JAKARTA, HUMAS MKRI - Perbedaan pendidikan formal dan nonformal tidak cukup hanya dilihat dari definisi tanpa melihat konsep, konten, konteks, dan kebijakan bahkan filosofi serta paradigma. Konsep terstruktur dan berjenjang dalam pendidikan formal merujuk pada jenjang dan jenis pendidikan secara horizontal dan vertikal. Sedangkan, pendidikan nonformal memiliki banyak bentuk, struktur, dan tidak bisa digeneralisasi, bahwa PAUD nonformal tersebut tidak terstruktur dan tidak berjenjang. Hal tersebut diuraikan Yoyon Suryono selaku Ahli Pemerintah dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) di Ruang Sidang Pleno MK pada Selasa (2/4/2019).
“Oleh karena itu, ada perbedaan nyata antara pendidikan formal dan pendidikan nonformal dari sisi konsep, konten, konteks, dan kebijakan yang berimplikasi pada perbedaan pendidik atau guru,” jelas Yoyon terkait sidang Perkara Nomor 2/PUU-XVII/2019 yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Adapun dari sisi filosofi dan paradigma, pendidikan formal dilandasi oleh filosofi behaviorism dan progresivism, sedangkan pendidikan nonformal dilandasi oleh filosofi humanisme dan kritisisme. Pendidikan formal menganut paradigma akademik dan pendidikan nonformal menganut paradigma pendidikan, yakni kehidupan serta menempatkan manusia dalam konteks masyarakat dan budaya.
Di samping itu, Yoyon pun berpandangan bahwa dari sisi faktual bahwa PAUD formal berbeda dengan PAUD nonformal. Bahwa PAUD formal sudah memasuki wilayah profesionalisme dengan atribut standarisasi dan akreditasi yang ketat. Sementara PAUD nonformal masih berada di wilayah sosial maupun belum perlu distandardisasi dan diakreditasi yang ketat. Demikian pula dengan profil pendidiknya sehingga pendidik PAUD formal berbeda dengan pendidik PAUD nonformal.
Dikelola Masyarakat
Terkait dengan dalil Pemohon yang menyatakan adanya perlakuan diskriminatif yang berimplikasi pada akses kesejahteraan, keadilan, dan kepastian hukum, Yoyon menyampaikan sedikitnya satuan PAUD yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah karena sebagian besar diselenggarakan dan dikelola oleh masyarakat. Pendidik PAUD nonformal memiliki hubungan kerja dengan penyelenggara dan pengelola satuan PAUD nonformal yang bersangkutan. Oleh karena itu, peran penyelenggara dan pengelola satuan PAUD yang didirikan oleh masyarakat perlu didukung oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan tidak menghilangkan kewajiban dan tanggung jawab para penyelenggara dan pengelola PAUD yang didirikan oleh masyarakat untuk secara terus-menerus dengan kemampuan yang dimiliki untuk memajukan PAUD yang diselenggarakan pengelolanya.
“Sehingga dalam konteks ini, pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus terus berupaya mendorong dan membantu ke arah peningkatan kualifikasi dan kompetensi pendidikan dalam batas-batas tertentu termasuk pula dengan meningkatkan insentif,” saran Yoyon terhadap perkara yang dimohonkan Anisa Rosadi yang berprofesi sebagai guru PAUD nonformal.
Sebelumnya, Pemohon menyebutkan pasal-pasal yang diujikan merugikan hak konstitusionalnya karena hanya mengakui bahwa guru hanyalah pendidik pada PAUD formal, sedangkan pendidik pada PAUD nonformal secara hukum tidak diakui sebagai guru. Akibatnya, Pemohon tidak mendapatkan jaminan untuk mengembangkan kompetensi seperti sertifikasi guru dan jaminan kesejahteraan seperti gaji pokok, tunjangan fungsional, dan tunjangan khusus lainnya. Untuk itu, melalui petitum, Pemohon memohonkan agar Mahkamah menyatakan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “termasuk pula Pendidikan Anak Usia Dini pada jalur nonformal”. (Sri Pujianti/LA)