CISARUA, HUMAS MKRI - Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Penyelesaian Perkara Hasil Pemilihan Umum 2019 Bagi Calon Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Para Advokat se-Indonesia diisi dengan rangkaian kegiatan sejak 11-13 Februari 2019. Ada penyajian materi Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (MK), termasuk praktik berperkara di MK menghadapi Pemilu 2019.
Panitera Muda MK Triyono Edy Budhiarto sebagai narasumber menyampaikan materi “Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 Anggota DPR, DPRD, DPD serta Presiden dan Wakil Presiden”. Salah satunya dijelaskan soal peran Ahli dan Saksi dalam persidangan perselisihan hasil pemilu untuk calon anggota DPD. “Ahli lebih menjelaskan masalah sesuai bidang keahliannya. Bahkan dia bisa menjelaskan norma dalam peraturan perundang-undangan. Sedangkan Saksi hanya mengungkapkan fakta selama pemilu berlangsung,” urai Triyono Edy.
Dikatakan Triyono Edy, pihak yang berperkara di MK harus cermat memilih Ahli karena memang biaya yang tidak sedikit untuk membayar Ahli hadir di persidangan. “Termasuk juga memilih Saksi harus selektif, memilih Saksi yang benar-benar mendukung permohonan Bapak dan Ibu. Kadang ada pihak menghadirkan Saksi tapi tidak ada relevansinya dengan permohonan,” tegasnya.
Kemudian bagi Saksi yang dihadirkan dari luar Jakarta, sambung Triyono Edy, tidak perlu harus datang ke MK. Sebab MK sudah memfasilitasi video conference atau persidangan jarak jauh untuk mereka yang tinggal di luar Jakarta. Penggunaan video conference bisa saat sidang pemeriksaan pendahuluan dan pembuktian. “Kami punya video conference di 42 perguruan tinggi di 34 provinsi. Jadi tidak perlu ke MK. Karena MK berupaya memudahkan para pencari keadilan untuk berperkara di MK sehingga tidak banyak biaya yang dikeluarkan,” paparnya.
Sedangkan, Panitera Pengganti MK Mardian Wibowo menjelaskan prosedur pengajuan permohonan perkara hasil Pemilihan Calon Anggota DPD 2019 ke MK. “Kalau rekapitulasi penghitungan suara baru di tingkat provinsi, jangan diajukan dulu ke MK. Tunggu sampai penetapan resmi dari KPU Pusat,” jelas Mardian Wibowo.
Selanjutnya, Mardian menerangkan pihak-pihak yang berperkara di MK untuk perkara hasil Pemilihan Calon Anggota DPD 2019. Ada Pemohon, Termohon, Pihak Terkait dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). “Bapak dan Ibu bisa menjadi salah satu Pemohon atau Pihak Terkait. Tapi kalau Bapak dan Ibu berada di posisi empat besar atau jadi pemenang pemilihan calon anggota DPD, maka posisinya sebagai Pihak Terkait ketika ada permohonan,” ungkap Mardian.
Mardian juga memaparkan soal tenggat waktu permohonan yang 3 x 24 jam. Artinya, sejak KPU Pusat menetapkan dan mengumumkan hasil pemilihan para calon anggota DPD, maka sejak itulah permohonan mulai bisa diajukan dan ditunggu paling lama 72 jam atau 3 x 24 jam. Lebih dari batas waktu tersebut, permohonan dianggap lewat tenggat waktu.
Dalam bimtek juga disampaikan materi “Penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPD Tahun 2019 Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi” mengenai informasi perkembangan penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2019. Selain itu ada materi “Mekanisme, Tahapan dan Kegiatan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019” antara lain mengenai tahapan, kegiatan dan jadwal penanganan perselisihan hasil pemilu anggota DPD Tahun 2019. Termasuk mekanisme pengajuan permohonan Pemohon, jawaban Termohon, keterangan pihak Terkait maupun pihak lainnya. Kemudian ada juga materi “Teknik Penyusunan Permohonan Pemohon dan Keterangan Pihak Terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPD 2019”.
Setelah diberikan materi bimtek secara keseluruhan, para peserta bimtek melakukan praktik penyusunan permohonan Pemohon dan penyusunan keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPD 2019. Kemudian berlanjut dengan presentasi praktik penyusunan permohonan Pemohon dan keterangan pihak Terkait.
Penutupan
Bimtek Hukum Acara Penyelesaian Perkara Hasil Pemilihan Umum 2019 Bagi Calon Anggota DPD dan Para Advokat se-Indonesia akhirnya secara resmi ditutup oleh Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Budi Achmad Djohari pada Rabu, 13 Februari 2019. Hadir saat penutupan, Ketua DPC Peradi Jakarta Selatan Halomoan Sianturi.
“Dalam penegakan hukum di Indonesia, ada hal esensial yang berbeda dengan penegakan hukum di negara lain. Kita punya Pancasila sebagai filosofi dasar dan orientasi didirikannya negara Indonesia yang merdeka. Sebagai nilai-nilai dasar dan fundamental yang bersifat konseptual paradigmatik dalam bernegara, Pancasila telah disepakati the founding fathers untuk dituangkan ke dalam Pembukaan UUD 1945,” urai Budi Achmad Djohari.
Dikatakan Budi, meskipun kata ‘Pancasila’ tidak secara eksplisit tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, namun the founding fathers dan bangsa Indonesia bersepakat kelima nilai yang tercantum alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 merupakan prinsip dasar negara Indonesia.
“Dikaitkan bagaimana semestinya kita berhukum, kelima nilai itu pula yang harus jadi landasan dan dialirkan dalam membuat dan menegakkan hukum. Pancasila menjadi panduan cara berhukum kita, panduan dalam membentuk dan menegakkan hukum untuk diarahkan sebesar-besarnya bagi terciptanya kepastian hukum yang berkeadilan,” papar Budi.
Budi menegaskan, hukum bukan saja instrumen untuk menciptakan ketertiban bernegara, melainkan harus pula bervisi mewujudkan sebesar-besarnya manfaat keberadaan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. “Itulah sistem hukum Pancasila, sistem yang khas Indonesia. Sistem hukum Pancasila mempunyai karakter antara lain berpaham kekeluargaan dan gotong royong, mempertemukan secara integratif antara keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum bagi masyarakat Indonesia yang heterogen. Sistem hukum Pancasila menghendaki keadilan menjadi sukma dan moral penegakan hukum. Moralitas luhur yang dikandung Pancasila merupakan komitmen etis bangsa Indonesia yang harus diwujudkan. Termasuk untuk menyelenggarakan hukum berlandaskan moral dan budi pekerti yang luhur, Moralitas Pancasila itulah yang semestinya menginternal dalam nurani untuk membentengi para penegak hukum dari segala potensi perilaku kecurangan,” tandas Budi. (Nano Tresna Arfana/LA)