Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Kepala Daerah Kabupaten Deiyai pada Senin (12/11) dengan agenda mendengarkan keterangan para saksi dari Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 4 Inarius Douw dan Anakletus Doo (Pemohon), Paslon Nomor Urut 1 Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Pihak Terkait) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupatena Deiyai selaku Termohon.
Pemohon menghadirkan Kepala Suku Distrik Deiyai 1 Marius Ukago sebagai saksi. Diungkapkan Marius, hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kepala Daerah Deiyai 2018 memperlihatkan bahwa Paslon Nomor Urut 1 meraih 286 suara, Paslon Nomor Urut 2 mendapat 2 suara, Paslon Nomor Urut 3 memperoleh 1 suara. Sedangkan Paslon Nomor Urut 4 meraih 2000 suara.
Menurut Marius, seluruh hasil perolehan suara para pasangan calon tersebut sudah berdasarkan kesepakatan tertulis masyarakat Deiyai. Setelah itu, hasil perolehan suara tersebut disampaikan ke KPU Kabupaten Deiyai, namun ditolak oleh salah seorang Komisioner KPU Kabupaten Deiyai.
Tentang kesepakatan masyarakat terhadap suara para paslon juga dibenarkan Agusten Yuppy, tokoh masyarakat Deiyai yang menjelaskan perolehan suara di Distrik Kapiraya.
“Masyarakat sudah menyatakan kesepakatan suara masing-masing pasangan calon. Namun ada aparatur sipil negara dan kepala kampung yang meminta kesepakatan itu diubah. Akibatnya terjadi tindak kekerasan terhadap sejumlah orang yang menolak permintaan itu,” jelas Agusten kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Sementara Saksi KPU Kabupaten Deiyai, yaitu Othias Edowai yang juga anggota Panitia Pemilihan Distrik Tigi Barat, dalam keterangannya mengatakan bahwa penentuan suara dilakukan berdasarkan kesepakatan warga dan tidak ada keberatan dari para pihak terhadap hal tersebut.
Othias menuturkan kejadian sebelum PSU pada 16 Oktober 2018. Ia yang menjadi Panitia Pemilihan Daerah di Distrik Tigi Barat pada 15 Oktober 2018 bersama panwas dan keamanan mengantar logistik dari KPU ke Kampung Deiyai Distrik Tigi Barat.
“Selanjutnya kami memberikan bimtek mengenai pelanggaran pemilu kepada Panitia Pemilihan Sementara Kampung Deiyai, Panitia Pemungutan Suara, maupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara. Termasuk juga melakukan simulasi menghadapi Pilkada Deiyai,” ungkap Othias.
Dalam Tripleks
Selain Pemohon dan KPU, Pihak Terkait juga menghadirkan saksi bernama Oktavianus Ukago yang menerangkan soal kesepakatan suara para paslon. “Saya tahu di lapangan bahwa tidak ada kesepakatan masyarakat soal suara paslon sebelum tanggal 15 Oktober 2018. Tim dari Inarius Douw yang buat surat kesepakatan suara para paslon. Setelah tanggal 15 Oktober memang masyarakat sepakat yang mereka tulis dalam tripleks,” imbuh Oktavianus.
Dijelaskan Oktavianus, kesepakatan masyarakat soal suara paslon yang dituangkan dalam tripleks melalui formulir C1 hologram. Di TPS 1 kesepakatan masyarakat dibuat pada 16 Oktober 2018 pukul 07.00 Waktu Indonesia Timur. Kemudian TPS 2 kesepakatan masyarakat dibuat pada 16 Oktober 2018 pukul 06.00 Waktu Indonesia Timur. Sedangkan TPS 3 kesepakatan masyarakat dibuat pada 15 Oktober 2018 pukul 21.00 Waktu Indonesia Timur. Lalu TPS 4 kesepakatan masyarakat dibuat pada 15 Oktober pukul 23.00 Waktu Indonesia Timur.
Sementara itu, Metusalakinfandi dari Bawaslu Provinsi Papua membenarkan proses pungut hitung di Distrik Tigi Barat termasuk hasil kesepakatan yang ditulis dalam tripleks. “Memang pada saat kami melakukan pemantauan, kami melihat proses itu terjadi. Hasil kesepakatan itu ditulis di tripleks, lalu petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara melakukan pencoblosan. Kemudian proses administrasinya dituangkan dalam form C1-KWK,” jelas Metusalakinfandi.
Dalam persidangan juga hadir Dandim 1705/Paniai Jimmy Sitinjak dan Kapolres Paniai Wahid Utomo yang memaparkan pelaksanaan pengamanan yang dilakukan pihak TNI/Polri dalam pelaksanaan PSU di Deiyai. Selain itu, juga dibahas adanya pelanggaran pada PSU dengan sistem noken di Distrik Kapiraya dan Distrik Tigi Barat. Hal tersebut dibuktikan dengan dokumen dan rekaman yang diajukan Paslon Inarius Douw dan Anakletus Doo. MK juga menemukan adanya inkonsistensi dalam surat kesepakatan noken mengenai jumlah suara yang diberikan pada masing-masing paslon.
Sidang yang teregistrasi dengan nomor 72/PHP.BUP-XVI/2018 ini dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams. Perkara ini diajukann oleh Pasangan Calon Nomor Urut 4 Bupati dan Wakil Bupati Deiyai Inarius Douw dan Anakletus Doo.
Pemohon menyampaikan keberatan atas hasil pemungutan suara ulang Pemilihan Kepala Daerah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Deiyai 2018 (PSU Pilbup Kab. Deiyai 2018)yang tertuang dalam Keputusan KPU Kab. Deiyai Nomor 30/HK.03.1-Kpt/9128/KPU-Kab/X/2018tentang Penghitungan Suara dari Setiap Distrik di Tingkat Kabupaten dalam Pilbup Kab. Deiyai sesuai dengan Putusan MK Nomor 35/PHP.BUP-XVI/2018.
Lebih lanjut, Pemohon menjabarkan dalam PSU tersebut terdapat pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan KPU Kabupaten Deiyai (Termohon) serta Ateng Edowai dan Hengky Pigai (Pihak Terkait atau Paslon Nomor Urut 1). Pelanggaran tersebut, di antaranya Termohon tidak independen dengan berpihak pada paslon nomor urut 1. Di samping itu, KPU Kabupaten Deiyai melakukan pemberhentian antarwaktu terhadap pengelenggara pemilihan di tingkat kampung.
Menurut Pemohon, pihak Termohon memanipulasi hasil kesepakatan masyarakat kampung Komauto, Distrik Kapiraya yang memberikan suara sebanyak 1.208 suara kepada paslon nomor urut 1 (Pihak Terkait) dengan menggunakan kekerasan dan intimidasi melakukan manipulasi hasil kesepakatan masyarakat Kampung Diyai I, Distrik Tigi Barat yang memberikan suara sebanyak 2.000 suara kepada Pemohon. (Nano Tresna Arfana/LA)