Sejumlah 30 orang mahasiswa magister ilmu hukum Universitas Lancang Kuning Pekan Baru (Unilak) melakukan kunjungan ke MK pada Senin (5/11). Melalui peneliti MK Andriani Wahyuningtyas Novitasari dengan didampingi Dosen Hukum Tatanegara Unilak Bagio Kadaryanto serta dosen Hukum Bisnis Unilak Sandra Dewi, seluruh mahasiswa mendapatkan pengetahuan terkait fungsi dan kewenangan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan ketatanegaraan di Indonesia.
Dalam sambutan perwakilan Unilak, Bagio menyampaikan harapan pihak kampus dalam kunjungan ini agar dapat berbagi secara keilmuan tentang fungsi dan kewenangan MK yang tentunya bertambah sejak awal berdirinya pada 2003. “Harapannya, kami di sini dapat mengajukan pertanyaan dan mendapatkan konfirmasi terkait perkembangan tupoksi MK. Selain itu, visit study ini juga adalah salah satu prasyarat bagi para mahasiswa magister ilmu hukum Unilak. Jadi, besar harapan kami di sini mendapatkan ilmu konkret dari ahli hukum yang berkecimpung di MK,” jelas Bagio.
Menyambut harapan para mahasiswa tersebut, Andriani mengawali paparannya dengan menjelaskan sejarah Mahkamah Konstitusi yang baru diintrodusir pertama kali pada 1919 oleh pakar hukum asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Andriani menjelaskan bahwa berdasarkan teori yang diungkapkan Kelsen perlu adanya badan legislatif yang diberikan tugas untuk menguji suatu produk hukum konstitusional atau tidak serta tidak memberlakukannya apabila menurut organ ini tidak konstitusional. Berkaitan dengan hak tersebut, lanjut Andriani, di Indonesia setelah dilakukannya amendemen UUD 1945 untuk keempat kalinya, MKRI pun lahir yang pada fungsi utamanya adalah menangani sengketa-sengketa ketatanegaraan. “Jadi, MK sebagai lembaga peradilan ketatanegaraan yang menekankan pada toetsingsrecth serta termasuk pada peradilan yang menangani perkara-perkara yang bermuat megapolitis,” terang Andriani.
Selain itu, Andriani juga menjabarkan mengenai sembilan hakim konstitusi dan gambaran umum proses beracara di MK. Menurut Andiani, syarat mutlak yang harus dimiliki hakim konstitusi adalah unsur kenegarawanan yang wajib melekat pada diri hakim konstitusi. Dengan demikian, dalam proses beracara di MK, hakim-hakim konstitusi tersebut adalah orang-orang pilihan yang sangat paham dengan hukum ketatanegaraan sehingga mampu memecahkan berbagai masalah konstitusional yang terus berkembang seiring semakin dinamisnya kehidupan ketatanegaraan di Indonesia. (Sri Pujianti/LA)