Peneliti MK Irfan Nur Rachman menerima kunjungan sejumlah 60 orang peserta Diklat PIM Tingkat IV Angkatan XXXI dan XXXII Kementerian Lingkungan Hidup di Ruang Delegasi MK pada Rabu (27/2/2019). Dalam sambutan peserta diklat yang diwakili Nyoman mengutarakan tujuan dari kegiatan ini adalah untuk Pembelajaran Kebangsaan sehingga peserta diharapkan memperoleh ilmu terkait peran dan fungsi MK sebagai lembaga penegak hukum di Indonesia. “Pada pertemuan ini, kami mengharapkan mendapatkan pembekalan tentang Mahkamah Konstitusi dan sejarah konstitusi dari ahlinya langsung,” jelas Nyoman yang merupakan pendamping peserta diklat.
Menyambut keinginan tersebut, Irfan pun menyampaikan sejarah lahirnya MK yang tidak lepas dari masalah perubahan UUD 1945. Menurutnya, MK hadir bagi negara-negara yang mengalami masa peralihan, yang pada awalnya bersifat otoriter menjadi negara yang demokratis. Dan Indonesia, tambahnya, adalah negara ke-78 yang mengadopsi ide tentang perlunya dibentuk Mahkamah Konstitusi.
Lebih lanjut, Irfan menguraikan bahwa adanya kegentingan untuk mengubah UUD telah terwacana sejak lama di Indonesia, bahkan pada masa awal pembentukan negara Indonesia dikenal beberapa konstitusi, di antaranya UU Republik Indonesia Serikat yang berlaku pada 1949, UUD Sementara yang dipakai pada masa 1950, kemudian kembali pada UUD 1945. Jika melihat pada perdebatan Sidang BPUPK yang dipimpin Soekarno, cerita Irfan, bahwa konstitusi yang dibentuk saat itu adalah sementara.
Ketika Indonesia benar-benar telah berdiri, maka akan ada perbaikan pada konstitusi. Namun puluhan tahun setelah Indonesia merdeka, perubahan tersebut belum terlaksana, di mana UU yang lama cenderung melahirkan rezim otoriter. Sebagai contoh Irfan menyebutkan bahwa masa jabatan presiden yang tidak dibatasi, yakni lima tahun yang kemudian selanjutnya dapat dilakukan pemilihan lagi. Maka, terjadilah kekuasaan yang lama dan melenakan.
“Akibatnya terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Sehingga 1998, muncullah tuntutan untuk mengubah UUD dan mendesain ulang sistem ketatanegaraan Indonesia termasuk keberadaan MK sebagai lembaga negara yang berwenang melakukan pengujuan UU terhadap UUD 1945,” tegas Irfan.
Selanjutnya, Irfan menjelaskan mengenai konsep negara hukum yang diadopsi Indonesia yang merupakan perpaduan dari konsep rechsstaat dan rule of law yang berkarakter Indonesia. Menurutnya, Indonesia adalah negara kebangsaan yangg religius sehingga dalam aturan hukumnya harus didasarkan pada nilai-nilai ketuhanan. “Sehingga karakter religius mengalir ke semua aspek kehidupan bernegara,” jelas Irfan.
Pada kesempatan tersebut, Irfan menjabarkan secara runut kewenangan MK yang tercantum dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Selain itu, ia pun menceritakan beberapa perkara pengujian Undang-Undang yang diajukan perseorangan yang terkait dengan terlanggarnya hak konstitusional sebagai warga negara, baik yang bersifat aktual maupun potensial dan dikabulkan. (Sri Pujianti/LA)