CISARUA, HUMAS MKRI - Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Penyelesaian Perkara Hasil Pemilihan Umum 2019 Bagi Partai Amanat Nasional (PAN) selama tiga hari di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor akhirnya ditutup secara resmi oleh Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi (Sekjen MK) M. Guntur Hamzah pada Rabu (13/3/2019) malam.
“Kegiatan bimtek ini membangun jaringan yang sangat bagus antara Mahkamah Konstitusi dengan Partai Amanat Nasional dalam pembinaan sumber daya manusia, baik di Mahkamah Konstitusi maupun Partai Amanat Nasional. Bagaimanapun Mahkamah Konstitusi tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan partai politik,” ujar Guntur dalam acara yang dihadiri Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Kurniasih Panti Rahayu dan Wakil Sekjen PAN Surya Imam Wahyudi.
Dikatakan Guntur, hasil akhir dari kontestasi dalam rangka mengisi kursi di Dewan Perwakilan Rakyat sekiranya ada masalah, sengketa terhadap hasilnya bisa diselesaikan di MK. “Inilah yang harus dibangun sinergi antara partai politik dengan MK. Itu terbukti dengan kegiatan bimtek yang berlangsung tiga hari di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi,” ucap Guntur.
Guntur melanjutkan, MK senantiasa terbuka untuk menjalin kerja sama terhadap kegiatan-kegiatan yang bersifat edukasi, baik bagi partai politik maupun seluruh komponen masyarakat dalam kaitan dengan bidang pendidikan, pengabdian, dan lain-lain. “Kegiatan seperti bimtek, setidaknya kita sudah mencoba melakukan ikhtiar untuk sama-sama saling mengetahui bagaimana beracara di MK. Sebab beracara di MK penuh dengan kaidah-kaidah, rambu-rambu, ada hukum acara. Meskipun permohonan sudah diajukan, namun ketika hukum acara tidak terpenuhi, maka hasilnya sudah bisa dibayangkan,” jelas Guntur.
MK membangun sarana dan prasarana bagi para pihak yang berperkara, baik untuk Pemohon, Termohon atau Pihak Terkait sesama calon anggota legislatif. Misalnya, MK memfasilitasi permohonan secara online. Tujuannya, agar para pihak yang berperkara tidak perlu tergesa-gesa dalam mengajukan permohonan. “Disediakan waktu 3 x 24 jam untuk memasukkan permohonan. Membayangkan Pemilu 2014, menjelang injury time pendaftaran permohonan, luar biasa orang berdesak-desakan di aula Gedung MK untuk mengajukan permohonan. Oleh karena itulah MK mencoba membangun sistem permohonan online,” imbuh Guntur.
Selain itu, sambung Guntur, para pihak yang berperkara di MK tidak perlu telepon terus menanyakan ke MK soal perkembangan perkara yang dijalani. Hal tersebut dapat diatasi dengan melihat perkara yang dijalani melalui tracking perkara di laman MK, bisa dilihat sejauhmana posisi perkara, apakah sudah diregistrasi, sudah memasuki sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian, atau sudah diputus oleh MK. “Jadi tidak perlu menghubungi orang dalam MK. Buka saja website MK. Sangat praktis,” tandas Guntur.
Terkait penanganan sengketa Pemilu 2019, ungkap Guntur, MK sudah menyiapkan beberapa aspek. Pertama, siap dalam aspek regulasi. Semua regulasi terkait proses beracara di MK sudah selesai. Kedua, siap dalam aspek sumber daya manusia maupun aspek mental para pegawai MK. Kemudian juga MK akan mengerahkan sebanyak 718 personel untuk penanganan sengketa Pemilu 2019. Lainnya, MK juga menyiapkan teknologi informasi dan komunikasi. Termasuk juga MK menyelenggarakan bimtek penanganan sengketa hasil Pemilu 2019. “Artinya, kami sudah mempersiapkan berbagai aspek dengan sebaik-baiknya,” tegas Guntur.
Peran Partai Politik
Berbagai materi dipaparkan sejumlah narasumber dalam Bimtek Hukum Acara Penyelesaian Perkara Hasil Pemilu 2019 Bagi PAN. Peneliti MK Pan Mohamad Faiz misalnya, menegaskan Partai Amanat Nasional bersama parpol lainnya termasuk salah satu parpol yang ikut berjasa untuk menghadirkan MK di era reformasi. Selanjutnya, Faiz menyinggung tentang sejarah MK dunia. “Salah satu momentum dunia terkait pengujian undang-undang, terjadi di Amerika Serikat melalui Kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Tetapi MK pertama kali di dunia bukan di Amerika Serikat. MK pertama di dunia ada di Austria pada tahun 1920,” jelas Faiz.
Terbentuknya MK Austria, ungkap Faiz, dilandasi gagasan pakar hukum Hans Kelsen. Bahwa Kelsen ingin menciptakan lembaga pengadilan yang lebih cenderung menangani sengketa-sengketa terkait politik, konstitusi dan hal lain yang cukup sensitif. Dengan demikian Mahkamah Agung dibiarkan untuk menangani sengketa-sengketa pidana, perdata dan sebagainya. Meskipun MK Ceko protes karena MK Ceko berdiri lebih dahulu dari MK Austria. “Tetapi dunia kurang mengakui MK Ceko sebagai MK pertama di dunia. Karena pada saat itu MK Ceko masih di bawah rezim komunisme. Alasan lain, MK Ceko belum melakukan kewenangannya secara implementatif. Hanya berdiri, tapi tidak menangani perkara. Sementara MK Austria langsung berjalan,” urai Faiz.
Bagaimana dengan MK Indonesia? Dijelaskan Faiz, MK Indonesia terbentuk pada 2003, hanya selang satu tahun pasca selesainya proses amandemen UUD 1945. Walaupun usia MK Indonesia terbilang relatif muda, sambung Faiz, MK Indonesia tidak tertinggal. Justru dengan kecepatan dan perkembangan teknologi, MK Indonesia belajar banyak dan mampu menularkan kepada negara-negara lain. “Contohnya di kawasan Asia, Indonesia walaupun usianya belum menginjak dua dekade, Indonesia sudah dipercaya menjadi Presiden dan Sekretariat Tetap untuk Asosiasi MK se-Asia. Indonesia menjadi salah satu leading untuk pengembangan konstitusi dan konstitusionalisme di Asia bersama Korea Selatan dan Turki,” kata Faiz yang menyampaikan materi “MK dalam Sistem Ketatanegaraan”.
Lebih lanjut, Faiz menerangkan bahwa hampir seluruh negara modern di dunia mempunyai kewenangan judicial review. “Perbedaannya hanya ini diberikan kepada siapa. Hanya ada beberapa negara yang tidak punya kewenangan judicial review. Misalnya Inggris, Belanda dan Selandia Baru. Kenapa? Mereka masih mengakui supremasi parlemen. Artinya, produk undang-undang tidak boleh diganggu gugat sama sekali. Tetapi di era reformasi Indonesia sudah beralih. Dulu MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Sekarang kedudukan MPR se-derajat dengan lembaga negara lainnya,” imbuh Faiz.
Dalam bimtek juga disampaikan materi “Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019” oleh Panitera Muda III Ida Ria Tambunan serta “Mekanisme, Tahapan dan Kegiatan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019” oleh Panitera Pengganti MK Cholidin Nasir. Pembahasannya, antara lain mengenai tahapan, kegiatan dan jadwal penanganan perselisihan hasil pemilu anggota DPD Tahun 2019. Termasuk mekanisme pengajuan permohonan Pemohon, jawaban Termohon, keterangan pihak Terkait maupun pihak lainnya.
Selain itu ada materi “Penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPD Tahun 2019 Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi” mengenai informasi perkembangan penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2019. Kemudian ada juga materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pemohon dan Keterangan Pihak Terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPD 2019”
Setelah diberikan materi bimtek secara keseluruhan, para peserta bimtek melakukan praktik penyusunan permohonan Pemohon dan penyusunan keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPD 2019. Kemudian berlanjut dengan presentasi praktik penyusunan permohonan Pemohon dan keterangan pihak Terkait. (Nano Tresna Arfana/LA)