Menyambut pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) yang berlangsung serentak pada 17 April mendatang, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar bimbingan teknis bagi Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) Kamis – Sabtu (31/1/2019 - 2/2/2019) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor. Kegiatan rutin tersebut diselenggarakan MK bagi para pemangku kepentingan dalam Pemilu Serentak 2019 mendatang.
“Inilah mengapa MK menggelar acara bimbingan teknis secara rutin. Ini merupakan momen agar seluruh stake holder dapat lebih siap untuk menyambut pilpres dan pileg,” ujar Ketua MK Anwar Usman membuka acara, pada Kamis malam (31/1/2019).
Anwar menyebut partai politik adalah pemain kunci dalam pilpres dan pileg mendatang. Dari sini, potensi sengketa menjadi hal yang tak dapat dihindarkan. “Jika berkaca di pilpres dan pileg 2014, MK banyak sekali kasus sengketa. Bahkan caleg caleg yang bersengketa tak hanya berbeda partai, namun juga dalam satu partai yang sama,” kata dia.
Karena itu, lanjut Anwar, MK memiliki tugas penting yang mesti diemban karena ikut berperan serta untuk mewujudkan demokrasi berkualitas dan substansial. Sehingga momen sengketa paska pilpres dan pileg mesti berjalan lancar tanpa kendala. Sinergisitas, ujarnya, menjadi hal penting antara seluruh pemangku kepentingan dalam Pemilu Serentak 2019 termasuk MK dan partai politik mesti saling bekerja sama. “Karena dengan cara inilah kita dapat memperkuat demokrasi kita. Di sisi lain juga memastikan amanat konstitusi dan kepentingan rakyat,” ujarnya.
Selain itu, Anwar pun mewanti-wanti karena kemungkinan pilpres dan pileg mendatang memiliki tantangan tersendiri karena untuk pertama kalinya Pemilu digelar secara serentak. “Hal ini mesti jadi pelecut semangat bersama supaya pelaksanaan nantinya berjalan lancar,” tambahnya.
Anwar pun meminta agar kegiatan ini tidak disia-siakan begitu saja, namun diniatkan untuk belajar dan menambah pengetahuan. Sebab materi-materi yang diajarkan akan sangat berguna dan membantu jika nanti terdapat sengketa. “Saya berharap ini momen tidak dilewatkan saja. Akan banyak pemateri bagus dan berpengalaman yang dapat digali ilmunya,” ujarnya berpesan.
Sementara itu, Ketua Partai Garuda Ahmad Rida Sabana menyatakan terima kasih atas kepada MK atas terselenggaranya acara ini. Ia menilai kegiatan seperti ini sangat berharga bagi pihaknya sebab dapat meningkatkan ilmu dan menambah kesiapan jelang pilpres dan pileg mendatang. “Ini ajang kita bersama untuk langsung belajar kepada MK,” jelasnya.
Di sisi lain, pihaknya berharap agar nanti tidak perlu bersengketa di MK. Sebab jika mesti ke MK adalah untuk bersilaturahmi dan bukan untuk berselisih terkait hasil pemilu. Rida menjelaskan partainya merupakan pendatang baru dalam kontestasi politik Indonesia. Meski demikian, partainya bukan berarti bisa diremehkan begitu saja sebab capaian capain yang pihaknya lakukan sejauh ini cukup membanggakan. “Misal anggota partai kita yang terdaftar adalah 697 ribu. Ini mengalahkan partai besar seperti Golkar dan PDIP,” jelasnya. Padahal, kata dia, partai ini baru dinyatakan lolos pemilu di 2015 lalu. Tak hanya itu, jumlah kepengurusan di tiap daerah sudah mencapai 75 persen lebih.
Seluk-Beluk Pilpres dan Pileg
Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi pemateri menjelaskan mengenai seluk-beluk terkait proses sengketa pileg dan pilpres di MK pada Jum’at (1/2/2019).
Di hadapan 154 peserta, ia menjawab beragam pertanyaan terkait syarat pengajuan permohonan Pileg dan Pipres Serentak 2019. MIsalnya, terkait adanya anggota KPU yang melakukan pelanggaran pemilu. Menurut Suhartoyo, MK tidak dapat memproses anggota KPU yang melakukan pelanggaran dalam pileg maupun Pilpres karena hal tersebut merupakan ranah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). MK, tegasnya, sebatas mengadili putusan KPU terkait pileg dan pilpres.
Selain itu, Suhartoyo pun menyinggung tentang waktu permohonan yang dapat dimasukkan ke MK. Sesuai dengan PMK, tenggang waktu pengajukan permohonan adalah 3 x 24 Jam. Jadi, katanya, sebaiknya Pemohon memasukkan dahulu secara online untuk meminimalisir keterlambatan. “Jika sudah dimasukkan secara online, nanti mau diperbaiki akan ada waktu 3 hari,” jelasnya. Dia juga berpesan, sebelum maju bersengketa, poin-poin permasalahan mesti diinventarisir terlebih dahulu.
Sejarah MK
Sementara Juru Bicara MK Fajar Laksono hadir juga sebagai salah satu pemateri. Ia menjelaskan tentang topik MK dalam konteks ketatanegaraan Indonesia. Gagasan pembentukan MK, kata dia, bisa dilacak ketika awal kemerdekaan. Saat itu, M. Yamin mengusulkan agar Balai Agung atau Mahkamah Agung (MA) memiliki kewenangan menguji undang-undang dengan Konstitusi. Sayang, ide ini ditolak oleh Soepomo dengan alasan belum banyak sarjana hukum yang memadai kala itu. Sementara di dunia, MK pertama didirikan di negara Austria pada 1920. Saat itu, usulan dikemukakan tokoh hukum Austria Hans Kelsen. Menurutnya, diperlukan lembaga yang dapat mengawal Konstitusi.
Pascareformasi, ujar Fajar, lahirlah MK di Indonesia. Keberadaan MK untuk memastikan produk undang-undang (UU) yang ada tak bertentangan dengan Konstitusi. “UU adalah produk politik di parlemen. Sehingga perlu lembaga yang bisa memastikan Konstitusionalitas suatu UU,” jelasnya.
Dalam bimtek juga disampaikan materi “Penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2019 Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi”, “Mekanisme, Tahapan dan Kegiatan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019” dan “Teknik Penyusunan Permohonan Pemohon dan Keterangan Pihak Terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2019”.
Usai diberikan materi bimtek secara keseluruhan, para peserta bimtek melakukan praktik penyusunan permohonan Pemohon dan penyusunan keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2019. (Arif Satriantoro/LA)