Peringatan Hari Ibu ke-90 di lingkungan Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (27/12) pagi. Para pejabat dan pegawai hadir dalam acara yang berlangsung sederhana dan khidmat. Kepala Biro Hukum dan Administrasi Kepaniteraan MK Kurniasih Panti Rahayu bertindak sebagai pembina upacara.
“Hari Ibu Indonesia lahir dari pergerakan bangsa Indonesia. Dalam pergerakan kebangsaan kemerdekaan, peran perempuan Indonesia menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam perjuangan panjang bangsa ini untuk meraih kemerdekaannya,” ujar Kurniasih yang menyampaikan Sambutan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.
Dikatakan Kurniasih, keterlibatan perempuan dibuktikan melalui Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928 di Yogyakarta yang telah mengukuhkan semangat dan tekad bersama untuk mendorong kemerdekaan Indonesia.
“Hakikat Peringatan Hari Ibu setiap tahunnya adalah mengingatkan seluruh rakyat Indonesia, terutama generasi muda akan arti dan makna Hari Ibu sebagai momentum kebangkitan bangsa, penggalangan rasa persatuan dan kesatuan serta gerak perjuangan kaum perempuan yang tidak dapat dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Karena itu sebagai apresiasi atas gerakan yang bersejarah itu, Peringatan Hari Ibu ditetapkan setiap tanggal 22 Desember sebagai hari nasional bukan hari libur,” ucap Kurniasih.
Peringatan Hari Ibu, sambung Kurniasih, juga diharapkan mendorong semua pemangku kepentingan untuk memberikan perhatian, pengakuan akan pentingnya eksistensi perempuan dalam berbagai sektor pembangunan. Peringatan Hari Ibu juga diharapkan dapat membawa pengaruh positif bagi peningkatan kualitas hidup, pemenuhan hak dan kemajuan perempuan.
“Di lain sisi juga memberikan keyakinan yang besar bahwa perempuan apabila diberi peluang dan kesempatan mampu meningkatkan kualitas hidupnya serta mengembangkan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Saat ini bahkan terbukti perempuan dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, mampu menjadi motor penggerak dan motor perubahan atau agent of change,” tandas Kurniasih.
Bertepatan dengan Peringatan Hari Ibu ke-90 Tahun 2018 telah diusung tema "Bersama Meningkatkan Peran Perempuan dan Laki-Laki dalam Membangun Ketahanan Keluarga untuk Kesejahteraan Bangsa". Tema ini dibangun dengan melihat situasi dan kondisi bangsa Indonesia tahun 2018. Berbagai persoalan sosial saat ini marak terjadi, dan berdampak kepada kehidupan masyarakat, khususnya perempuan dan anak, seperti terjadinya kekerasan, bentuk-bentuk perlakukan diskriminatif, dan lain-lainnya.
Menilik sejarahnya, Hari Ibu di Indonesia dirayakan secara nasional pada 22 Desember yang diresmikan Presiden Soekarno dibawah Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 pada ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Hari Ibu di Indonesia dirayakan pada ulang tahun hari pembukaan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama digelar dari 22 hingga 25 Desember 1928. Kongres ini diselenggarakan di sebuah gedung bernama Dalem Jayadipuran, yang kini merupakan kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional di Jl. Brigjen Katamso, Yogyakarta. Kongres ini dihadiri sekitar 30 organisasi wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Di Indonesia, organisasi wanita telah ada sejak 1912, terinspirasi oleh pahlawan-pahlawan wanita Indonesia pada abad ke-19, seperti Kartini, Martha Christina Tiahahu, Cut Meutia, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rasuna Said, dan sebagainya. Kongres dimaksudkan untuk meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan. (Nano Tresna Arfana/LA)