Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memberikan sambutan dalam kegiatan Laporan Kinerja 2018 Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Ancol, Jakarta Utara, Selasa (18/12). Kegiatan ini dihadiri oleh Penyelenggara Pemilu Pusat dan Daerah, pemangku kepentingan Pemilu, Tim Pemeriksa Daerah unsur KPU, Bawaslu dan masyarakat dari seluruh Indonesia, serta Penggiat Pemilu.
Menurut Anwar, melalui Laporan Kinerja Tahun 2018 ini untuk mengintrospeksi diri khususnya bagi para komisioner DKPP agar lebih baik lagi di tahun-tahun selanjutnya, karena kegiatan ini merupakan bentuk pertanggungjawaban publik lembaga kepada masyarakat. “Lebih utama adalah untuk mengintrospeksi diri khususnya bagi para komisioner DKPP karena kegiatan ini merupakan bentuk kerja DKPP sesuai asas-asas pemerintahan yang baik,” katanya.
Lanjut Anwar, proses pemilu yang saat ini dilaksanakan, merupakan konsekuensi logis dari sistem demokrasi yang kita anut di dalam konstitusi, begitu juga halnya, berlaku bagi negara-negara lain, yang menganut sistem yang sama. Saat ini, seluruh negara-negara di dunia, sistem demokrasi merupakan sistem bernegara yang tidak dapat dielakkan pelaksanaannya.
Sejak Indonesia merdeka, beberapa sistem pemilu dan demokrasi telah diterapkan. Namun, tentulah sistem tersebut, harus diperbarui dan dievaluasi sesuai dengan zamannya. Dahulu, pasca Indonesia merdeka, pelaksanaan demokrasi dan pemilu yang mendapat pujian, baik dari masyarakat nasional maupun internasional, adalah pemilu yang dilaksanakan pada 1955.
“Pemilu tersebut mendapat pujian, karena dilaksanakan dengan jujur, adil, transparan, dan dilaksanakan dengan integritas yang tinggi. Meski pemilu tersebut, merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan, pasca Indonesia merdeka,” tegasnya
Namun pasca pemilu 1955, ada yang menilai bahwa demokrasi dan pemilu seolah hanya rutinitas belaka yang wajib dilaksanakan, sesuai dengan kalender ketatanegaraan. Oleh karena itu, proses demokrasi dan pemilu sebelumnya, perlu dilakukan evaluasi perubahan UUD 1945. “Pemilihan umum yang kita jalani saat ini, merupakan bagian dari konsekuensi paham sistem demokrasi dan nomokrasi yang menjadi paradigma konstitusi kita, UUD 1945 pasca dilakukannya perubahan pada tahun 1999-2002,” tandasnya
Perkembangan demokrasi dan pemilu merupakan suatu proses yang harus dimaknai secara positif. Meski harus dimaklumi pula, bahwa perkembangan tersebut, juga telah melahirkan kompleksitas permasalahan sistem yang tinggi. Permasalahan itu, tidak hanya dalam proses pelaksanaan pemilunya saja, melainkan juga terkait dengan penyelesaian sengketa pemilu di MK pasca rekapitulasi suara dilakukan.
Untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas dan berkualitas, tentu tidaklah semudah mengucapkannya. Anomali demokrasi merupakan persoalan umum yang terjadi di berbagai negara. Oleh karena itu, untuk menjaga proses demokrasi dan mencapai hasil pemilu yang diharapkan, dibutuhkan kerjasama dan sinergitas seluruh organ negara yang terkait penyelenggaraan pemilu, yaitu KPU, Bawaslu, DKPP, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Mahkamah Konstitusi dan tentunya seluruh elemen masyarakat. Keseluruhan elemen tersebut, harus bersinergi untuk mensukseskan pemilu, demi terjaganya kedaulatan rakyat.
Sementara, Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Harjono tegas menjelaskan bahwa rumusan kode etik yang dibuat itu memiliki ikatan yang membuat penyelenggara Pemilu taat dan patuh terhadap kode etik. “Kode etik itu menjadi jalan hidup bagi penyelenggara Pemilu. Kode etik menjadi pedoman bagi penyelenggara Pemilu dalam berperilaku dan bertindak dalam menjalankan tugas,” tegasnya
Harjono juga menjelaskan bahwa profesi penyelenggara pemilu memiliki etika. Etika yang dimaksud yakni menggambarkan pada komitmen individu dan kelompok untuk mengontrol diri sesuai dengan profesi yang dijalani. Terkait dengan kode etik penyelenggara pemilu, dia menegaskan bahwa kode etik harus dipahami dan ditaati. Selain itu, penyelenggara pemilu sebagai profesi harus independen dan berintegritas. “Etikanya profesi Bawaslu dan KPU itu harus independen dan berintegritas. Artinya KPU dan Bawaslu harus jujur dan adil,” jelasnya.
Selain itu, Arief Budiman Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut bahwa selama 2018 seluruh penyelenggara pemilu telah melakukan koordinasi dan bersinergi dengan sangat baik. “Sinergi antar sesama penyelenggara menjadi amat sangat penting, di tengah kepadatan tahapan. Konsolidasi dan koordinasi harus selalu dibangun,” tutupnya. (Bayu/LA)