Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman menjadi pembicara dalam Kongres Forum Mahasiswa Hukum Tata Negara se-Indonesia (FMHTN) dengan tema “Neraca Konstitusi dalam Persatuan Bangsa” di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, pada Jum’at (21/12). Anwar menyampaikan bahwa neraca konstitusi dalam persatuan bangsa merupakan sebuah tema yang sangat menarik juga sangat penting karena sebelum dan setelah reformasi jurusan hukum tata negara sangat banyak diminati oleh mahasiswa. “Harus diakui bahwa sebelum reformasi memang jurusan hukum tata negara tidak memiliki peran penting di republik ini. Namun setelah reformasi bergulir hampir di seluruh media massa yang tampil adalah para pakar hukum tatanegara,” tegasnya.
Berbicara tentang konstitusi tak bisa lepas dengan Pancasila dimana keterkaitan antara konstitusi dengan Pancasila. Jika dikaitkan dengan sila ketigas persatuan Indonesia, sebab Pancasila memiliki komitmen kebangsaan dalam mempersatukan perbedaan dan keberagaman. “Konstitusi merupakan kesepakatan bersama warga negara yang paling tinggi dan menjadi pedoman penyelenggaraan kekuasaan negara. Konstitusi juga menjadi rujukan dan sumber hukum negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, belakangan ujian terhadap Pancasila dan Konstitusi apalagi terkait dengan persatuan Indonesia. Beberapa waktu terakhir gerakan radikal yang mengancam persatuan bangsa. Hal tersebut dilatarbelakangi dengan adanya ormas tertentu, yang dianggap ajaran menyimpang dari koridor kebangsaan. “Akhir-akhir ini radikal menjadi pengertian yang cenderung negatif, radikal identik dengan kekerasan, teror, kasar dan hal negatif lainnya. Sebuah istilah yang netral bisa berubah konotasinya menjadi negatif jika istilah tersebut dikaitkan dengan hal-hal negatif,” tandasnya.
Anwar mengatakan radikal merupakan segala sesuatu yang sifatnya mendasar sampai keakar-akarnya atau sampai pada prinsipnya. Sebagai umat beragama berpikir radikal harus dimiliki dan menjadi pedoman dalam berkeyakinan, belajar agama harus menyeluruh tidak sepotong-sepotong, tidak hanya mengambil yang menguntungkan dan meninggalkan yang tidak menguntungkan bagi dirinya, karena ajaran agama tidak ada yang merugikan umatnya. Agama hadir sebagai aturan hidup sesuai dengan keyakinan yang dibawa oleh para utusan Allah.
“Bahwa radikal harus ada disetiap pemeluk agama, karena dengan radikal kita belajar agama dengan menyeluruh dan utuh. Orang yang bertindak menyimpang atau yang dikonotasikan negatif akhir-akhir ini bukan termasuk berpikir radikal tetapi orang yang belajar tentang agama tidak menyeluruh dan mendalam,” katanya.
Di akhir paparannya, Anwar juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki sistem hukum yang khas yakni sistem hukum yang dijiwai oleh ideologi negara yang dikenal dengan Pancasila. Menurutnya, sejak Indonesia merdeka, para pendiri negara Indonesia tidak hanya berkomitmen terhadap terbentuknya negara dengan prinsip demokrasi, namun juga berkomitmen untuk mewujudkan konsepsi negara hukum. (Bayu/Hendy/LA)