JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Ruang Sidang Panel MK pada Selasa (2/4/2019). Perkara yang teregistrasi Nomor 26/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan oleh Ketua KPU Kabupaten Kepulauan Aru Victor F. Sjair (Pemohon I) dan Ketua KPU Kabupaten Maluku Tenggara Barat Johanna Joice Julita Lololuan (Pemohon II). Sidang perdana perkara ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Manahan M.P. Sitompul.
Para Pemohon mendalilkan Pasal 10 ayat (1) huruf b yang berbunyi “Jumlah anggota KPU Provinsi sebanyak 5 (lima) orang atau 7 (tujuh) orang“ dan Pasal 567 ayat (1) yang berbunyi “Masa jabatan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota serta Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota yang terpilih setelah berlakunya undang-undang ini adalah tetap 5 (lima) tahun“ bertentangan dengan UUD 1945.
Yustin Tuny selaku salah satu kuasa hukum para Pemohon menyampaikan bahwa Pemohon I dan II adalah perseorangan warga negara dalam jabatan sebagai Ketua merangkap Anggota KPU Kabupaten yang masa jabatannya berakhir pada 28 Maret 2019 berdasarkan Surat Keputusan KPU Provinsi Maluku Nomor 20/Kpts/MPU-MAL-028/III/2014 Tanggal 28 Maret 2014 tentang Pengangkatan Anggota KPU Kabupaten Kepulauan Aru Periode 2014 – 2019. Pada kasus konkret Pemohon I merupakan calon Anggota KPU Provinsi Maluku Periode 2019 – 2024 yang wilayah administrasinya terdiri atas wilayah kepulauan. Dengan berlakunya Pasal 10 ayat (1) huruf b UU Pemilu yang menyatakan anggota KPU Provinsi berjumlah 5 orang, maka menurut para Pemohon hal tersebut tidak dapat didasarkan pada kriteria jumlah penduduk, luas wilayah, dan jumlah wilayah administrasi pemerintah. Akan tetapi harus ditentukan berdasarkan luas wilayah kepulauan dan wilayah daratan, termasuk luas lautan dan pedalamannya. “Sehingga jumlah anggota KPU Provinsi diseluruh wilayah Indonesia harusnya sama yakni 7 orang,” ujar Yustin.
Selain itu, menurut para Pemohon, bahwa jumlah anggota KPU yang demikian bagi daerah di luar Pulau Jawa memberikan beban pekerjaan menjadi lebih berat dalam melaksanakan tahapan pemilu serentak yang akan digelar pada 17 April 2019 mendatang. Sedangkan, pada daerah lain yang bukan daerah kepulauan, oleh anggota KPU wilayah tersebut dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau kendaraan bermotor. Dengan demikian, para Pemohon menilai bahwa penentuan anggota KPU Kabupaten/Kota berjumlah 3 atau 5 orang yang telah ada pada Putusan MK Nomor 38.PUU-XVI/2018 bertanggal 23 Juli 2018 tidak lagi relevan untuk dipertahankan.
Adapun berkaitan dengan ketentuan Pasal 567 ayat (1) UU Pemilu, menurut para Pemohon bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 sepanjang dimaknai “tetap 5 tahun harus dihitung sampai dengan selesai Pemilihan Umum 2019”. Dalam pandangan para Pemohon, ketentuan masa jabatan tersebut yang berakhir 20 hari menjelang dilaksanakannya Pemilu 2019 dengan anggota KPU yang baru serta minim pengalaman sebagai penyelenggara pemilu tentu akan menimbulkan permasalahan teknis dalam penyelenggaraan pemilu tersebut. “Bila tidak diperpanjang untuk melanjutkan proses pentahapan pemilu yang sudah dilaksanakan dan bila digantikan anggota yang baru dan tidak berpengalaman, maka dipastikan pelaksanakan pentahapan pemilu akan berjalan tidak demokratis sehingga dipastikan pula akan banyak terjadi kesalahan yang dilakukan anggota KPU yang melanjutkan masa jabatan anggota yang lama,” terang Yustin.
Untuk itu, para Pemohon memohon pada Mahkamah agar menyatakan Pasal 10 ayat (1) huruf b UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai tujuh orang serta menyatakan Pasal 567 ayat (1) UU Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa dimaknai “lima tahun”.
Tidak Punya Kepentingan
Menanggapi permohonan para Pemohon, Manahan memberikan pandangan terkait telah berakhirnya masa jabatan anggota KPU lama pada Pemohon II, yakni 28 Maret 2019. Manahan mempertanyakan dengan telah terpilihnya anggota KPU baru, apakah kemudian Pemohon II masih dapat dikategorikan memiliki kepentingan dalam perkara a quo. “Kan sudah lewat masa jabatannya 28 Maret 2019, maka apakah kemudian Pemohon tidak punya kepentingan lagi dengan masa jabatannya lagi? Karena dalam permohonan agar diperpanjang hingga selesai pemilu serentak 2019,” tanya Manahan.
Adapun Aswanto menilai permohonan para Pemohon terlalu berbelit-belit, padahal dapat diuraikan secara singkat terhadap pasal yang merugikan pihaknya. Untuk itu, Aswanto meminta agar para Pemohon melakukan elaborasi tentang pendekatan luas wilayah serta jumlah wilayah dan jumlah penduduk yang dinilai pihak Pemohon menimbulkan adanya keadilan yang terabaikan.
Di samping itu, Aswanto pun menegaskan agar para Pemohon membangun argumentasi yang kuat mengenai ketentuan masa tugas anggota KPU yang mendekati waktu penyelenggaraan pemilu. Hal ini diperlukan mengingat para Pemohon meminta agar anggota KPU tidak diganti terlebih dahulu, tetapi diperpanjang masa jabatannya. “Maka perlu bangun argumentasi dan indikator yang jelas. Kalau kurang dari sebulan dari penyelenggaraan pemilu, apa tidak bisa diperpanjang? Nah mau diperpanjangnya sampai kapan? Nah itu, bangun argumentasinya. Misal selesai penetapan suara secara nasional atau sampai KPU umumkan perolehan suara. Tapi ini jadi tidak punya makna,” terang Aswanto.
Sebelum mengakhiri persidangan, Aswanto mengingatkan para Pemohon agar menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Senin, 15 April 2019 pukul 14.00 WIB ke Kepaniteraan MK untuk kemudian diagendakan sidang berikutnya. (Sri Pujianti/LA)