Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) yang teregistrasi dengan nomor perkara 86/PUU-XVI/2018 digelar MK pada Selasa (6/11) siang. Agenda sidang adalah perbaikan permohonan. Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul yang didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
“Baik, Saudara Hermawanto, yang dalam hal ini baru ada dalam surat kuasa yang baru tertanggal 1 November 2018. Pada sidang pertama dahulu, belum diberi kuasa ya? Saya melihat belum ada namanya. Walaupun demikian, dalam perbaikan permohonan sudah ada tanda tangannya. Jadi kita anggap itu sudah memenuhi syarat untuk hadir pada hari ini. Sesuai dengan acaranya hari ini, diberi kesempatan kepada kuasa Pemohon, dalam hal ini Saudara untuk menyampaikan hal-hal apa yang menjadi perbaikan dalam permohonan ini,” papar Manahan MP Sitompul.
“Sekali lagi mohon maaf, Yang Mulia. Kebetulan dokumen pun dibawa oleh staf kami di kantor. Kami tidak memegang apa pun dalam kehadiran kami sidang di sini, Yang Mulia. Karena belum sampai. Jadi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya,” kata kuasa hukum Pemohon, Hermawanto.
Ketua Panel Manahan MP Sitompul menegaskan bahwa Majelis Hakim berpedoman kepada perbaikan permohonan pada sidang sebelumnya. Sesuai dengan tenggang waktu yang sudah diberikan dan disampaikan pada 2 November 2018.
“Jadi, hal ini pun tidak menjadi masalah. Kami terima sekarang perbaikan ini dan inilah yang nanti jadi pedoman. Perbaikan ini dianggap telah dibacakan. Selanjutnya, ini akan kami bawa kepada sidang Rapat Permusyawaratan Hakim. Bagaimana kelanjutan dari permohonan ini, apakah diteruskan kepada sidang pleno atau tidak, nanti di Rapat Permusyawaratan Hakim yang memutuskan,” urai Manahan.
Sebagaimana diketahui, Pemohon adalah Alungsyah. Menurut Pemohon, norma dalam Undang-Undang MK telah menimbulkan ketidakpastian hukum. Pemohon yang berprofesi sebagai advokat, melakukan pengujian Pasal 55 UU UU MK yang berbunyi, “Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai adaputusan Mahkamah Konstitusi.”
Pemohon sempat mengajukan uji materiil ke Mahkamah Agung, namun uji materiil tersebut harus mengalami penundaan atas dasar pemaknaan terhadap frasa “Undang-Undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut” dalam pasal a quo. Adanya frasa undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut masih menyisakan persoalan konstitusionalitas karena tidak memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pencari keadilan yang melakukan uji materiil ke Mahkamah Agung.
Menurut Pemohon, persoalan konstitusionalitas tersebut ditimbulkan dari norma a quo ketika pemaknaan penafsiran frasa undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut dalam norma a quo dimaknai secara keseluruhan sebagai alasan yang dianggap cukup untuk menunda tanpa melihat keterkaitannya, materi muatan pasal, ayat, dan atau bagian dalam undang-undang. (Nano Tresna Arfana/LA)