daripada negatif, tidak menyebarkan berita berita atau isu yang belum terverifikasi kebenarannya. Dan menulis berita yang berkualitas dan mampu dipertanggungjawabkan baik kepada publik maupun kepada Tuhan Yang Maha Esa,” ujar Kurniasih di hadapan 118 peserta.
Selain itu, Kurniasih juga berharap agar wartawan memmbekali dirinya sendiri dengan paradigma yang berlandaskan nilai nilai pancasila dan UUD 1945. Sehingga ketika menjalankan profesinya, wartawan mampu memilah milah hal yang buruk serta memecah-belah persatuan dan kesatuan. Tak hanya itu, agar wartawan mampu memberikan sosialisasi terkait mahkamah konstitusi dan kewenangannya.
Konstitusi dan Konstitusionalisme
Pada hari ketiga penyelenggaraan sosialisasi, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Padjajaran Susi Dwi Harijanti memaparkan materi mengenai “Konstitusi dan Konstitusionalisme”. Dalam pemaparannya, Susi menjelaskan latar belakang perubahan UUD 1945 pada 1999-2002. Ia menjelaskan pada masa reformasi, tidak lengkap jika Konstitusi juga tidak direformasi. Kala itu, muncul pemikiran UUD 1945 merupakan landasan dasar penyelenggaraan negara jadi harus diubah.
Menurut Susi, ada beberapa alasan yang melatarbelakangi perlunya perubahan UUD 1945. Pertama, UUD 1945 diubah karena memberikan kewenangan kepada Presiden terlalu besar. Kemudian, Presiden juga menjadi mandataris MPR.
“Selain itu, pada masa itu masih belum maksimal penerapan mekanisme checks and balances.Kemudian, banyak ketentuan dalam UUD sebelum amendemen masih bersifat multitafsir. Memberikan delegasi untuk membentuk undang-undang tapi tidak jelas arahannya,” paparnya di hadapan sekitar 130 wartawan se-Indonesia.
Susi pun meminta agar insan pers menjadi agen penyampaian budaya hukum kepada masyarakat. Menurutnya, budaya hukum merupakan bagian penting dari konstitusi dan konstitusionalisme.
Hubungan MK dengan Pers
Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri Fajar Laksono memberikan materi tentang “Sistem Penyelenggaraan Negara Menurut UUD 1945 dan MK dala Sistem Ketatanegaraan RI”. Di awal pemaparannya, Fajar hendak memperjelas hubungan antara Mahkamah Konstitusi dengan pers. Etos judicial classicmemegang prinsip pengadilan tidak perlu terlalu terbuka kepada pers, sementara prinsip lainnya menjelaskan pengadilan harus sering berhubungan dengan pers. Akan tetapi, Fajar menyebut Mahkamah Konstitusi menyediakan segala informasi ke dalam lamannya (www.mkri.id), tetapi belum tentu semua masyarakat mengetahui dan memahami. “Meski pengadilan sudah membuka informasi selengkap mungkin, pengadilan tetap membutuhkan pers,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Fajar juga menyinggung mengenai pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. Ia menguraikan penyelenggaraan Pemilu Serentak memang berdasarkan Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013. Oleh karena itu, ia menjelaskan Ketua MK Anwar Usman merasa bersalah dengan penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 yang secara tidak langsung merupakan pelaksanaan putusan MK tersebut. Padahal, menurut Fajar, kisruh pemilu yang terjadi bukan dikarenakan norma, melainkan akibat implementasi. “Sama sekali bukan karena norma atau putusannya, tetapi penerapannya di lapangan,” sambungnya.
Hadir pula dalam kesempatan tersebut, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanudin Judhariksawan yang menyampaikan materi mengenai “Jaminan Hak Konstitusional Warga Negara dalam UUD 1945”. Sementara Panitera Pengganti MK Achmad Edy Subiyanto memaparkan materi mengenai “Hukum Acara, Mekanisme, Tahapan, dan Jadwal Penyelesaian Perkara PHPU Tahun 2019”. Selain itu, peserta juga diberikan materi oleh Dewan Pers terkait pelanggaran-pelanggaran berita selama Pemilu Serentak 2019.
Sebelumnya pada Selasa 23/4/2019), para peserta mendapat materi peningkatan wawasan kebangsaan serta reaktualisasi dan implementasi nilai-nilai Pancasila melalui experiental learning. Dalam kegiatan yang berlangsung selama empat hari tersebut, para peserta terjun langsung ke masyarakat dan menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila dengan sejumlah misi yang ditentukan. Sosialisasi ini dilakukan dengan membuat sebuah video dengan tema yang ditentukan, mengumpulkan masyarakat untuk menyosialisasikan nilai-nilai Pancasila, dan lainnya. (Lulu/Panji)