Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana uji Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Rabu (30/1/2019) siang. Perkara dengan Nomor 9/PUU-XVII/2019 tersebut diajukan oleh advokat dan aktivis muslim yang tergabung dalam Aliansi Anak Bangsa. Akan tetapi, sidang tersebut ditunda karena Pemohon belum menerima surat pemanggilan sidang.
Ketua Panel Hakim Perkara Nomor 9/PUU-XVII/2019 I Dewa Gede Palguna menyatakan surat panggilan MK sudah disampaikan. Meski demikian, Pemohon menyatakan belum menerimanya. “Atas dasar ini, MK akan mengirim kembali surat pemanggilan untuk sidang,” jelasnya. MK pun belum dapat menarik kesimpulan jika Pemohon tidak serius dalam permohonan ini.
Para Pemohon menguji konstitusionalitas Pasal 77 huruf a KUHAP sepanjang frasa “penghentian penyidikan”. Pasal 77 huruf a KUHAP menyatakan, “Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau penghentian penuntutan”. Para Pemohon menilai telah dirugikan dengan berlakunya KUHAP sepanjang frasa “penghentian penyidikan”. Hal ini lantaran Pasal 77 huruf a KUHAP telah membatasi dan menghilangkan arti dari fungsi kontrol dalam proses penegakan hukum acara pidana, karena sejatinya penyidikan bukan merupakan proses yang dapat dipisahkan dari penyelidikan. Penerapan frasa tersebut telah menghilangkan kepastian dan perlindungan hukum Pemohon sebagai pelapor tindak pidana.
Dalam kasus konkret, para Pemohon merupakan pelapor terhadap dugaan peristiwa tindak pidana penistaan agama yang dilakukan oleh saudari Sukmawati Soekarno Putri tertanggal 4 April 2018. Namun pada tanggal 9 Juli 2018, proses penyelidikan laporan para Pemohon dihentikan dengan alasan bahwa perkara yang dilaporkan oleh para Pemohon bukanlah merupakan tindak pidana. Setelah penyelidikan dihentikan oleh Bareskrim Polri, para Pemohon mengajukan permohonan pra-peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang kemudian ditolak oleh Majelis Hakim dengan beralasan bahwa penghentian penyelidikan tidak termasuk objek pra-peradilan sebagaimana tercantum dalam Pasal 77 KUHAP. Karena putusan pengadilan tersebut, Pemohon berpendapat frasa “penghentian penyidikan” juga harus dimaknai penghentian penyelidikan guna melindungi hak para Pemohon sebagai Pelapor tindak pidana yang laporannya dihentikan dalam proses penyelidikan, dapat mengajukan hak dalam melakukan perlindungan hukum melalui lembaga pra-peradilan yang memiliki fungsi kontrol dalam proses pemeriksaan perkara pidana. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para Pemohon meminta MK menyatakan bahwa pasal yang diujikan tidak mempunyai kekuatan hukum dan bertentangan dengan UUD 1945. (Arif Satriantoro/LA)