JAKARTA, HUMAS MKRI - Permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial oleh Nur Ana Apfianti, ibu rumah tangga asal Surabaya, akhirnya ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). “Amar putusan mengadili, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Pleno Anwar Usman terhadap permohonan Perkara Nomor 7/PUU-XVII/2019 dalam sidang pengucapan putusan, Selasa (26/3/2019) siang.
Berkaitan keinginan Pemohon tetap menjadi peserta asurasi swasta dari PT Prudential, menurut Mahkamah, hal tersebut merupakan pilihan yang dapat diambil oleh Pemohon tanpa menggugurkan kewajiban Pemohon untuk menjadi peserta program BPJS Kesehatan. Hal tersebut justru seharusnya merupakan keberuntungan bagi Pemohon yang diberikan kemampuan untuk dapat membayar premi asuransi yang setiap bulannya Rp600.000 pada asuransi swasta Prudential, sekaligus juga dapat menjadi kesempatan bagi Pemohon untuk mewujudkan sikap solidaritas untuk membantu sesama dengan menjadi peserta pada program BPJS Kesehatan. Karena pada dasarnya prinsip program BPJS Kesehatan adalah bersifat gotong royong yang mengandung esensi yang mampu membantu yang tidak mampu dan yang sehat membantu yang sakit.
“Hal tersebut sejatinya juga prinsip hidup saling bertoleransi dan gotong royong yang menjadi falsafah hidup bangsa Indonesia yang sudah secara turun temurun ditularkan sejak nenek moyang bangsa Indonesia yang hingga kini selalu diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah sejak lama menjadi karakter hidup bermasyarakat bangsa Indonesia,” kata Hakim Konstitusi Suhartoyo yang membacakan pendapat Mahkamah.
Di samping itu, Mahkamah berpendapat bahwa hal tersebut sekaligus menegaskan yang dipersoalkan oleh Pemohon berkaitan dengan kepesertaan dalam program kesehatan secara ganda sesungguhnya adalah permasalahan yang tidak ada hubungan dengan inkonstitusionalitas suatu norma. Oleh karena itu, berkaitan dengan dalil Pemohon a quo Mahkamah berpendapat adalah dalil yang tidak berdasar dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.
Selanjutnya, berkaitan dengan isu lain yang dipermasalahkan Pemohon, berkenaan dengan tenaga kerja asing yang juga diwajibkan menjadi peserta BPJS Kesehatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 14 UU BPJS Kesehatan, menurut Mahkamah, hal itu apabila dicermati dari semangat yang menjiwai pesan tersebut adalah negara akan memberikan perlindungan kepada seluruh dunia usaha untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Khususnya terhadap para pekerjanya, baik yang warga negara Indonesia maupun warga negara asing, sehingga terhadap seluruh pengusaha akan tidak terbebani dengan biaya kesehatan yang tinggi. Oleh karenanya dapat memicu dan menekan biaya yang menjadi beban pemberi kerja. Hal tersebut dapat berpengaruh pada tingginya harga barang dan atau jasa yang diproduksi serta dapat membebani daya beli masyarakat. Di samping pertimbangan hukum tersebut di atas, ketentuan pada norma tersebut juga merupakan representasi yang merupakan bentuk perwujudan keinginan yang pada dasarnya dikehendaki oleh para pemberi kerja termasuk yang memperkerjakan tenaga kerja asing di Indonesia.
Dengan demikian, menurut Mahkamah, tujuan perlindungan kesehatan bagi tenaga kerja baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang bekerja di Indonesia dapat diwujudkan. Selain itu, bagi semua tenaga kerja yang bekerja di Indonesia dapat berpartisipasi di dalam mengejawantahkan kultur bangsa Indonesia yang selalu menjunjung tinggi falsafah hidup saling bertoleransi dan mengedepankan prinsip gotong-royong.
Dengan pertimbangan hukum tersebut, dalil Pemohon yang menyatakan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan harus dimaknai hanya warga negara Indonesia bukan termasuk orang asing di Indonesia adalah dalil yang tidak berdasar. Oleh karena itu Pasal 14 UU BPJS Kesehatan, menurut Mahkamah, tidaklah bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum. “Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum,” tandas Suhartoyo. (Nano Tresna Arfana/LA)