JAKARTA(SINDO) â Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) telah menyiapkan satu hakim perempuan untuk mengisi hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dari pintu Presiden.
Menurut anggota Wantimpres Adnan Buyung Nasution, Presiden memiliki tiga jatah untuk menentukan hakim MK. Tidak seperti tahun lalu, kali ini, dari ketiga calon yang akan diajukan Presiden, satu di antaranya diambilkan dari hakim perempuan.
Langkah itu, menurut mantan Ketua YLBHI ini, agar MK ke depannya memiliki perspektif gender dalam setiap kali mengeluarkan putusan. âDengan adanya hakim dari perempuan, saya yakin ke depan MK akan semakin lengkap perspektifnya dalam putusan,â tegas Adnan Buyung di Jakarta kemarin.
Untuk mewujudkan itu, pihaknya saat ini sedang melakukan penjaringan terhadap beberapa orang, termasuk dari perempuan yang nantinya akan diajukan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Penjaringan tersebut, lanjut dia, dilakukan tim yang sudah dibentuknya.
âSebab, jika menunggu orang yang mempunyai integritas dan kredibilitas tinggi untuk mendaftar ke Wantimpres, saya kira sampai mendekati Agustus mendatang juga tidak akan ada. Karena itu, kita melakukan penjaringan,â jelasnya. Dalam upayanya itu, praktisi hukum senior ini meyakini mampu mendapatkan perempuan yang negarawan untuk bisa mengawal konstitusi negara.
âMasakiya sih, dari sekian banyak perempuan tidak ada. Saya yakin nanti pasti ada yang ditemukan tim kita,â tegasnya. Lebih jauh Buyung menyatakan, pada penjaringan yang dilakukan, tim yang dipimpinnya akan melakukan seleksi yang akan menghasilkan enam calon untuk diserahkan ke Presiden. Dari keenam calon itu kemudian dijaring lagi menjadi tiga orang.
âSetelah menyerahkan enam orang itulah kita akan meminta ke Presiden agar satu perempuan menjadi pilihannya,â pungkasnya. Anggota Komisi III DPR Eva Sundari menyambut positif langkah Wantimpres tersebut. Menurut dia, adanya hakim MK dari perempuan akan memberikan keseimbangan dalam perspektif konstitusi.
Hakim perempuan juga akan sensitif serta responsif terhadap adanya pelanggaran-pelanggaran konstitusi yang dalam hal ini perempuan menjadi objek yang dirugikan secara konstitusi. âPerspektif perempuan itu tidak akan mengurangi kenegarawanan seorang hakim. Justru dengan perspektif itu seorang hakim malah semakin negarawan karena mau melihat dari sudut pandang minoritas,â katanya.
Karena itu, dia sangat mengharapkan agar rencana tersebut benar-benar terealisasikan. Apalagi, dari pintu Presiden tidak melalui proses seleksi sebagaimana yang dilakukan DPR sehingga tidak akan ada tarikmenarik kepentingan politik.
âProses di Presiden tidak ada resistensi sebagaimana di DPR. Karena itu, saya di berbagai kesempatan selalu bilang ke Bang Buyung (Adnan Buyung) agar memasukkan satu perempuan untuk jadi hakim MK,â tandasnya. (rahmat sahid)
Sumber: HU Seputar Indonesia / Selasa, 08 April 2008
Foto: Dok. Humas MK