JAKARTA, HUMAS MKRI – Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi, Hakim Konstitusi Aswanto mengucap sumpah jabatan sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2019 – 2021 pada Selasa (26/3/2019) di Ruang Sidang Pleno MK. Kegiatan pengucapan sumpah ini dipimpin langsung oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh tujuh hakim konstitusi lainnya juga dihadiri Wakil Presiden RI Jusuf Kalla serta sejumlah petinggi negara.
Sebagaimana diketahui, Aswanto telah dipilih kembali oleh Dewan Perwakilan Rakyat untuk menjadi Hakim Konstitusi. Ia pun telah mengucap sumpah sebagai hakim konstitusi di hadapan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, pada tanggal 21 Maret 2019. Selanjutnya, pada Senin, 25 Maret 2019 telah dilaksanakan pemilihan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2019-2021 secara demokratis dalam Rapat Pleno Hakim yang dihadiri oleh 9 (sembilan) orang hakim konstitusi. Dalam pemilihan tersebut, sembilan hakim konstitusi melalui serangkaian proses pemilihan yang dinamis, demokratis, dan penuh kekeluargaan telah menghasilkan keputusan untuk memilih Aswanto sebagai Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2019-2021. “Secara administratif, hal tersebut telah ditetapkan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019 tanggal 25 Maret 2019 tentang Pengangkatan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Masa Jabatan 2019-2021,” ujar Anwar.
Siap 100%
Dalam sambutannya, Ketua MK Anwar Usman menegaskan kesiapan MK dalam menghadapi Pemilu Serentak 2019 yang akan berlangsung pada 17 April 2019 mendatang. “Atas dasar itulah, untuk dapat menjalankan kewenangan menyelesaikan sengketa hasil Pemilu, saya ingin menegaskan bahwa kami Hakim Konstitusi bersembilan dan seluruh aparatur pendukung Mahkamah Konstitusi menyatakan siap 100 persen untuk menghadapi dan menangani perselisihan hasil pemilu, sekiranya nanti memang ada yang mengajukan permohonan,” papar Anwar.
Anwar pun menyampaikan enam aspek yang telah dipersiapkan MK dalam menghadapi sengketa hasil pemilu. Pertama, ia menyebut pada aspek regulasi untuk mendukung kelancaran penanganan perselisihan hasil pemilu, MK telah menetapkan 5 (lima) Peraturan Mahkamah Konstitusi. Ia melanjutkan untuk lebih memberikan kemudahan bagi masyarakat, khususnya para pencari keadilan yang akan berperkara di Mahkamah, pengaturan mengenai tata beracara dalam perkara perselisihan hasil pemilu dipisahkan ke dalam tiga aturan, yakni (1) untuk PHPU Anggota DPR, (2) untuk PHPU anggota DPD, dan (3) untuk PHPU Presiden/Wakil Presiden. Seluruh Peraturan tersebut sudah dapat diakses secara terbuka, baik melalui laman Mahkamah (www.mkri.id), maupun diterbitkan ke dalam buku Himpunan Peraturan Mahkamah Konstitusi.
Kedua, sambung Anwar, pada aspek Sumber Daya Manusia, Mahkamah telah mengelola sedemikian rupa aparatur-aparatur terbaik, dengan pengalaman, kompetensi, dan integritas yang memadai, untuk mendukung tugas-tugas konstitusional hakim konstitusi. “Melalui pembentukan Gugus Tugas penanganan perkara perselisihan hasil pemilu, seluruh sumber daya manusia dimanajemen sedemikian rupa untuk diarahkan pada pemberian layanan serta dukungan efektif dan profesional kepada Hakim Konstitusi dalam menangani perkara,” ujarnya.
Aspek ketiga, lanjut Anwar, ialah aspek sarana dan prasarana. Mahkamah telah menyiapkan seluruh kebutuhan untuk kelancaran persidangan. Sarana dan prasarana yang disiapkan antara lain bertujuan memudahkan dan memberikan kenyamanan serta kelancaran pihak-pihak yang nantinya berperkara di Mahkamah. Keempat, Anwar memamparkan untuk kelancaran penanganan perkara, MK telah siap dengan menyediakan sistem informasi berbasis teknologi, informasi, dan komunikasi. Aplikasi-aplikasi berbasis IT telah di-launching dan siap untuk dimanfaatkan. “Sekali lagi saya nyatakan, semua aplikasi tersebut dipersembahkan kepada seluruh masyarakat Indonesia, para pencari keadilan, untuk memiliki akses dan kemudahan guna menggapai keadilan berdasar konstitusi,” tuturnya.
Kelima, Anwar menjelaskan MK telah menyelenggarakan kegiatan bimbingan teknis kepada para pemangku kepentingan pemilu untuk semakin memahami teknis beracara di Mahkamah, khususnya pada perkara perselisihan hasil pemilu. Kegiatan bimbingan teknis dilakukan sebanyak 40 kali dengan target group penyelenggara pemilu, partai politik, tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan advokat. “Sekiranya para pihak telah dibekali dan memiliki pemahaman yang baik mengenai teknis beracara, maka mudah-mudahan, proses penyelesaikan perkara di Mahkamah akan semakin lancar dan berkualitas,” paparnya.
Terakhir, Anwar menjelaskan secara terus-menerus kultur atau budaya integritas diterapkan dan dikembangkan kepada seluruh komponen di Mahkamah. Bagi MK, integritas merupakan harga mati. Dengan integritas itulah, Mahkamah akan dapat memberikan sumbangsih terbesar bagi terwujudnya pemilu berkeadilan. Untuk dapat menciptakan putusan beresensi keadilan, diperlukan integritas moral dan integritas ilmu para hakim konstitusi. Integritas moral menghendaki peradilan berada pada logika sebagai pengadil yang jujur, bersih, dan independen, sementara integritas ilmu menentukan kualitas pertimbangan hukum dalam putusan.
Anwar juga menegaskan meski bersiap menghadapi perselisihan hasil pemilu serentak 2019, Mahkamah tetap menyelesaikan perkara pengujian undang-undang. Selama Januari hingga Maret tahun 2019 ini, Mahkamah telah memutus sebanyak 24 (dua puluh empat) perkara pengujian undang-undang. “Bagi Mahkamah, menyelesaikan perkara pengujian undang-undang dalam waktu yang segera dengan senantiasa tetap menjaga kualitas putusan, merupakan ikhtiar yang terus menerus ingin kami tunjukkan dan kami buktikan,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)