Memasuki tahun 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Refleksi Tahun 2018 dan Proyeksi Kinerja Tahun 2019 pada Senin (28/1/2019) di Le Meridien Hotel, Jakarta. Kegiatan ini ditujukan untuk menyampaikan kinerja MK selama 2018 dan proyeksi kinerja MK pada 2019 yang merupakan tahun politik.
Dalam pemaparannya, Ketua MK Anwar Usman menyampaikan Refleksi Kinerja Tahun 2018, yang mengemukakan kegiatan dan hal-hal strategis yang telah dilakukan dan dicapai MK sepanjang tahun 2018. Kemudian, ia juga menyampaikan Proyeksi Kinerja Tahun 2019, yang mengutarakan secara garis besar sejumlah perencanaan strategis dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan MK pada 2019 beserta dengan alokasi anggarannya.
“Refleksi Kinerja MK Tahun 2018 ini mengemukakan hal-hal strategis dan kegiatan yang telah dilakukan dan dicapai MK sepanjang tahun 2018. Kesemuanya dilakukan guna memastikan kelancaran pelaksanaan kewenangan konstitusional MK, utamanya peran MK dalam mengawal daulat rakyat, baik melalui putusan pengujian undang-undang maupun perkara perselisihan hasil pilkada,” terang Anwar.
Jumlah Perkara 2018
Selain itu, Anwar menyebut sepanjang 2018, MK telah meregistrasi sebanyak 102 perkara pengujian UU dan 72 perkara perselisihan hasil pilkada (PHP Kada). Jumlah perkara PUU tersebut, sama persis dengan jumlah PUU yang diregistrasi MK pada 2017. Dari jumlah tersebut, terdapat lanjutan pemeriksaan perkara PUU tahun sebelumnya, yakni sebanyak 49 perkara. “Dengan demikian, total perkara yang ditangani MK pada tahun 2018 (PUU dan PHP Kada) sejumlah 223 perkara, yang terdiri atas 151 perkara pengujian UU dan 72 perkara perselisihan hasil pilkada,” paparnya di hadapan sejumlah pimpinan lembaga negara, LSM, serta media massa tersebut.
Dari total sebanyak 223 perkara yang ditangani MK pada 2018, Anwar melanjutkan MK telah memutus sebanyak 186 perkara yang terdiri atas 114 perkara pengujian UU (49 perkara PUU pada 2017 dan 65 perkara yang diregistrasi pada 2018) serta 72 perkara PHP Kada. Artinya, sambung Anwar, sebanyak 37 perkara PUU akan dilanjutkan penyelesaiannya di tahun 2019. Jumlah 37 perkara yang akan dilanjutkan pemriksaan di tahun depan lebih sedikit dibandingkan tahun lalu yang sebanyak 49 perkara. “Itupun disebabkan perkara-perkara tersebut umumnya baru diajukan dan diregistrasi pada akhir tahun 2018,” ujarnya.
Dalam acara tersebut, Anwar juga menyampaikan untuk menangani perkara selama tahun 2018, MK menyelenggarakan sidang dan RPH sebanyak 1.142 kali. Sidang Panel dilaksanakan sebanyak 348 kali. Sementara, Sidang Pleno dilaksanakan sebanyak 384 kali. Untuk Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) dilaksanakan sebanyak 410 kali. “Jumlah itu menunjukkan tiada hari bagi hakim konstitusi tanpa RPH dan sidang,” tambah Anwar.
Dari seluruh putusan pada 2018, sebanyak 32 perkara diputus tanpa melalui tahap proses pemeriksaan persidangan, karena MK menganggap substansi perkara sudah sangat jelas, sehingga tidak perlu dan tidak relevan mendengarkan keterangan pihak-pihak lain. Kemudian, sebanyak 151 perkara PUU di tahun 2018, terdapat sebanyak 46 UU yang diajukan pengujian ke MK. Dari jumlah itu, 5 (lima) UU yang paling sering diuji pada tahun 2018. “Undang-undang tersebut, yakni UU Pemilu, UU MD3, UU Ketenagakerjaan, UU Advokat, serta UU Mahkamah Agung,” urai Anwar.
Terkait jangka waktu penyelesaian perkara PUU di tahun 2018, Anwar menyatakan MK mencatatkan waktu penyelesaian perkara setiap perkara PUU rata-rata selama 69 hari kerja atau 3,5 bulan/perkara. Sementara, di tahun 2017, dari 131 putusan pengujian UU, rata-rata jangka waktu penyelesaian setiap perkara ialah 101 hari kerja atau 5,2 bulan/perkara. Artinya, jangka waktu penyelesaian perkara tahun 2018 lebih cepat dibandingkan dengan tahun 2017. Ini merupakan peningkatan signifikan dalam hal kecepatan MK memutus perkara PUU. “Mudah-mudahan hal ini dapat ditingkatkan atau setidaknya dapat ditingkatkan seiring dengan meningkatnya kualitas putusan MK,” ujar Anwar.
Terkait jangka waktu penanganan perkara pengujian undang-undang, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna juga menyampaikan bahwa belum adanya kepastian dalam menangani perkara PUU merupakan pekerjaan rumah bagi MK sejak berdiri pada 2003. Menurutnya, MK hanya ‘mengikuti’ para pencari keadilan terkait lamanya persidangan. “Misalnya, jumlah saksi atau ahli yang ingin disampaikan dalam persidangan. Hal ini pula yang mempengaruhi jangka waktu penanganan perkara pengujian undang-undang,” terang Palguna.
Kegiatan Nonpersidangan
Selain kegiatan persidangan, MK pun melakukan kegiatan nonpersidangan selama 2018. Kegiatan nonpersidangan yang dilakukan MK, di antaranya melakukan Pengembangan Teknologi, Informasi, dan Komunikasi melalui sejumlah langkah pengembangan dan penguatan IT yang diarahkan pada penanganan perkara dan penyediaan layanan publik dan layanan informasi berbasis elektronik. MK juga memantapkan Kapasitas Kelembagaan melalui penyempurnaan struktur organisasi Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal MK.
“Dalam menguatkan kerja sama dalam negeri, pada tahun 2018, MK menjaga hubungan baik sekaligus meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak di dalam negeri melalui Penandatanganan Nota Kesepahaman, antara lain dengan LPSK, BPKP, Universitas Kristen Satya Wacana, dan Perpustakaan Nasional. Kerja sama dengan perguruan tinggi sebagai friends of the court juga dilakukan dalam bentuk penyelenggaraan seminar nasional, Focus Group Discussion, penelitian, Pekan Konstitusi dan kegiatan-kegiatan lain,” terang Anwar.
Proyeksi Kinerja 2019
Dalam kesempatan tersebut, Anwar juga memaparkan proyeksi kinerja MK 2019. Ia menjelaskan sejumlah perencanaan strategis dan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan MK pada tahun 2019 beserta dengan alokasi anggarannya, khususnya fungsi dan peran MK mewujudkan electoral justice dalam Pemilu Serentak tahun 2019. Program/kegiatan prioritas MK yang akan dilaksanakan pada 2019 yang terbagi ke dalam kegiatan prioritas, yaitu (1) Pelaksanaan Kewenangan Konstitusional MK dan Persiapan Penanganan Perkara PHPU Serentak Tahun 2019; (2) Peningkatan Kualitas Putusan MK, (3) Kegiatan Pendidikan dan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara, (4) Peningkatan Kegiatan Kerja Sama Dalam Negeri dan Luar Negeri, dan (5) Penyempurnaan Dokumen SDM berdasarkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah menyampaikan bahwa kegiatan ini sebagai laporan berkala kepada publik, terutama mengenai perkara yang ditangani, baik yang diregistrasi, sedang diproses, maupun yang telah diputus, merupakan amanah Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Hal demikian menandakan, tugas normatif dan kinerja Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi haruslah dapat dipertanggungjawabkan,tidak hanya kepadaTuhan Yang Maha Kuasa, tetapi juga kepada rakyat Indonesia. “Atas dasar hal-hal yang kami nyatakan tadi, acara ini pada dasarnya memiliki agenda tunggal, yakni penyampaian kepada publik mengenai kinerja Mahkamah Konstitusi,” paparnya.
Hadir dalam kegiatan tersebut, Ketua DPR Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Mahkamah Agung Syarifuddin, Ketua BPK Moermahadi, Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu Abhan, serta sejumlah LSM dan media massa tersebut. (Lulu Anjarsari)