PADANG, HUMAS MKRI - Ketua MK Anwar Usman bersama Hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna dan Suhartoyo menjadi pembicara dalam Kuliah Umum yang bertema “Konstitusi dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”. Kegiatan tersebut digelar di Convention Hall Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Jumat (12/4/2019).
Dalam acara tersebut, Anwar mengatakan bahwa sejarah telah mencatat bahwa kelahiran MK dipengaruhi oleh pemikiran tokoh dari Sumatera Barat yang juga sekaligus pendiri Universitas Andalas Padang, yaitu Muhammad Yamin. “Beliaulah sebenarnya yang pertama kali memiliki gagasan bahwa pada balai agung (dulu Mahkamah Agung Namanya) dibentuk sebuah lembaga untuk melakukan judicial review,” ujar Anwar dihadapan para peserta kuliah umum dan Wakil Rektor I Dahrianus, Dekan Fakultas Hukum Busra Azheri serta Ketua Bagian Hukum Tata Negara Afriani.
Sehingga, lanjut Anwar, Muhammad Yamin yang melahirkan gagasan itu. Tetapi, Soepomo ditolak dengan alasan waktu itu masih sidang BPUPKI dalam rangka persiapan kemerdekaan Indonesia dan tenaga sarjana hukum masih kurang. Menurut Anwar, proses berlanjut sampai dengan adanya amendemen 1999 hingga 2002 yang pelaku sejarahnya, antara lain Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Kemudian, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengatakan, banyak pihak tidak menyadari ketika perubahan konstitusi dilakukan. Adanya perubahan yang semula sistem ketatanegaraan Indonesia menganut supremasi DPR menjadi supremasi konstitusi. Menurutnya, perubahan itu merupakan penjabaran yang berpatok pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) khususnya alinea keempat. “Pesan alinea keempat pembukaan UUD 1945 bahwa kita mencita-citakan Indonesia sebagai negara yang berkedaulatan rakyat,” ujar Palguna.
Lebih lanjut Palguna mengatakan, salah satu kewenangan MK sebagai penjaga UUD, penjaga supremasi konstitusi. Hal ini untuk menjaga konstitusionalitas UU. Menurutnya, dalam pengujian UU ada beberapa poin yang harus diperhatikan salah satunya, yaitu siapa yang mengajukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 tersebut.
Sementara Hakim Konstitusi Suhartoyo mengatakan siapapun bisa mengajukan pengujian UU ke MK, tidak hanya seorang advokat. “Meskipun belum jadi advokat, adik-adik bisa berperkara di MK, baik kuasa hukum mewakili kepentingan pemohon ataupun suatu saat mewakili pemerintah apabila pemerintah memberikan kuasa atau sebagai wakil dari pihak terkait,” ujar Suhartoyo di hadapan para Mahasiswa yang mengikuti kuliah umum tersebut. Selain itu, dia mengatakan, bahwa semua UU menjadi hukum materiil MK. (Utami/LA)