JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan permohonan yang diajukan oleh enam guru honorer Kabupaten Kebumen yang menguji materiil aturan tentang Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagaimana tercantum dalam Pasal 94 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Pembacaan Ketetapan Nomor 1/PUU-XVII/2019 ini dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan yang digelar pada Kamis (14/2/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Anwar menjelaskan MK telah menyelenggarakan sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 15 Januari 2019 dengan agenda mendengarkan permohonan para Pemohon. Kemudian pada 25 Januari 2019, Mahkamah menerima surat bertanggal 25 Januari 2019 dari para Pemohon yang menyatakan pencabutan permohonan uji materi UU ASN terhadap UUD 1945 dengan registrasi Perkara Nomor 1/PUU-XVII/2019. Kemudian, Anwar memaparkan dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 29 Januari 2019 dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan dan sekaligus mengkonfirmasi surat pencabutan permohonan, para Pemohon tidak hadir meskipun telah dipanggil secara patut.
“Oleh karena itu maka surat permohonan dimaksud diyakini oleh Panel Hakim sebagai sesuatu yang benar,” ujarnya dalam sidang yang tidak dihadiri Ahmad Zahri, Sunarto, Samsi Miftahudin, Musbikhin, Jumari Saputro dan Aris Maryono selaku Pemohon.
Selanjutnya, Anwar menjelaskan terhadap permohonan pencabutan atau penarikan kembali tersebut, Rapat Permusyawaratan Hakim pada 30 Januari 2019 telah menetapkan permohonan pencabutan atau penarikan kembali permohonan Perkara Nomor 1/PUU-XVII/2019 beralasan menurut hukum.
“Mengabulkan permohonan penarikan kembali permohonan para Pemohon. Permohonan Perkara Nomor 1/PUU-XVII/2019 perihal pengujian konstitusionalitas Pasal 94 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditarik kembali,” tandas Anwar.
Dalam permohonan sebelumnya, Pemohon mendalilkan pasal-pasal yang diuji dinilai menghambat mereka untuk diangkat menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS). Pemohon menyatakan telah dirugikan dengan berlakunya UU ASN yang mempersempit ruang dan peluang tenaga honorer untuk diangkat menjadi CPNS. Hal ini lantaran persyaratan batasan maksimal usia 35 tahun serta mensyaratkan minimal kualifikasi akademik untuk tenaga fungsional adalah S1. Pemohon telah mengabdi selama belasan tahun menjadi tenaga guru honorer, namun merasa disia-siakan atas kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berpihak kepada tenaga honorer. Pemohon merasa tidak mendapat keadilan di tengah suka cita pembukaan lowongan CPNS pada 2018. (Arif Satriantoro/LA)