JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) memutus tidak dapat menerima uji Pasal 209 ayat (1) beserta lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Selasa (26/3/2019). Majelis Hakim Konstitusi memandang permohonan kabur (obscuur libel). “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan putusan.
Dalam pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyebut Pemohon tidak menguraikan dengan jelas mengenai alasan yang menjadi dasar mengapa Pemohon beranggapan norma Pasal 209 ayat (1) dan ayat (2) beserta Lampiran UU Pemda dan Pasal 7 ayat (3) UU Rumah Sakit bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
“Padahal dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2019, Panel Hakim telah menasihatkan kepada Pemohon untuk menguraikan dengan jelas kenapa pasal tersebut bertentangan dengan Konstitusi,” jelasnya saat membacakan pertimbangan hukum MK.
Lebih lanjut, Panel Hakim juga telah menyarankan kepada Pemohon untuk berkonsultasi dengan lembaga bantuan hukum atau dengan pihak lain yang memahami hukum acara Mahkamah Konstitusi. Namun, dalam perbaikan Permohonan yang diterima Mahkamah pada tanggal 8 Februari 2019, Pemohon ternyata tetap tidak dapat menguraikan dengan jelas mengenai alasan pertentangan antara Undang-Undang a quo dengan UUD 1945 tersebut.
“Dengan demikian Mahkamah tidak dapat menemukan keterkaitan antara alasan-alasan permohonan (posita) dengan hal-hal yang dimohonkan untuk diputus oleh Mahkamah (petitum). Sehingga MK mengambil kesimpulan permohonan bersifat kabur,” tegasnya terkait permohonan Nomor 12/PUU-XVII/2019.
Sebelumnya, Rochmadi Sularsono selaku mendalilkan telah terjadi inharmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan status Badan Layanan Umum (BLU) berbentuk Unit Pelaksana Teknis atau Lembaga Teknis Daerah atau Instansi Tertentu yang terkait dengan rumah sakit milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Sesuai ketentuan UU 44/2009, rumah sakit yang didirikan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat berbentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan (bila klasifikasi Rumah Sakitnya adalah tipe C dan D).
Adapun Lembaga Teknis daerah yang harus melakukan pola pengelolaan keuangannya adalah Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan merupakan Lembaga Teknis Daerah atau Instansi Tertentu pada bidang kesehatan. Pemohon menjelaskan lebih lanjut, ada dua tipe Badan Layanan Umum Daerah, yaitu Unit Pelaksana Teknis BLUD dipimpin oleh Kepala Dinas Kesehatan dan BLUD dipimpin oleh Direktur Rumah Sakit. Kepala Puskesmas atau Kepala Rumah Sakit sebagai Unit Pelaksana Teknis memiliki garis komando pada Kepala Dinas Kesehatan yangbertanggung jawab pada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. Rumah Sakit yang berbentuk Lembaga Teknis Daerah atau Instansi Tertentu bila BLUD, maka direktur RSUD bertanggung jawab pada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah. (Arif Satriantoro/LA)