Penggugat Frasa “Tionghoa” dalam UU KUHPerdata Cabut Permohonan
Kamis, 20 Desember 2018
| 17:13 WIB
Ketua Sidang Hakim Suhartoyo bersama Hakim MK Enny Nurbaningsih dan Hakim MK Arief Hidayat menggelar Sidang Perbaikan uji materiil Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Rabu (19/12) di Ruang Sidang MK. Foto Humas/Ifa.
Mahkamah Konstitusi menggelar sidang kedua uji materiil Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) pada Rabu (19/12) di Ruang Sidang Pleno MK. Namun pada sidang kedua dengan agenda perbaikan permohonan, Jandi Mukianto yang merupakan perseorangan warga negara beretnis Tionghoa dalam perkara Nomor 96/PUU-XVI/2018 ini tidak hadir. Dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo ini menyampaikan bahwa Pemohon mencabut permohonannya.
“Pemohon tidak hadir karena memang sudah menyerahkan surat pernyataan mencabut permohonanya,” jelas Suhartoyo yang didampingi Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Enny Nurbaningsih.
Pada sidang sebelumnya, Pemohon menyatakan frasa “Tionghoa” pada KUHPerdata membatasi fungsi serta tujuan penegakan hukum di Indonesia yang menganut asas kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Berkaitan dengan pengertian tersebut, dalam sebuah kasus konkret ketika ingin membuat Surat Keterangan Waris, Pemohon harus menghadap notaris. Sedangkan untuk etnis di luar Tionghoa, hanya perlu datang ke kelurahan dan mendapatkan surat pengesahan. Terhadap hal ini, Pemohon juga memandang dalam suatu undang-undang ketika dibentuk dan berlaku maka diharuskan keberlakuannya secara universal dan tidak hanya kepada golongan tertentu. Namun, dalam KUHPerdata ini masih terdapat frasa “Tionghoa”. Sehingga menurut perkembangan NKRI bahwa jiwa dari KUHPerdata ini sudah tidak sesuai lagi. Untuk itu, Pemohon memohonkan kepada Majelis untuk menyatakan setiap muatan bab, pasal, ayat yang mengandung frasa “Tionghoa” dalam KUHPerdata tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Sri Pujianti/LA)