Sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (29/1/2019) siang. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 3/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Anggota BPK Rizal Djalil dengan kuasa hukumnya Irman Putrasidin dan rekan.
Sebelumnya, dalam permohonannnya, Pemohon menguji secara materiil Pasal 5 ayat (1) UU BPK khususnya frasa “untuk 1 (satu) kali masa jabatan”. Pasal a quo berbunyi, “Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan”. Menurut Pemohon, BPK masuk dalam ranah fungsi kekuasaan legislatif sebagaimana original intent UUD 1945, maka BPK seharusnya tidak tunduk pada pembatasan periodisasi 2 (dua) kali masa jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU BPK seperti kekuasaan legislatif (MPR, DPR, DPD) tidak dibatasi oleh 2 (dua) kali periode masa jabatan. Pemohon beranggapan, bilamana DPR tidak memiliki batasan periodesasi masa jabatan, maka mutatis mutandis itu juga berlaku bagi anggota BPK karena sifat jabatan dari BPK itu sendiri sama seperti DPR, yaitu majemuk dan kolektif kolegial dalam pengambilan keputusan serta juga menjalankan fungsi legislatif, sehingga sangat kecil kemungkinan untuk bertindak sewenang-wenang. Dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 5 ayat (1) UU BPK sepanjang frasa “untuk 1 (satu) kali masa jabatan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Dalam sidang perbaikan, Andi Irman Putrasidin selaku kuasa hukum memperkuat argumentasi permohonan. Ia menyebut syarat untuk menjadi Anggota BPK hanyalah sarjana tanpa adanya aturan bidang tertentu dan batas usia 35 tahun. Jika Pemohon dibatasi untuk mengajukan diri sebagai Anggota BPK hanya karena sudah melalui dua kali masa jabatan, maka hal itu dinilai Pemohon tidak adil.
“Yang kami dapatkan bahwa untuk menjadi Anggota BPK boleh dalam bidang apapun, yang penting sarjana. Karakter ini sama dengan Anggota DPR, maka (Anggota BPK) merupakan jabatan politis dalam kerangka itu. Tiap 5 tahun lagi dibuka pendaftaran baru. Kalau kemungkinan kami ditutup (untuk mendaftar) karena dua kali masa jabatan, sementara yang lain bisa mendaftar dengan syarat sarjana dan berusia 35 tahun, maka kami menilai ini tidak adil,” ujar Irman di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna tersebut.
Selain memperbaiki argumentasi permohonan, Pemohon juga memperbaiki alat bukti, yakni Alat Bukti P-7 yang semula merupakan daftar riwayat hidup Pemohon menjadi risalah pembentukan UU BPK. (Lulu Anjarsari)