DEPOK, HUMAS MKRI - Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi M Guntur Hamzah membuka Lokakarya Implementasi Tanda Tangan Elektronik dan Pengelolaan Arsip Dalam Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD), pada Jumat, (29/3/2019), di Depok, Jawa Barat.
Dalam sambutannya, Guntur mengatakan bahwa ide penggunaan arsip digital ini sudah ada sejak awal mula Mk berdiri. Ketua MK pada waktu itu, Jimly Asshidiqie, bercita-cita semua pekerjaan di MK dapat dikerjakan dengan menggunakan teknologi informasi.
SIKD sebagai produk Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) merupakan salah satu aplikasi yang bagus karena dapat diubah sesuai dengan kebutuhan dan murah karena berasal dari platform open source. Menurutnya, dengan SIKD pekerjaan dapat diselesaikan meski sedang harus berada di luar kantor, bahkan banyak pihak dari instansi lain yang juga tertarik untuk mengadopsi penggunaan aplikasi tersebut.
Guntur mengatakan, untuk menerapkan aplikasi ini ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi, yang pertama adalah pola pikir. Menurut Guntur, masih banyak yang ragu bahkan menolak untuk menggunakan SIKD dalam urusan kedinasan. Selain itu, Guntur menilai SIKD yang belum terhubung dengan E-Katalog harus didorong untuk segera terkoneksi karena akan semakin memudahkan pekerjaan dan pengadaan. Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari seluruh elemen di organisasi MK untuk menggunakan aplikasi SIKD. Meski demikian memang masih ada kendala dalam penggunaan SIKD, yakni tidak dapat membaca dokumen yang memiliki format tampilan landscape. “Namun saya yakin persoalan ini dapat diselesaikan oleh teman-teman di bagian IT,” kata Guntur.
Selain itu, Guntur mengungkapkan, dalam beberapa perkara di Mahkamah Agung dokumen elektronik juga sudah diputus dapat dijadikan alat bukti di pengadilan, apalagi Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik serta UU Administrasi Pemerintah sudah mengatur dokumen elektronik. Dengan demikian seharusnya tidak ada lagi keraguan untuk menggunakan SIKD dalam menyelesaikan menyelesaikan pekerjaan sehari-hari. Guntur mengaku telah berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara untuk memadukan SIKD dengan tanda tangan digital, sehingga tidak perlu ragu terhadap keamanan tanda tangan digital dalam SIKD.
Dengan SIKD, Guntur menilai pekerjaan akan menjadi lebih rapi dan mudah dipantau serta meminimalisir peluang terjadinya korupsi dan gratifikasi serta perilaku menyimpang lainnya, meski akhirnya hal itu juga memunculkan tantangan baru, dimana pegawai harus sering memeriksa dokumen yang masuk dalam SIKD.
Sementara Deputi Bidang Informasi dan Pengembangan Sistem Kearsipan ANRI Imam Gunarto, dalam pemaparannya mengatakan bahwa SIKD memang memiliki keterbatasan karena menggunakan plaform open source, persoalan ini pernah terjadi di Angkasa Pura yang memang sudah lama menggunakan SIKD. Namun demikian masalah itu telah diselesaikan dengan terus melakukan perbaikan-perbaikan. Selain itu, Imam menilai penerapan penggunaan SIKD bergantung dari kemauan pejabat atau pimpinan lembaga atau organisasi.(Ilham/LA)