SETELAH putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung yang membebaskan mantan Wakil Panglima Pasukan Pejuang Integrasi (PPI) Timor Timur, Eurico Gutteres atas kasus pelanggaran HAM di Timor Timur (sekarang Timor Leste), Eurico dinilai berhak mendapatkan rehabilitasi dan kompensasi sesuai dengan KUHAP.
Pengamat hukum pidana Universitas Indonesia Rudy Satriyo mengatakan, kompensasi atau pemberian ganti rugi terhadap terdakwa yang telah dinyatakan tidak bersalah sangat dimungkinkan. "Ini diatur dalam Pasal 95 KUHAP. Hanya saja bentuk pengajuannya berupa gugatan kepada negara melalui kejaksaan."
Hal senada juga disampaikan pakar hukum pidana Universitas Trisakti Andi Hamzah. Menurut Andi, pengajuan permohonan akan direspon oleh pengadilan negeri sebagai pengadilan umum pertama yang mengajukan perkara, dengan menunjuk satu hakim untuk memeriksa permohonan tersebut. "Saya pikir akan diterima rehabilitasinya karena adanya putusan MA yang inkracht (berkekuatan hukum tetap-red). Dan untuk ganti rugi sangat dimungkinkan karena KUHAP mengaturnya."
Ketika ditanya besaran kompensasi yang ditentukan. Andi mengatakan hal tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang, karena besarannya tergantung subyektifitas hakim.
"Tapi menurut hemat saya, semakin lama ditahan kompensasinya semakin tinggi. Seseorang dalam kondisi prima dengan standar hidup di Jakarta, sebulannya menghasilkan uang Rp 6 juta. Dan Eurico itu sudah ditahan dari 2004, tinggal dikalikan saja."
Selain secara materi, kompensasi juga bisa dilakukan dengan menghitung secara immateri. "Dia sebagai pejuang Indonesia yang mempertahankan agar Timtim tidak lepas dari Indonesia, maka pengitungan immaterinya harus tinggi. Idealnya Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar," ujar Andi.
Sementara itu, Ketua Komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) untuk Timor Leste Benjamin Mangkoedilaga mengungkapkan, kompensasi tidak diatur secara tegas dalam proses rekonsiliasi. Tapi rehabilitasi dimungkinkan, "Jarang masyarakat mengajukan ini, karena dinyatakan bebas saja sudah bersyukur."
Namun untuk kasus Eurico ini, Benjamin menambahkan, sebaiknya rehabilitasi diajukan karena menyangkut hubungan dua negara.
Setelah Eurico divonis bebas, maka tak ada satupun tersangka pelanggaran HAM berat Timor Timur yang dinyatakan sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas meninggal 12 orang pengungsi pascareferendum.
Menanggapi hal ini, hakim Pengadilan HAM ad hoc Rudy Rizky yang menjatuhkan vonis Eurico 10 tahun penjara, mengungkapkan bahwa putusan MA akan menarik perhatian pihak luar terhadap pengadilan HAM di Indonesia. "Walaupun saya tidak boleh mengomentari putusan tersebut, tapi saya menyakini putusan yang kami ambil adalah putusan yang terbaik."
Sumber www.jurnalnasional.com
Foto dari www.google.co.id