Jakarta, Kompas - Pengalihan penanganan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada kepada Mahkamah Konstitusi atau MK mesti diantisipasi. Putusan MK yang bersifat akhir dan mengikat berisiko menimbulkan masalah jika sampai ada putusan yang keliru karena tidak ada kesempatan untuk mengoreksi.
Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti di Jakarta, Kamis (3/4), menyebutkan, yang mesti diperhatikan adalah mekanisme sidang di MK. Apabila model persidangan MK seperti saat Pemilu 2004, kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan tidak pernah dikoreksi. MK tidak pernah mencoba menggali kebenaran prosedur dan mekanisme ataupun tidak memiliki keputusan mengembangkan kasus.
âTapi memang kita perlu mencermati soal apakah keputusan MK soal sengketa ini mutlak harus bersifat final dan mengikat,â ujar Ray.
Pengalihan penanganan sengketa hasil pilkada dari Mahkamah Agung ke MK termuat dalam perubahan kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Pemerintahan Daerah yang disetujui dalam rapat paripurna DPR 1 April lalu. Pengalihan itu diberi masa tenggang maksimal 18 bulan sejak pengesahan undang-undang.
Ketetapan hukum
Menurut Ray, putusan MK yang final dan mengikat memang ibaratnya potong kompas putusan hukum. Hakikatnya adalah untuk memastikan adanya ketetapan hukum. Namun, pada saat bersamaan hal itu mematikan dimungkinkannya menggali kebenaran dan mengoreksi kealpaan.
Secara terpisah, anggota Komisi II DPR Saifullah Maâshum (Fraksi Kebangkitan Bangsa, Jawa Timur V) menyebutkan, pengalaman kesalahan mengambil keputusan di MK tidak boleh terjadi lagi. Peserta pemilu yang beperkara dan MK harus bersiap. Misalnya, MK harus menyiapkan sistem, tata beracara, dan sumber daya manusia. MK juga harus membentuk semacam perwakilan di daerah yang bersifat ad hoc.
Berdasarkan catatan Kompas, putusan sengketa hasil pemilu anggota DPR 2004 untuk daerah pemilihan Papua, Papua Barat, dan Sulawesi Tengah kontroversial. Bahkan, KPU sempat berkirim surat ke MK menyangkut putusan yang dinilai keliru.
Saifullah berpendapat, putusan yang bersifat final itu justru lebih memberikan kepastian dan kecepatan putusan hukum. (dik)
Sumber: HU Kompas / Jumat, 04 April 2008
Foto: www.kpu-jateng.go.id