JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3) di Ruang Sidang Panel MK pada Selasa (26/2/2019).
Perkara yang teregistrasi Nomor 17/PUU-XVII/2019 yang dimohonkan Deddi Fasmadhy Satiadharmanto ini mendalilkan Pasal 249 ayat (1) huruf j UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 249 ayat (1) huruf j UU MD3 berbunyi, “DPD mempunyai wewenang dan tugas melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah (raperda) dan peraturan daerah (perda).”
Menurut Pemohon yang hadir tanpa didampingi kuasa hukum pada permohonan menyebutkan bahwa pasal tersebut tidak sejalan dengan Pasal 24 ayat (1) UUD 1945, yang menyatakan kewenangan membatalkan dan menguji Perda seharusnya ada di tangan Mahkamah Agung. Untuk menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan pemerintah tersebut, Pemohon menilai Pemerintah Daerah memerlukan perangkat Peraturan Perundang-undangan yang kewenangan pembentukannya berada pada Kepala Daerah atas persetujuan DPRD. “Seharusnya biar masyarakat saja yang melakukan evaluasi atau yudicial review atas sebuah aturan itu,” jelas Deddi di hadapan sidang yag dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna didampingi oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Saldi Isra.
Dalam menunjang terwujudnya sistem hukum yang efektif serta guna meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik, Pemerintah Pusat di pusat maupun daerah membentuk UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang juga merupakan pelaksanaan dari Pasal 22A UUD 1945. Tujuan dari UU ini, tak lain agar semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan memiliki pedoman khusus yang baku dan terstandardisasi dalam proses, metode, dan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan secara terencana, terpadu, dan sistematis.
Menurut Pemohon, pada kenyataannya, UU MD3 hanya memberikan batasan-batasan tertentu dalam hal pembatasan hubungan kerja yang diberlakukan kepada DPRD Kabupaten/Kota dan Pemda tanpa ditinjau dari sudut pandang lain. Untuk itu, melalui Petitum Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan pasal a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Format Permohonan
Menanggapi permohonan ini, Palguna dalam nasihat hakim konstitusi menyampaikan beberapa perbaikan terutama format permohonan dari Pemohon yang belum sesuai dengan sistematika permohonan ke MK. Ia juga focus pada uraian kedudukan hukum Pemohon yang belum menjelaskan kerugian konstitusional yang dialami, baik kerugian yang sifatnya potensial akan terjadi atau aktual dan secara sebab akibat disebabkan oleh UU yang diujikan. Selanjutnya, ia juga mencermati pokok permohonan Pemohon yang belum menguraikan dengan baik alasan UU a quo diajukan pengujian ke MK. “Setelah semua diuraikan dengan jelas, maka baru masuk ke Petitum. Jadi formatnya seperti itu,” saran Palguna.
Sedangkan Saldi menambahkan perlunya Pemohon memerhatikan belum dikemukakannya bunyi pasal yang diujikan dan kewenangan Mahkamah yang dapat dirujuk oleh Pemohon pada permohonan-permohonan yang pernah ada di MK. “Hal yang harus dijelaskan adalah alasan pasal a quo merugikan hak konstitusional Pemohon yang dialami sehingga terlihat wujud dari kehilangan hak konstitusional. Sebab, kalau tidak bisa menjelaskan maka Mahkamah bisa saja mengartikan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dan tidak bisa masuk ke dalam pokok permohonan ini,” jelas Saldi.
Adapun Arief menilai permohonan Pemohon kabur karena yang diajukan tidak jelas mulai dari identitas, format permohonan, pasal yang diujikan, dasar konstitusional pengujian yang dimohonkan, dan substansi dari permohonan hingga pada posita dan petitum.
Sebelum mengakhiri persidangan, Palguna mengingatkan Pemohon untuk menyerahkan perbaikan permohonan selambat-lambatnya pada Senin, 11 Maret 2019 pukul 10.00 WIB ke Kepaniteraan MK. (Sri Pujianti/LA)