Ketua Forum Perjuangan Pensiunan Bank Negara Indonesia (FPP BNI) Martinus Nuroso kembali mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) ke Mahkamah Konstitusi. Sidang permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 100/PUU-XVI/2018 ini beragendakan Pemeriksaan Pendahuluan digelar MK pada Selasa (18/12).
Martinus yang mewakili FPP BNI menguji Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan, “Dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha”.
Melalui permohonannya, Pemohon mengungkapkan berbagai upaya yang telah dilakukannya bersama FPP BNI untuk memperoleh kekurangan pembayaran uang pesangon. Pemohon menilai, Manajemen BNI, melalui peraturan internal BNI, telah menafsirkan secara sepihak Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yaitu dengan tidak mempertimbangkan penjelasan atas pasal tersebut. Dalam penjelasan Pasal 167 ayat (3), diterangkan secara eksplisit contoh perhitungan uang yang seharusnya diterima oleh Pemohon selaku pensiunan BNI. Oleh karena itu, hak Pemohon untuk memperoleh uang pesangon dengan jumlah yang dinilainya tepat tidak terpenuhi. Oleh karena itu pula, Pemohon mengalami kerugian materiil. Ketidaksinkronan pasal dengan penjelasan pasal tersebut mendorong Pemohon mengajukan permohonan pengujian ketentuan tersebut.
Dalam permohonannya, Pemohon juga menekankan bahwa pasal yang saat ini Pemohon ujikan merupakan persoalan seluruh pekerja, yang tunduk kepada UU Ketenagakerjaan. Pemohon berteori, dengan penafsiran pasal tersebut oleh MK, peraturan internal BNI mengenai perhitungan pesangon akan batal demi hukum sehingga tidak lagi merugikan Pemohon. Berdasarkan hal tersebut, Pemohon meminta MK untuk memberikan tafsir konstitusional atas Pasal 137 ayat (3) UU Ketenagakerjaan.
“Pemohon mendalilkan kerugian konstitusionalnya karena Manajemen BNI dan Majelis Hakim PHI menafsirkan secara sepihak atas Pasal 167 ayat (3) dan Penjelasan UU 13/2003 sehingga mengakibatkan terjadi kekurangan bayar uang pesangon,” jelasnya tanpa diwakili kuasa hukum.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih meminta kejelasan terkait dasar pengujian karena dalam permohonan semata meminta tafsir Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan. “Bagian ini harus jelas sekali. Sebab akan membuat legal standing-nya menjadi tidak jelas juga,” ujarnya.
Kemudian, Enny meminta agar Pemohon menjelaskan kerugian konstitusionalitas yang dialami. “Apakah terjadi secara faktual, real dihadapi atau memang potensial dihadapi. Ini mesti dijelaskan supaya clear, bertahap, dan sistematis,” ujarnya.
Sementara Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta Pemohon menguraikan bagian posita yang membuktikan hal ini adalah persoalan konstitusionalitas dan bukan persoalan konkret. “Kalau tadi yang Anda sebutkan itu adalah persoalan konkret, persoalan penerapan pasal ini. Idealnya di-posita diuraikan Pasal 167 dan penjelasannya merupakan persoalan konstitusionalitas,” jelasnya.
Sementara terkait petitum, Arief meminta agar diperbaiki juga. Ia menyarankan agar Pemohon dapat mencontoh permohonan lain yang sudah masuk ke MK. Di sisi lain, ia meminta Pemohon mempertegas kedudukan hukum sebagai individu atau organisasi. (Arif Satriantoro/LA)