Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan ketetapan terkait uji materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), Kamis (22/11). MK menegaskan tidak berwenang mengadili perkara tersebut.
“Menyatakan Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili permohonan Pemohon,” ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan Ketetapan Nomor 75/PUU-XVI/2018.
Mahkamah, lanjut Anwar, menemukan kerancuan pokok permasalahan yang diajukan oleh Pemohon. Ini terlihat pada judul permohonan, yaitu “Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Adapun petitum permohonan berupa pertanyaan mengenai kapan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012 yang membatalkan ketentuan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Mahkamah telah memberi nasihat agar Pemohon memperjelas norma undang-undang yang dimintakan pengujiannya guna membuktikan kerugian hak konstitusional. Namun dalam sidang perbaikan permohonan pada tanggal 4 Oktober 2018, Pemohon tetap pada pendiriannya,” tegasnya.
Sebelumnya, Forum Perjuangan Pensiunan Bank Negara Indonesia (FPP BNI) mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemberlakuan Putusan MK Nomor 100/PUU-X/2012 yang menggugurkan Pasal 96 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan). Ketua FPP BNI Martinus Nuroso tercatat Kepaniteraan MK menjadi Pemohon dari perkara Nomor 75/PUU-XVI/2018.
Pemohon mendalilkan adanya penafsiran sepihak atas Putusan MK Nomor 100/PUU-X/2012 yang tidak dapat berlaku surut, yang menyebabkan anggota FPP BNI dirugikan hak konstitusionalnya karena tidak adanya kepastian hukum. Ketiadaan kepastian hukum tersebut timbul akibat hak-hak Pemohon yang belum dibayar penuh oleh Bank BNI telah melewati masa kedaluwarsa, padahal hak tersebut timbul sebelum Putusan Mahkamah Konstiitusi Nomor 100/PUU-X/2012 tanggal 19 September 2013. Hak tersebut dianggap tidak dapat lagi dituntut sehingga menimbulkan kerugian materiil bagi Pemohon yang cukup signifikan.
Untuk itu, dalam petitum provisinya, Pemohon meminta kepada Mahkamah Konstitusi untuk memprioritaskan pemeriksaan dan memutus permohonan dengan memberikan tafsir yang benar sejak kapan pemberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUUX/2012 tanggal 19 September 2013 yang menggugurkan Pasal 96 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengingat telah menimbulkan kerugian konstitusional dan pada gilirannya dapat menimbulkan kerugian materiil bagi Pemohon.
Selain itu, Pemohon meminta kejelasan waktu pemberlakuan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUUX/2012 tanggal 19 September 2013 yang menggugurkan/membatalkan Pasal 96 Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. (Arif Satriantoro/LA)