Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya uji konstitusionalitas batas waktu magang bagi calon advokat. Mahkamah menilai frasa “terus-menerus” dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) dimaknai pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses magang, bukan mengenai masa magang seseorang. Demikian Putusan Nomor 79/PUU-XVI/2018 dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya pada Senin (26/11) di Ruang Sidang Pleno MK.
Sebelumnya, Rido Pradana dan Nurul Fauzi dari Lembaga Bantuan Hukum Gerakan Pemuda Ansor selaku Pemohon mendalilkan bahwa norma Pasal 3 ayat (1) huruf d Undang-Undang Advokat menimbulkan diskriminasi bagi para Pemohon untuk menjadi seorang advokat dan menghambat para Pemohon untuk memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja sebagai seorang advokat, sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, Mahkamah mengurai bahwa secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan proses magang untuk membekali pengetahuan dan keterampilan praktik agar calon advokat mampu menjalankan fungsinya memberikan jasa hukum setelah secara resmi mengucapkan sumpah sebagai advokat. Dengan mengikuti magang, lanjutnya, seorang calon advokat akan memahami manajemen advokasi yang dilakukan di kantor hukum dan memahami pula manajemen operasional kantor advokat.
“Oleh karena pentingnya pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses magang maka wajar apabila hal demikian harus dilakukan secara berkesinambungan. Dalam konteks itulah frasa ‘terus-menerus’ harus dipahami supaya pengetahuan dan keterampilan yang didapat tidak terputus,” ucap Manahan.
Terkait dalil Pemohon yang menyebut pasal tersebut menyebabkan ketidakpastian dan tidak adanya perlindungan hukum bagi calon advokat yang magang apabila dalam masa magang diberhentikan masa magangnya oleh kantor advokat yang bersangkutan sebelum masa dua tahun, Mahkamah berpendapat sesuai dengan Penjelasan Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat, magang tidak harus dilakukan pada satu kantor advokat. Mahkamah menekankan pentingnya bahwa magang tersebut dilakukan secara terus-menerus.
Manahan pun memaparkan mengenai kekhawatiran Pemohon berkenaan dengan tidak dihitungnya masa magang yang telah dijalani sebelumnya di suatu kantor advokat jika yang bersangkutan pindah magang ke kantor advokat yang lain, maka jangka waktu yang telah dijalani masih tetap dihitung sepanjang menurut batas penalaran yang wajar tidak menghilangkan prinsip kesinambungan yang bersifat terus-menerus.
Sementara itu, lanjut Manahan, berkaitan dengan adanya komersialisasi, Mahkamah berpendapat, dalil Pemohon tersebut merupakan kecurigaan maupun kekhawatiran Pemohon yang mungkin terjadi di lapangan. Andaikan memang benar terjadi sebagaimana yang Pemohon dalilkan, maka hal tersebut bukanlah merupakan persoalan konstitusionalitas norma melainkan masalah penerapan norma, karena sejatinya UU Advokat dibuat untuk melindungi para Advokat maupun calon Advokat. “Menimbang berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat bahwa terhadap dalil para Pemohon mengenai pengujian Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat adalah tidak beralasan menurut hukum,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)