JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan Mahasiswa Universitas Tarumanegara (UNTAR), pada Kamis (28/2/2019) siang. Mereka yang meupakan Mahkamah Mahasiswa tersebut berniat belajar mengenai seluk-beluk MK dan langsung disambut oleh Peneliti MK Winda Wijayanti di Ruang Delegasi MK.
Di awal diskusi, Winda menjelaskan bahwa MK berdiri pascareformasi pada 13 Agustus 2003. Dia menyebut berdirinya MK berdasarkan Perubahan Ketiga UUD 1945. MK, kata dia, memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban berdasar UUD 1945. Kewenangan MK, yaitu menguji undang-undang (UU) terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Sementara kewajiban MK adalah membuat putusan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden.
Di sisi lain, Winda juga menjelaskan komposisi hakim di MK yang terdiri atas sembilan orang hakim. Mereka, ujarnya, merupakan representasi tiga cabang kekuasaan negara. “Perinciannya adalah tiga orang diusulkan oleh Presiden, tiga orang diusulkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan tiga orang diusulkan oleh Mahkamah Agung (MA),” jelasnya.
Usai memaparkan sekilas tentang MK, Winda membuka sesi tanya jawab. Seorang mahasiswa bertanya pihak yang mengawasi hakim konstitusi. Ia menjawab kewenangan pengawasan hakim konstitusi dilakukan oleh dewan etik.
“Fungsi dewan etik adalah melakukan penegakan kode etik. Komposisi ada tiga orang yakni mantan hakim MK, akademisi, serta tokoh masyarakat. Misalkan ada pelanggaran etik berat, maka dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK),” jelasnya.
Terakhir, terkait kerugian konstitusional, Winda menjawab kerugian konstitusional itu menyangkut lima hal. Pertama, adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh UUD 1945 dianggap oleh pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji. “Kerugian yang dimaksud bersifat spesifik atau khusus dan aktual atau setidaknya bersifat menurut potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi, Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan untuk diuji, serta adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi,” tandasnya. (Arif Satriantoro/LA)