Sidang sengketa Pilkada Kabupaten Sampang kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (13/11). Agenda sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman tersebut adalah mendengar laporan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dilakukan di seluruh Kabupaten Sampang.
Sebelumnya, MK memerintahkan KPU Kabupaten Sampang untuk menyelenggarakan PSU pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Sampang. Demikian Putusan Nomor 38/PHP.BUP-XVI/2018 dibacakan Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi oleh hakim konstitusi lainnya pada Kamis (5/9). Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah menemukan fakta dalam persidangan adanya ketidakakuratan serta tidak validnya data DP4 yang digunakan KPU Kabupaten Sampang selaku Termohon dalam menentukan DPT Pilkada.
Miftahul Rozak yang mewakili KPU Kabupaten Sampang menyatakan Paslon Nomor Urut 1 mendapat 307.126 suara. Paslon Nomor Urut 2 mendapat 245.768 suara. Paslon Nomor 3 mendapat 24.786 suara. “Sedangkan, suara tidak sah itu adalah 9.177. Sehingga jumlah suara sah dan tidak sah adalah 586.817,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Menyikapi hasil PSU, Pasangan Calon Hermanto Subaidi-Suparto yang diwakili M. Sholeh mengkritisi beberapa hal terutama mengenai DPT. Pemohon mempermasalahkan mengenai KPU Kabupaten Sampang yang masih menggunakan metode sinkronisasi. Padahal, lanjutnya, metode tersebut sudah dianggap tidak valid, logis, dan sudah dibatalkan MK.
“Pertama soal DPT ini. Sejak awal, Tim Paslon Nomor 2 ini mempersoalkan metode yang digunakan oleh teman-teman KPU mensinkronkan DPT yang kemarin dianggap tidak valid, tidak logis, atau sudah dibatalkan oleh MK, tetapi masih digunakan untuk mensinkronkan antara DP4 dengan DPT 803 itu,” jelasnya.
Seharusnya, lanjut Sholeh, ketika DPT ditolak, maka PSU tidak bisa digelar. Namun demi terselenggaranya PSU dengan baik, pihaknya tetap ikut tanda tangan. Meski demikian, dirinya meminta adanya konsultasi ke MK dan ini ternyata tidak dilakukan.
Berikutnya, Pemohon mempersoalkan mengenai formulir model C6. Sebelumnya, Pemohon meminta supaya formulir model C6 betul-betul terdistribusi dengan baik atau merata. Akan tetapi, faktanya di tempat-tempat rawan terjadi sebaliknya. “Saksi kita tidak boleh diperbolehkan pada saat pertama kali dibuka pada pukul 07.00 WIB tidak boleh masuk dan ini ada bukti-bukti yang kita sertakan,” ujarnya.
Terakhir, pihaknya juga mempersoalkan tentang setong, yakni metode penghitungan yang tidak sesuai dengan PKPU. “Kita 25 punya bukti video, masih tetap terjadi. Padahal menurut informasi semua Komisioner Bawaslu Kabupaten/Kota se-Jawa Timur turun di semua TPS. Faktanya ini didiamkan,” tegasnya.
Sementara itu, Bawaslu Kabupaten Sampang Insyiatun menyampaikan terkait indikasi pelanggaran yang terjadi di Kecamatan Ketapang, Kecamatan Kedungdung, Kecamatan Torjun, dan Kecamatan Camplong. Pelanggaran tersebut mengenai formulir model C6 yang tidak disampaikan kepada pemilih berdasar laporan Paslon Nomor Urut 2.
Selain itu, ujar Insiyatun, di TPS 5 Desa Kemuning, Kecamatan Sampang terjadi perbedaan antara penggunaan surat suara dengan formulir model C7. Surat suara yang digunakan sebanyak 297 lembar, sedangkan pemilih formulir C7 sebanyak 294 lembar.
Terakhir, Insyiatun menyebut ada pemilih ganda di TPS 7 Desa Nepa, Kecamatan Banyuates. “Kami menemukan pemilih atas nama Kholil yang menggunakan hak pilih di 2 TPS, yaitu TPS 6 dan TPS 8 di Desa Nepa, Kecamatan Banyuates. Pada saat yang bersangkutan akan memilih lagi di TPS 7,” jelasnya. (Arif Satriantoro/LA)