Kenali Seluk-Beluk Beracara dalam Sengketa Perolehan Informasi
Masyarakat berhak memperoleh informasi. Badan publik wajib menyediakannya. Bagaimana jika ada sengketa? Mari intip tatacara penyelesaiannya.
Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Kamis lalu (3/4) baru saja disahkan menjadi Undang-Undang dalam Sidang Paripurna DPR. UU ini baru mulai berlaku dua tahun kemudian setelah diundangkan. Meski demikian, pemerintah tak boleh tinggal diam. âKami akan mempersiapkan pranata pelaksananya,â ujar Menteri Komunikasi dan Informatika Muhammad Nuh, waktu itu.
UU ini hendak menjamin hak masyarakat guna memperoleh informasi publik. Di sisi lain, adalah kewajiban bagi badan publik untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat. Badan publik yang dimaksud mencakup lembaga negara, baik eksekutif, legislatif, yudikatif, dan lainnya, serta lembaga non-pemerintah yang sebagian maupun seluruh dananya berasal dari APBN maupun APBD. Dalam hal ini, termasuk LSM maupun partai politik. Dalam beberapa hal, memang ada informasi yang dikecualikan untuk diketahui umum. Misalnya info yang menyangkut pertahanan dan keamanan negara. Pejabat yang menanganinya, istilah dalam UU ini, adalah Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi.
Sayang, dalam beberapa hal, ada kalanya pejabat tertentu tidak -karena tak mau atau tak dapat?- berbagi informasi sesuai yang diinginkan. Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) menilai pasal 6 UU KIP dapat menimbulkan konflik kepentingan. Pasal yang dimaksud menyatakan badan publik berhak menolak memberikan informasi apabila informasi yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan. âHal ini justru memperlemah akses peminta informasi,â tulis Deputi Direktur ICEL Prayekti Muharjanti.
Padahal, di sisi seberang, informasi merupakan hak mutlak bagi masyarakat. Karena itulah, bisa jadi timbul sengketa antara kedua pihak -si pemohon informasi dan badan publik. Agar kelak tak gagap dalam menerapkan jalannya UU ini, ada baiknya kita simak mekanisme penyelesaian sengketa tersebut.
UU KIP
Pasal 6
(1) Badan publik berhak menolak memberikan informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Badan publik berhak menolak memberikan informasi publik apabila tidak sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.
(3) Informasi publik yang tidak dapat diberikan oleh badan publik adalah:
a. informasi yang dapat membahayakan negara;
b. informasi yang berkaitan dengan kepentingan perlindungan usaha dari persaingan usaha tidak sehat;
c. informasi yang berkaitan dengan hak-hak pribadi;
d. informasi yang berkaitan dengan rahasia jabatan; dan/atau
e. informasi publik yang diminta belum dikuasai atau didokumentasikan.
Pasal 35
(1) Setiap pemohon informasi publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan berikut:
a. penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
b. tidak disediakannya informasi berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9;
c. tidak ditanggapinya permintaan informasi;
d. permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta;
e. tidak dipenuhinya permintaan informasi;
f. pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau
g. penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(2) Alasan pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf g dapat diselesaikan secara musyawarah oleh kedua belah pihak.
Berawal dari keberatan
Sepanjang bukan lantaran informasi yang dikecualikan, badan publik harus melayani permintaan informasi dengan baik. Artinya sesuai yang diperlukan dengan biaya murah. Jika publik kurang puas, mereka bisa mengajukan keberatan kepada petinggi instansi tersebut.
Keberatan tersebut dilayangkan oleh pemohon informasi dalam jangka waktu paling lambat 30 hari kerja setelah ditemukannya alasan-alasan pada Pasal 35 ayat (1). Atasan pejabat informasi pada lembaga tersebut kudu menanggapi keberatan itu. Selambatnya 30 hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. Jika memang si atasan menguatkan alasan pejabat informasi yang tak mau memberikan informasi yang diminta, alasan tersebut harus terlampir secara tertulis.
Jika tanggapan dari pejabat maupun atasan lembaga publik ini belum memuaskan, pemohon informasi bisa mengajukan sengketa tersebut kepada Komisi Informasi (lihat boks). Upaya penyelesaian sengketa ini diajukan dalam waktu paling lambat 14 hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari pihak badan publik.
Boks:
Komisi Informasi, apa pula itu?
Lembaga anyar yang bakal berdiri berdasarkan order UU KIP adalah Komisi Informasi. Komisi ini terdiri dari tingkat pusat (tujuh anggota), tingkat provinsi (lima anggota), serta jika diperlukan, tingkat kabupaten/kota (lima anggota). Komisi Informasi Pusat selambatnya berdiri satu tahun sejak UU KIP diundangkan. Sedangkan komisi tingkat daerah dua tahun sejak pengundangan. Komisi pusat bertanggung jawab kepada presiden sedangkan komisi provinsi kepada gubernur.
Komisi ini merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksananya. Tugas pokoknya menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi publik serta menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penerapan UU ini.
Dan yang tak kalah penting, dalam hal penanganan perkara, komisi ini menerima, memeriksa, serta memutuskan permohonan dan penyelesaian sengketa informasi publik. Penyelesaian sengketa ini melalui jalur mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik berdasarkan alasan yang dimaksud UU ini. Jadi, jika Anda sebagai masyarakat yang membutuhkan informasi publik merasa tidak dilayani dengan baik oleh badan publik, Anda bisa meneruskan sengketa tersebut ke komisi ini. Misalnya, lantaran si badan publik terlalu pelit membagi informasi, atau biaya untuk memperoleh informasi itu terlalu mahal.
Masa jabatan anggota komisi ini empat tahun dan dapat dipilih untuk sekali lagi. Syaratnya, minimal berusia 35 tahun dan tidak pernah diancam pidana penjara lima tahun atau lebih. Pemerintah yang akan merekrut para kandidat lewat pengumuman terbuka. Selanjutnya, mereka akan diseleksi di parlemen masing-masing tingkat. Komisi pusat punya 21 calon dan komisi daerah 10 calon. Sayang, tak ada komposisi lebih rinci keanggotaan komisi ini. âDari tujuh orang anggota komisi pusat, berapa orang pemerintah dan berapa perwakilan publik?â gugat Deputi Direktur Yayasan Sains Estetika dan Teknologi Agus Sudibyo.
Nah, belum ada wujudnya saja sudah bikin polemik. Para komisioner yang nanti terpilih, jaga amanat yah.
Ada dua jalur yang bisa dipakai dalam mekanisme komisi ini: mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Komisi ini harus mulai mengupayakan penyelesaian sengketa informasi publik ini paling lambat 14 hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian sengketa. Proses penyelesaiannya paling lambat 100 hari kerja.
Mediasi
Dalam hal mediasi, anggota komisi bertindak sebagai mediator. Penyelesaian ini merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela. Putusan Komisi Informasi yang berasal dari jalur mediasi bersifat final dan mengikat. Mediasi hanya dapat ditempuh untuk sengketa atas keberatan pemberian informasi pada Pasal 35 ayat (1) huruf b hingga g.
Ajudikasi
Jika upaya mediasi dinyatakan tidak berhasil, penyelesaian sengketa bisa belanjut ke tahap selanjutnya, yakni ajudikasi nonlitigasi. Langkah ini bisa juga lantaran salah satu pihak menarik diri dari perundingan.
Komisi akan menunjuk setidaknya tiga orang komisioner atau lebih -asalkan berjumlah gasal untuk menangani kasus pada tahap ajudikasi ini. Sidang komisi inilah yang memeriksa dan memutuskan perkara. Sidang komisi ini bersifat terbuka untuk umum, kecuali untuk pemeriksaan dokumen yang termasuk dalam informasi yang dikecualikan.
Setelah melalui tahap pemeriksaan -termasuk pemanggilan dua pihak- dan pembuktian, Sidang Komisi harus membuat putusan. Jika berpendapat beda (dissenting opinion), pendapat komisioner tersebut terlampir dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari putusan tersebut.
Putusan tersebut bisa berupa membatalkan putusan badan publik atau justru mengukuhkan putusan badan publik untuk tidak memberikan informasi yang diminta. Putusan itu berisi salah satu perintah dari tiga pilihan. Pertama, memerintahkan pejabat pengelola informasi badan publik untuk menjalankan kewajibannya. Kedua, memerintahkan badan publik untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pemberian informasi. Atau ketiga, mengukuhkan pertimbangan atasan badan publik atau memutuskan mengenai biaya penelusuran dan/atau penggandaan informasi.
Gugatan ke pengadilan
Jika putusan Sidang Komisi tidak memuaskan pihak pemohon informasi, si pemohon bisa meneruskannya dengan mengajukan gugatan ke pengadilan. Ke Pengadulan Tata Usaha Negara (PTUN) jika yang digugat adalah badan publik negara. Ke Pengadilan Negeri bila yang digugat adalah badan publik bukan negara -misalnya ornop atau parpol. Pengajuan gugatan paling lambat 14 hari setelah diterimanya putusan dari Sidang Komisi Informasi. Putusan pengadilan ini bisa saja membatalkan atau malah menguatkan putusan komisi.
Langsung kasasi
Pihak yang tidak menerima putusan pengadilan ini dapat melanjutkan tingkat berikutnya. Uniknya, tahap ini potong kompas tingkat banding alias langsung kasasi ke Mahkamah Agung. Pengajuan kasasi ini paling lambat 14 hari kerja sejak diterimanya putusan pengadilan.
Silakan komparasikan dengan mekanisme dalam Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pihak yang tak puas pada putusan Sidang Komisi bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri, selambatnya 14 hari setelah menerima putusan ajudikasi. âDalam tiga puluh hari, Pengadilan Negeri harus memprosesnya hingga putusan,â jelas Ketua KPPU Mohammad Iqbal. Jika putusan Pengadilan Negeri tak kunjung juga memuaskan, setelah 14 hari pihak yang tak puas bisa kasasi ke Mahkamah Agung. âJadi sama saja ada tiga tahap: Sidang Komisi, Pengadilan Negeri, Kasasi Mahkamah Agung,â ujar Iqbal membandingkan.
Sumber www.hukumonline.com
Foto dari www.google.co.id