Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sebagai pembicara dalam acara Sosialisasi Pemahaman Konstitusi Bagi Masyarakat Kabupaten Dompu dengan tema "Titik Singgung Putusan Mahkamah Konstitusi dengan Mahkamah Agung dan peradilan di bawahnya". Acara ini berlangsung pada Jum'at (25/1/2019) di Aula Pendopo Bupati Dompu, Nusa Tenggara Barat.
Dalam kesempatan tersebut, Anwar menyampaikan bahwa Mahkamah Agung adalah "Saudara tua" MK dan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman sebagaimana disebutkan pada pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
“Walaupun sama-sama pelaku kekuasaan kehakiman, fungsi dan karakteristik antara MA dengan MK berbeda. MK mengawal Konstitusi, sementara MA mengawal UU,” ujar Anwar di hadapan 300 orang dan dihadiri oleh Bupati Dompu, Kapolres Dompu, Ketua Pengadilan Negeri Dompu serta jajaran perangkat kecamatan dan desa serta para tokoh masyarakat se-Kabupaten Dompu.
Anwar juga menjelaskan kewenangan kedua lembaga ini diatur dalam UUD 1945. Pasal 24A UUD 1945 untuk Mahkamah Agung dan Pasal 24C UUD 1945 untuk Mahkamah Konstitusi. Dalam kesempatan tersebut, Anwar menyampaikan mengenai kewenangan MK berdasarkan ketentuan Pasal 24C UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Kewenangan tersebut, yakni menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil Pemilihan Anggota Legislatif dan Pilpres.
Kemudian, Anwar melanjutkan satu kewajiban, yakni memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeachment). Jika dulu yang bisa melakukan pemakzulan terhadap presiden/wakil presiden bisa dilakukan oleh MPR. Tapi kini harus melalui MK dengan syarat 2/3 Anggota DPR berpendapat bahwa presiden/wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan atau pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden. (Gani/LA)