Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2019 bagi Partai Nasdem ditutup secara resmi oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto pada Rabu (30/1/2019) malam di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua Bogor.
“Bagi Mahkamah Konstitusi, partai politik adalah mitra yang merupakan salah satu pihak ketika terjadi perkara perselisihan hasil, baik pemilihan kepala daerah, pemilihan legislatif dan pemilihan presiden,” ujar Aswanto dalam acara yang dihadiri Kepala Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Budi Achmad Djohari dan Wakil Sekjen Partai Nasdem Bidang Organisasi, Keanggotaan dan Kaderisasi, Hermawi Taslim.
Dikatakan Aswanto, yang jadi dasar pemikiran sehingga MK melakukan kegiatan bimtek agar peserta dapat lebih paham dengan Hukum Acara MK mengenai Perselisihan Hasil Pemilu. “Para peserta sebagai sahabat-sahabat peradilan. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan memiliki tugas pokok menangani perkara pemilihan legislatif. Selain juga memiliki tugas tambahan menangani perkara pemilihan kepala daerah,” urai Aswanto.
Aswanto menuturkan pengalaman saat ia menjabat sebagai Ketua Pengawas Panitia Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden di Sulawesi Selatan tahun 2004. “Ada beberapa KPU yang kami polisikan. Tetapi sekarang teman-teman dari KPU yang sifatnya permanen berpikir sekian kali untuk melakukan pelanggaran. Yang berbahaya itu yang tidak permanen, mulai KPPS, PPS, kecamatan, mereka tidak permanen atau ad hock dan cenderung suka main. Jadi yang perlu diwaspadai adalah penyelenggara pemilu di ujung tombak yang tidak permanen,” ucap Aswanto.
Dijelaskan Aswanto, mahkota pemilu adalah kotak suara. Kalau kotak suara dibuka di tempat yang tidak semestinya, tidak melalui prosedur yang semestinya, patut dicurigai. Kita susah lagi mempercayai kalau mahkotanya sudah dirusak. “Kita berharap, jangan kita yang bekerja, tapi orang lain yang menikmati. Partainya Bapak yang berjibaku di lapangan, tapi nanti yang menikmati partai lain karena ulah petugas yang tidak bertanggung jawab. Saya yakin, Partai Nasdem tidak mau mengambil suara orang dan tidak mau diambil suaranya,” kata Aswanto.
Bimtek Hukum Acara Perkara Perselisihan Hasil Pemilu 2019 bagi Partai Nasdem diisi penyampaian materi oleh para narasumber. Hadir Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan (Puslitka) MK Wiryanto menyampaikan materi “Mahkamah Konstitusi dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”. “Siapa pun yang akan terpilih dan duduk di lembaga legislatif, pastinya harus memahami antara lembaga negara pasca amandemen UUD 1945,” jelas Wiryanto.
Wiryanto melanjutkan, reformasi politik 1998 di Indonesia melatar belakangi perubahan UUD 1945 hingga kemudian melahirkan salah satu lembaga negara yaitu Mahkamah Konstitusi pada 13 Agustus 2003. Terdapat lima kewenangan Mahkamah Konstitusi yakni menguji undang-undang terhadap UUD, memutus sengketa lembaga negara, memutus pembubaran parpol, memutus sengketa hasil pemilihan umum dan memutus pendapat DPR apabila Presiden dan atau Wakil Presiden diduga melakukan perbuatan melanggar hukum.
Wiryanto juga menerangkan pula sejarah terjadinya judicial review pertama kali dunia melalui Kasus Marbury vs Madison di Amerika Serikat pada 1803. Bermula dari William Marbury mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung (MA) agar memerintahkan James Madison selaku secretary of state untuk mengeluarkan keputusan pengangkatan dirinya sebagai hakim.
MA Amerika Serikat yang saat itu dipimpin oleh John Marshall justru membatalkan ketentuan yang mengatur wewenang MA untuk menerbitkan “write of mandamus” kepada eksekutif sebagaimana diatur dalam Judiciary Act 1789 karena bertentangan dengan prinsip separation of powers. Putusan tersebut menjadi dasar tradisi judicial review MA Amerika Serikat.
Wiryanto juga menjelaskan sekilas sejarah Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Tahun 1945 Mohamad Yamin mengusulkan agar Balai Agung (Mahkamah Agung) diberikan kewenangan untuk membanding undang-undang kalau bertentangan dengan UUD, norma adat, norma agama dan lainnya. Namun usulan Yamin ditentang oleh Perumus Konstitusi lainnya, Soepomo dengan beberapa alasan, misalnya Indonesia tidak menerapkan Trias Politica secara murni. Alasan lain, Indonesia belum banyak memiliki ahli hukum yang menguasai konsep pengujian undang-undang.
Hukum Acara MK
Narasumber berikutnya, Panitera Muda MK Muhidin yang menyajikan materi “Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019 Anggota DPR, DPRD, DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden”.
“Tugas para caleg tidak kalah penting dengan pemangku kekuasaan lainnya. Apakah bisa sebuah parpol mengajukan permohonan sengketa yang objek sengketanya adalah perolehan suara untuk teraihnya kursi DPR manakala parpol tersebut tidak meraih parliamentary threshold. Jadi untuk meraih kursi di DPR harus tercapai dulu persentase parliamentary threshold. Sekarang kalau parliamentary threshold mencapai 3,99 persen dan kurang dari 4 persen, ini tidak bisa. Bapak dan Ibu harus memperjuangkan dulu kekurangannya,” ungkap Muhidin.
Terkait dengan penyelenggaraan Hukum Acara Perkara Perselisihan Pemilihan Umum 2019, kata Muhidin, tetap berpedoman pada Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, serta beberapa Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK). “Kita nanti akan fokus pada PMK No. 2 saja. Posisi Bapak dan Ibu dalam berperkara nanti, setidaknya ada dua pilihan. Mau memilih sebagai Pemohon atau sebagai Pihak Terkait?” imbuh Muhidin.
Lebih lanjut Muhidin menyampaikan, bagi mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR akan memiliki 80 daerah pemilihan (dapil). Sedangkan wilayah dapilnya mencakup 518. Jumlah dapil menyesuaikan dengan jumlah penduduk. Kemudian buat mereka yang mencalonkan diri di DPR Provinsi memiliki 271 dapil se-Indonesia. Jumlah wilayah dapilnya 772. “Sebenarnya sengketa hasil pemilu akan berkisar di sini. Kalau tidak di dapil keseluruhan, bisa juga di wilayah dapil. Bisa sampai terus di TPS,” tandas Muhidin.
Dalam bimtek juga disampaikan materi “Penanganan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2019 Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi”, “Mekanisme, Tahapan dan Kegiatan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019” dan “Teknik Penyusunan Permohonan Pemohon dan Keterangan Pihak Terkait Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2019”.
Usai diberikan materi bimtek secara keseluruhan, para peserta bimtek melakukan praktik penyusunan permohonan Pemohon dan penyusunan keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2019. (Nano Tresna Arfana/LA)